Tawa Arin terhenti saat melihat dua sosok yang berdiri di depan pintu ruang rawatnya. Senyumnya mengembang. "Sini!" seru Arin riang sambil melambaikan tangannya.
Kaila dan Aryo pun mendekat. Mereka dapat merasakan aura permusuhan yang diberikan Erlan dan Gio. Sementara Ara menatap mereka lekat. Vando sendiri masih duduk di samping Arin.
Ara merasa ada yang berbeda dengan tatapan Aryo dan Kaila. "Mereka sama-sama terluka dengan alasan yang berbeda," gumam Ara pelan, tapi Vando mendengarnya karena Ara berdiri tepat di samping dirinya.
"Itu adalah alasan kenapa aku gak bisa marah, Nona," kata Vando sambil memandang Kaila dan Aryo juga.
"Lo dengar, Alien?" tanya Ara. Padahalkan tadi ia bergumam pelan. Apa telinga suaminya itu sangat sensitif? Kok udah kayak gigi aja!
Vando mengangguk lalu bangkit dan merangkul pundak istrinya.
"Mommy sama Daddy ngomongin apa sih?" tanya Arin bingung. Memangnya kenapa Daddy-nya harus marah? Kan dia tidak apa-apa.
"Gak ngomongin apa-apa kok, Sayang," jawab Vando.
"Yaudah, kalian keluar gih! Ada yang mau aku omongin sama Aryo dan Kaila," ungkap Arin.
"NO!" jawab Erlan dan Gio serempak. Meninggalkan Arin bersama dua manusia itu? Oh, yang benar saja! Kalau mereka mencelakakan Arin lagi bagaimana? Cukup kali ini saja.
Arin menatap datar kedua cowok yang melayangkan ketidaksetujuan mereka tadi. Kedua cowok itu meneguk ludah dan merasa dilema. Kalau Arin sudah mengeluarkan tatapan seperti itu tandanya ia akan marah sungguhan bila keinginannya tidak dituruti. Es krim dan makanan lain tidak akan mempan bila sudah seperti ini.
"Gue cuma gak mau lo kenapa-napa, Seblak," ungkap Erlan.
Gio mengangguk. "Iya, emangnya lo mau bikin kita jantungan lagi?"
Arin tak menjawab. Raut wajahnya semakin datar.
"Hayoloh, Daddy gak ikut-ikutan yah," sahut Vando.
"Mommy juga "
"Papa juga."
"Mama juga."
Erlan dan Gio menatap sebal kedua orang tua mereka masing-masing.
"Ayo, kita keluar, Nona. Nanti kita dicuekin loh," kata Vando lagi pada Ara. Ara mengangguk. Ia paham maksud Vando. Bukan tanpa alasan Vando membiarkan Arin bicara dengan kedua anak itu.
"Yuk, Sayang, kita juga ikutan keluar. Diabaikan nanti, itu gak enak loh," kata Ardo pada Santy. Santy mengangguk lalu mengikuti Ardo keluar.
"Oke," kata Erlan.
Erlan dan Gio pun pasrah. Mereka harus merelakan Arin berbicara dengan Kaila dan Aryo.
"Lo berdua buat dia lecet sedikit aja, gue pastiin lo berdua gak akan selamat sampai rumah." Gio berkata tajam. Gio dan Erlan pun melangkah keluar dengan kesal.
Arin mendengus saat kedua cowok posesif itu keluar. Mereka benar-benar lebay! Ia pun menatap Kaila. Kaila sudah berbeda dengan yang tadi ia lihat saat mengendarai mobil. Kaila yang ini adalah sosok Kailampir yang biasa ia kenal. Raut wajah sinis dengan sorot mata yang memancarkan kebencian.
"Ada apa?" tanya Arin, sementara Aryo hanya berdiam melihat interaksi mereka berdua.
"Maksud lo?" ketus Kaila.
"Kata Daddy kalau kita ada masalah harus diceritain agar sedikit bebannya berkurang," ucap Arin. Makanya selama ini Mommy dan Daddy selalu tau apa saja masalah dirinya. Namun, sebelum ia cerita dengan kedua orang tuanya, ia terlebih dahulu cerita dengan Gio. Entahlah, Arin sendiri tak mengerti kenapa harus seperti itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Bad Nerd #3
Historische RomaneLagi-lagi Arin harus pindah sekolah karena di-DO. Arin sih tidak masalah, tapi yang jadi masalah adalah ia dimasukan ke sekolah yang sama dengan Gio dan Erlan. Dua cowok yang sangat, ah sudahlah, nanti kalian juga tau. Tak hanya itu, ia juga terpaks...