Ara dan Vando telah pergi, sementara Arin, Erlan, Gio, Chlora, Fio, dan Dennis masih duduk santai di kantin. Bel masuk belum berbunyi, tapi kantin mulai tampak sepi.
"Kak Arin yah?" kata seorang siswi yang tiba-tiba datang.
Arin mendongak. "Iya. Kenapa?"
"Habis istirahat bisa ke ruangan drama, Kak?" tanya siswi itu.
"Oke," jawab Arin. "Nanti aku ke sana."
Siswi itu pun pamit lalu melangkah pergi.
"Lo beneran masuk eskul drama, Rin?" tanya Fio.
"Mau gimana lagi?" jawab Arin. Kalau saja siswi tadi tidak memberitahunya, mungkin saja ia lupa kalau ia dipaksa masuk eskul drama. "Pulang nanti ngumpul di kedai es krim biasa yah."
"Enggak! Gue mau main game hari ini!" tolak Gio tegas.
"Kan main game-nya bisa nanti," kata Arin.
"Gak mau pokoknya!" sahut Gio.
"Santeennnn," rengek Arin.
Erlan mengendikan bahunya. Masalah mereka hanya mereka yang bisa menyelesaikannya. "Selesaikan masalah kalian sendiri!"
Arin mencibir. Ia pun bangkit lalu menatap Gio dengan tatapan menantang. "Oke! Kita selesaikan ini dengan cara yang dewasa!"
Merasa tertantang, Gio pun ikut bangkit sambil mendebrak meja membuat yang lain terlonjak. "Oke! Siapa takut!"
Masing-masing dari mereka pun memasang kuda-kuda. Aura permusuhan mulai terasa. Tatapan mereka seakan siapa membunuh lawan masing-masing.
Dennis mengerjapkan matanya. Ia tak percaya dengan pemandangan di depannya saat ini. Haruskah terjadi pertumpahan darah hanya untuk ke kedai es krim? Demi apapun, ini sangat tidak lucu. "Er, pisahin mereka dong, jangan diem aja!"
"Lo aja," jawab Erlan singkat. Tatapannya masih fokus ke si kembar itu, sementara Chlora dan Fio saling berbisik siapa yang akan menang dalam pertarungan kali ini.
Dennis memandang Erlan sebal. Bagaimana makhluk itu bisa begitu santai melihat Arin dan Gio yang sudah memasang kuda-kuda itu. "Gi, Rin, Gue rasa kalian--." Dennis menengguk ludahnya saat Arin dan Gio malah menatapnya tajam. "Gak! Gak jadi! Kalian silakan lanjutin aja!"
Arin dan Gio kembali saling menatap. Tangan mereka terkepal erat.
"Kalau lo kalah, lo harus ke kedai es krim, tapi kalau gue kalah, kita pulang!" ucap Arin.
"Deal!" sahut Gio.
Mereka sudah mengambil ancang-acang. Mereka pun mulai melayangkan tangan masing-masing.
"Gunting! Kertas!"
"Horeeeee gue menang!" seru Arin riang.
Dennis melongo. Kejadian macam apa itu? Jadi mereka hanya suit? Suit kawan-kawan! Terus kenapa harus masang kuda-kuda segalaaaaaa? Kenapaaaaa?
Gio mengusap rambut gusar. Ia kalah. Ia pun harus merelakan waktu bermain game-nya saat ini.
"Dewasa macam apa ini?!!" jerit Dennis. Ia benar-benar merasa di bodohi. Bahkan kedua teman Arin terkikik, berartikan mereka tau.
"Kata Daddy kalau salah satu dari kita gak ada yang mau ngalah, kita disuruh suit," jawab Arin dengan polosnya.
Oh, sepertinya Dennis lupa kalau keluarga mereka itu keluarga ajaib.
"Gue ke ruangan drama dulu yah, jangan lupa nanti pulang sekolah!" seru Arin lalu berlari pergi.
"Rasanya pengen gue tabok si Arin," ceplos Dennis.
"Sebelum lo nabok dia, gue patahin dulu tangan lo," gumam Erlan tajam.
Oh, sepertinya Dennis lupa satu hal lagi. Temannya yang ia kira gak doyan cewek itu ternyata pacar posesif dan mendekati piskopat.
"Lo akan berurusan sama gue dan Daddy gue juga," sahut Gio.
"Dan kita berdua," timpal Chlora.
Dennis mendadak gugup. Kalau begini mah sama aja ia cari mati.
***
Sekarang mereka telah berkumpul di kedai Es Krim. Pikiran Arin masing melayang ke percakapannya di ruang drama tadi.
"Jadi gimana, Seblak?" tanya Erlan saat melihat Arin hanya melamun tak seperti biasanya.
Arin menghela napas. Ia bingung sekarang. "Gak tau, Santen."
"Ngomongin apa aja tadi?" tanya Gio.
"Gak ngomongin apa-apa sih, cuma mereka minta tolong sama gue buat eskul drama bangkit lagi. Kalian bayangin aja masa cuma ada lima anggota termasuk gue. Apa gak parah tuh?" ujar Arin.
"Lima anggota?" ulang Fio. "Anggota yang lain pada ke mana emangnya?"
"Entahlah mereka gak bilang," jawab Arin lesu.
"Er, lo gak tau apa-apa gitu tentang eskul drama?" tanya Chlora.
"Ah! Iya, Santen," timpal Arin. "Walau sedikit pasti ada dong yang lo tau."
"Semua masalah ada di Kaila," jawab Erlan.
"Kailampir?" ceplos Arin.
"Njiiirrr, Kailampir!" kekeh Dennis.
"Kaila selalu ngerusak acara pertunjukan drama. Entah apa masalahnya gue gak tau, tapi yang jelas gara-gara pertunjukan selalu hancur, anggota drama pun jadi bahan ledekan. Karena gak kuat mereka pun keluar satu persatu," lanjut Erlan.
"Eskul drama benar-benar diambang kehancuran. Kalau anggotanya cuma segini terus, cepat atau lambat eskul drama akan ditiadakan. Mereka minta tolong sama gue buat ngerekrut orang lagi. Seenggaknya sampai sepuluh orangan. Chlora, Fio, mau yah?" pinta Arin.
"Kita pasti bantuin kok, tenang aja," ucap Chlora disambut anggukan Fio.
"Oh, yah, Den. Lo kan Eskul mading, bisa kali bantuin gue," bujuk Arin.
"Kalau cuma masang pengumuman di mading gue bisa bantu," jawab Dennis.
"Emangnya lo kalau udah dapet anggotanya mau bikin drama apa, Seblak?" tanya Erlan.
"Tentang kartun pasti seru tuh," jawab Arin. Matanya menerwang. "Ceritanya Dora kehilangam ranselnya yang dicuri si Swipper. Nah, si Boots pun nyuruh Dora minta bantuan si Diego. Akhirnya Diego dateng. Pas lagi nyari Swipper di mana, eh, Marsha datang bikin rusuh. Akhirnya si Misca pun bawa Marsha pulang. Karena gak ketemu juga si Swipper, Diego minta tolong sama detektif Upin-Ipin. Setelah dilacak, ternyata Swipper juga mencuri pintu ke mana saja si Doraemon dan pergi ke Chunggington. Akhirnya Upin-Ipin ngehubungin BoBoi Boy buat nangkep Swipper di Chunggington. Boboi Boy pun berangkat dibantu sama pasukan Robocar Poli. Akhirnya Swipper ketangkep terus Swippernya dibuang ke Bikini Bottom. Huaaa pasti Daddy suka banget sama ceritanya."
Yang lain tertawa melihat antusias Arin. Hanya Dennis saja yang kembali melonggo. Tadi Arin bilang apa? Daddy-nya pasti suka? Astaga! Ada apa dengan keluarga itu!
KAMU SEDANG MEMBACA
Bad Nerd #3
Historical FictionLagi-lagi Arin harus pindah sekolah karena di-DO. Arin sih tidak masalah, tapi yang jadi masalah adalah ia dimasukan ke sekolah yang sama dengan Gio dan Erlan. Dua cowok yang sangat, ah sudahlah, nanti kalian juga tau. Tak hanya itu, ia juga terpaks...