Erlan menatap Kaila tajam. Ia benar-benar gusar dengan sikap Kaila kali ini. Ia lupa, dulu ia bisa cuek dengan sikap Kaila, tapi sekarang ada gadisnya. Cara marah Arin memang berbeda. Seperti tadi, Arin akan membalas apa yang dirasakannya. Ia bahkan tadi reflek menarik tangan Dennis dari tangan Arin karena kesal. Yang boleh menyentuh Arin hanyalah dirinya. Posesif? Memang! Gadisnya pun tau hal itu.
"Ini peringatan pertama dan yang terakhir buat lo! Berhenti deketin gue atau gue buat lo menyesal karena pernah deketin gue!" Erlan berkata dengan penuh penekanan. Ia selalu serius dengan perkataannya.
Kaila melongo. Baru kali ini ia melihat Erlan marah. Apa sebegitu pentingkah gadis cupu tadi bagi Erlan? Penolakan langsung yang diberikan Erlan membuat hatinya sakit. Selama ini, ia kira Erlan cuek hanya karena ingin melihat perjuangannya. Kalau sudah seperti ini, lantas ia harus apa? Mengikuti perkataan Erlan? Atau bertingkah seperti biasanya? Ia menatap nanar punggung Erlan yang menjauh diikuti Dennis. Ia mendongak saat merasakan sebuah tepukan di bahunya.
"Jauhin Erlan atau lo juga berurusan sama gue!" Gio berkata tajam. Ia pun pergi menyusul Erlan dan Dennis.
Kaila kembali melongo. Bahkan Gio ikut-ikutan. Sebenarnya siapa gadis itu? Hatinya bertambah sakit. "Liat aja cewek tadi bakalan dapet balasannya! Pasti!" gumam Kaila. Ya, gadis culun itu harus dapat balasannya!
Erlan mengerang kesal saat namanya dipanggil oleh kepala sekolah dari pengeras suara. Padahal gadisnya belum ia temukan.
"Mending lo temuin dulu kepala sekolah deh, Bro. Biar gue yang urus Arin," kata Gio. "Lo temenin Erlan gih, Den!"
"Ntar dulu deh! Gue masih bingung nih!" protes Dennis. Ia benar-benar tak tau apa-apa. Tiba-tiba Erlan pergi dan melangkah cepat. Bodohnya ia tak tau kenapa ia juga mengikuti Erlan tadi.
"Kepo lo!" sahut Gio.
Dennis mengerucutkan bibirnya. "Kalian jahat main rahasia-rahasiaan sama gue!"
"Arin cewek gue," kata Erlan datar. "Makanya gue gak suka lo pegang dia!"
Dennis melongo. Jadi, cewek tadi itu pacarnya Erlan? Pantas saja Erlan kelihatan marah saat ia menggenggam tangan Arin tadi. "Sejak kapan?"
"Sejak Avatar berubah warna jadi pink, ayo!" Erlan menarik Dennis pergi. Dennis menggerutu. Sejak kapan Avatar berubah jadi warna pink? Bukankah Avatar warnanya merah?
Gio terkekeh. Ia kembali mencari kembarannya. Ia langsung menuju suatu tempat favorit Arin bila berada di sekolah. Dibukanya pintu perpustakaan secara perlahan. Sepi. Hanya ada beberapa murid yang sedang asik dengan buku. Gio mengedarkan pandangannya ke setiap sudut perpustakaan. Namun, nihil! Ternyata kembarannya tak ada juga. Gio pun keluar. Ke mana kembarannya itu pergi? Biasanya Arin selalu ada di perpustakaan. Walau tidak satu sekolah sebelumnya, tapi Gio sangat mengenal kembarannya itu. Mata Gio menyipit saat melihat sosok yang berada di atap sekolah. Ditajamkan penglihatannya. Senyum Gio mengembang. Ia pun berlari ke suatu tempat terlebih dahulu sebelum menghampiri sosok itu.
Arin memejamkan matanya saat angin menerpa wajahnya. Arin kembali membuka mata. Harusnya ia tau kalau Erlan memang cuek. Harusnya ia sadar Kaila-lah yang menghampiri Erlan terlebih dahulu. Harusnya ia tau dan sadar akan hal itu. Namun, tetap saja ia kesal.
"Nih,"
Arin mendongak saat seseorang menyodorkannya satu cup es krim kesukaannya. Ia kira Erlan, tapi ternyata Gio.
"Mau gak? Kalau gak gue yang makan nih," goda Gio. Iya, tadi sebelum menghampiri kembaranya yang ternyata berada di atas atap sekolah ia membeli es krim dulu. Untung kantin di sekolah ada yang jual. Jadi, ia tak perlu repot-repot ke supermarket.
KAMU SEDANG MEMBACA
Bad Nerd #3
Fiksi SejarahLagi-lagi Arin harus pindah sekolah karena di-DO. Arin sih tidak masalah, tapi yang jadi masalah adalah ia dimasukan ke sekolah yang sama dengan Gio dan Erlan. Dua cowok yang sangat, ah sudahlah, nanti kalian juga tau. Tak hanya itu, ia juga terpaks...