Kaila tersentak dalam tidurnya. Mimpi buruk itu kembali hadir. Mimpi di mana ia melihat kakaknya tergeletak tak bernyawa. Kaila bangun. Napasnya masih terengah. Ia pengusap peluh yang membasahi wajahnya. Kaila memijit pelipisnya sambil memejamkan matanya sejenak. Ia kembali berbaring, mencoba tidur kembali. Namun nihil, rasa kantukmya telah menghilang. Ia pun hanya berdiam sambil menatap langit-langit kamarnya. Sudut bibirnya tertarik sedikit. Tanpa sadar air matanya pun menetes. Ia merindukan sosok kakaknya. Andai saja waktu dapat diulang. Mungkin kakaknya masih ada hingga saat ini. Namun nyatanya, waktu terus berputar ke depan dan mengambil apa saja yang dia inginkan, tanpa mau tau apa yang akan terjadi nanti pada orang yang ditinggalkan. Tak ada mesin pengubah masa lalu, tapi akan selalu ada yang bisa mengubah masa depan.
Kaila melirik jam weker di samping tempat tidurnya. Sudah waktunya untuk bergegas. Ia pun bangkit lalu menuju kamar mandi. Aktifitas mandi Kaila terganggu tak kala ia mendengar suara ribut dari luar. Kaila menghela napas panjang. Orang tuanya kembali bertengkar. Ia mencoba tak peduli, tapi telinganya mendengar semua yang diucapkan kedua orang tuanya. Lagi-lagi mereka saling menyalahkan atas kematian kak Talia. Kalian tau rasa sakit saat dikatakan anak tak berguna? Anak biang masalah yang selalu membuat malu kata mereka? Kaila mendengus. Semua masalah yang ia lakukan hanyalah untuk mendapat perhatian mereka! Ia hanya ingin mereka tau kalau masih ada satu anaknya yang harus diperhatikan.
Kaila mengambil sesuatu dari balik kaca westafel. Saat menemukan apa yang ia cari, Kaila kembali kekuncuran shower yang ia biarkan menyala. Kaila mengambil napas panjang. Ia pun melakukan hal yang sudah sangat lama ia tinggalkan. Perlahan tapi pasti, silet mungil itu mengores lengannya. Tak cukup sekali, Kaila pun mengulangnya hingga tiga kali. Sensasi nyeri pun mulai terasa takala luka itu tersiram oleh air. Tubuh Kaila meluruh. Ia membiarkan lukanya terbasuh oleh air membuat darah yang keluar ikut mengalir.
Setelah cukup lama, Kaila pun menyelesaikan aktivitas mandinya. Darah dari lukanya telah berhenti. Hanya itu pelampiasan yang bisa ia lakukan. Setelah siap, ia pun bergegas memakai seragamnya. Tak lupa ia menggunakan jaket untuk menutupi luka yang ia ciptakan tadi. Rumahnya telah sepi. Kaila pun melangkah keluar. Setelah mengunci pintu rumah, Kaila kembali melanjutkan langkahnya. Hari masih pagi. Kaila melangkah ke suatu tempat yang sering ia kunjungi. Tak lupa ia pun membeli bunga segar.
Kaila berjongkok saat berada di samping makam sang kakak. Digantinya bunga yang telah layu dengan bunga yang telah ia beli tadi. Ia menatap lekat nisan yang bertuliskan nama kakaknya.
"Hai, Kak. Apa kabar?" sapa Kaila. "Banyak banget yang mau aku ceritain, Kak, sampai-sampai aku bingung mau mulai dari mana. Gak perlu ngebahas orang tua kita deh yah, Kak."
Kaila tertawa kering. "Orang tua Kakak sih tepatnya, soalnya mereka semakin gak nganggep aku. Yaampun, padahal aku yang bilang gak usah bahas mereka, tapi malah aku bahas."
"Aku lagi bingung, Kak. Di satu sisi aku berhasil buat eskul drama hancur, tapi di sisi lain ada seseorang yang tiba-tiba masuk. Namanya Arin. Cewek nerd, tapi kesayangan semua orang. Kemarin dia bilang eskul drama harus mengikuti lomba, tapi keterbatasan anggota. Dia beda dari yang lain, Kak. Haruskah aku bantu dia? Tapi apa yang telah aku lakukan semuanya akan sia-sia. Walau sejujurnya aku merindukan memainkan sebuah peran."
Kaila pun termenung. Haruskah ia membantu Arin? Atau membiarkan Arin mengurusnya sendiri? Kaila mendesah gusar. Harusnya Arin tak masuk ke sekolahnya, lebih tepatnya ke eskul drama.
"Tenang aja kakaknya Kaila. Aku bakal pastiin dia ngebantu Arin," kata seseorang membuat Kaila tersentak kaget. Kaila menengok dan mendapati Aryo berdiri di belakangnya.
Aryo melangkah menghampiri Kaila. Tadi ia tak sengaja melihat Kaila memasuki pemakaman. Pemakaman yang sama di mana ibundanya dimakamkan. Ia pun memutuskan untuk mendekat, tapi langkahnya terhenti tak jauh beberapa langkah dari belakang Kaila. Ia sudah mendengar semua yang diucapkan Kaila.
KAMU SEDANG MEMBACA
Bad Nerd #3
Historical FictionLagi-lagi Arin harus pindah sekolah karena di-DO. Arin sih tidak masalah, tapi yang jadi masalah adalah ia dimasukan ke sekolah yang sama dengan Gio dan Erlan. Dua cowok yang sangat, ah sudahlah, nanti kalian juga tau. Tak hanya itu, ia juga terpaks...