"Berhenti!!" teriak Bu Sri, sang kepala sekolah.
Arin menghentikan pukulannya. Dengan kasar ia melepas cengkramannya di kerah baju Bagas. Arin mendengus, menatap Bagas yang sudah tak berdaya di lantai. "Udah gak bisa ngomong kan lo! Punya mulut makanya dijaga! Jangan asal nyablak!"
Napas Arin memburu. Dadanya masih bergemuruh karena emosi. Ia kembali menendang Bagas dengan keras, membuat Bagas terbatuk dan meringkuk.
"Saya bilang berhenti, Arin!" teriak Bu Sri kembali.
Chlora dan Fio pun mencoba menahan Arin yang masih ingin menghajar Bagas.
"Udah, Rin, udah," gumam Chlora.
"Iya, Rin, udah," timpal Fio.
"Dia harus dikasih pelajaran! Dia udah ngatain lo berdua! Gue gak terima!" Arin meraung ganas. Demi kerang ajaib, ia tak terima sahabatnya dihina!
"Kita gak papa kok, Rin," kata Chlora disambut anggukan Fio.
Arin menghela napas kasar. Ia memijit pelipisnya, berusaha menenangkan otaknya yang diliputi emosi.
"Bawa Bagas ke UKS! Kamu, Arin, ikut Ibu ke ruangan!" perintah Bu Sri.
Arin memutar bola malas. Ia mengikuti langkah Bu Sri dengan santai, sementara Chlora dan Fio menatap Arin cemas. Mereka pun kembali ke kelas. Dengan gelisah, mereka menunggu Arin kembali ke kelas.
Di tempat lain, Arin menatap Bu Sri jengah. Sudah hampir 10 menit berlalu, tapi Bu Sri tak juga bersuara.
Bu Sri menghela napas lelah. Ia menyerah. Sudah segala macam hukuman yang ia berikan ke muridnya yang satu itu, tapi tak juga membuat muridnya kapok! Malah ia yang kapok sepertinya. Dengan berat hati ia pun memutuskan sesuatu. "Ibu capek, Rin, ngehukum kamu terus. Kemarin kamu tawuran. Sekarang kamu mukulin Bagas sampai babak belur!"
"Dia duluan yang mulai, Bu!" seru Arin.
"Walau dia duluan, apa perlu kamu memukulnya seperti itu? Poin pelanggaran yang kamu buat udah melampaui batas, Arin! Untuk kali ini, dengan sangat terpaksa ibu harus mengambil keputusan--," ucapan Bu Sri terpotong. Bu Sri menatap Arin lekat. "Kamu Ibu DO!"
Apa Arin menjerit karena kaget? Tidak! Ia bukan Daddy-nya yang dramatis. Bahkan ia tak kaget lagi dengan kata yang satu itu. "Oke," kata Arin lalu bangkit.
"Arin," panggil Bu Sri sebelum Arin sampai di depan pintu. Arin pun menengok. "Ibu minta maaf," sesal Bu Sri, tapi keputusannya sudah final, karena Bu Sri sudah tidak tahu lagi mau menghukum Arin apa.
"Ibu gak perlu minta maaf. Saya juga udah muak kok berada di antara orang-orang yang bermulut manis di depan, tapi saling berlomba menancapkan tombak saat di belakang." Arin berbalik lalu keluar dari ruangan Bu Sri. Ia melangkahkan kakinya menuju kelasnya. Pelajaran di kelasnya sedang kosong sekarang. Ia pun membuka pintu kelas dengan perlahan. Matanya langsung tertuju pada Chlora dan Fio, sahabatnya.
Chlora dan Fio langsung bangkit saat mendapati Arin di depan kelas. Mereka berlari menghampiri Arin lalu memeluknya. Sebuah isakan pun lolos dari mulut Arin, membuat Chlora dan Fio melepas pelukan mereka dan menatap Arin tak percaya. Bahkan kelas yang sedang ramai itu mendadak hening. Tak ada yang berani bersuara saat di nerd jadi-jadian itu menangis.
"Ada apa?" tanya Chlora cemas.
"Bu Sri ngomelin lo apa?" timpal Fio. Mereka bingung. Tak biasanya Arin menangis seperti ini.
"Gue di-DO," isak Arin. Kini air matanya sudah mengalir deras di wajah.
"Gak mungkin gara-gara di-DO. Ada apa?" tanya Chlora pelan sambil mengusap air mata Arin. Fio mengangguk. Ia pun sangat kenal dengan sahabatnya yang satu itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Bad Nerd #3
Historical FictionLagi-lagi Arin harus pindah sekolah karena di-DO. Arin sih tidak masalah, tapi yang jadi masalah adalah ia dimasukan ke sekolah yang sama dengan Gio dan Erlan. Dua cowok yang sangat, ah sudahlah, nanti kalian juga tau. Tak hanya itu, ia juga terpaks...