Arin mengusap peluh yang membasahi wajahnya. Cuaca pagi ini entah kenapa baginya terasa sangat panas. Kakinya mulai lelah berdiri, tapi kepala sekolah masih semangat memberikan petuah. Arin menunduk, mencoba menyembunyikan wajahnya dari sinar matahari. Namun, tiba-tiba ia bisa merasakan siswa di depan dan di samping barisannya bertukar posisi. Kini terik matahari tidak begitu terasa menyengat. Arin pun mengangkat wajahnya. Senyumnya mengembang saat mengetahui Gio sudah di depannya dan Erlan kini berada di sampingnya.
"Masih kepanasan, Seblak?" tanya Erlan pelan tanpa menoleh.
"Enggak terlalu," jawab Arin. "Makasih yah,"
"Jadi cuma Erlan doang nih yang diucapin makasih?" celetuk Gio dari depan Arin tanpa menoleh juga
Arin terkekeh. "Makasih, Gio."
Sudut bibir Gio tertarik ke atas. Kalau saja ia dan Arin tadi tidak ketiduran lagi, mungkin sekarang mereka tidak akan masuk barisan anak-anak terlambat saat ini.
"Maaf yah, Santen, gara-gara gue, lo jadi ikutan telat juga," sesal Arin.
Erlan menengok sekilas lalu kembali menatap depan. Tangan Erlan terjulur menepuk-nepuk puncak kepala Arin pelan. "Only for you and I will give you everything."
"Di mana coba nyambungnya?" cibir Gio. Kadang ia tak habis pikir dengan pasangan yang satu itu.
Arin mengabaikan cibiran Gio. Ia kembali menunduk untuk menyembunyikan wajahnya yang memanas. Ia pun bernapas lega saat upacara telah usai.
"Tumben kalian berdua terlambat," kata Bu Ayu, guru BK saat melihat Gio dan Erlan masuk ke rombongan murid-murid yang terlambat. "Oke, karena ini pertama kalinya buat kalian, kalian pungutin sampah aja hukumannya "
"Sama Arin kan, Bu?" tanya Gio.
"Memangnya kenapa kalau gak sama Arin?" Bu Ayu balik bertanya.
"Gak bisa, Bu! Soalnya kita adalah satu kesatuan yang tidak bisa dipecahkan kayak bilangan prima," jawab Gio.
Bu Ayu menggeleng mendengar ucapan muridnya yang satu itu. "Bilang aja sih kalau dia kembaran kamu, pakai istilah segala, dasar lebay!"
Gio menyengir lebar. "Kalau saya gak lebay, nanti Daddy saya bingung, Bu, saya ini anak siapa."
"Ya ya ya, terserah kamu aja." Bu Ayu tak mau ambil pusing. Ia masih cukup waras untuk tidak melanjutkan obrolan mereka. Ia pun memutuskan menghampiri murid-murid terlambat lainnya untuk diberi hukuman juga.
Arin, Gio, dan Erlan pun mulai memunguti sampah-sampah yang berserakan. Sesekali terdengar gerutuan dari mulut Arin yang membuat Erlan tersenyum samar. Arin menoleh saat mendengar suara ribut-ribut. Ia menyesali mengapa harus terlambat saat diadakannya free class yang membuat siswa-siswi lain bebas berkeliaran.
"Yaampun, jadi pengen bantuin Gio deh."
"Iya, gue juga jadi pengen bantuin Erlan."
"Walau lagi mungutin sampah gitu, mereka masih aja keliatan cakepnya."
"Orang ganteng mah bebas."
Arin mendengus. Fans Gio dan Erlan toh ternyata. Ia pun kembali melanjutkan hukumannya.
"Seblak, kalau lo capek, lo istirahat aja, biar gue sama Gio yang ngerjainnya," tutur Erlan disambut anggukan Gio.
"Gak apa kok," kata Arin. Namun, kegiatannya lagi-lagi terhenti saat ada dua sosok di hadapannya.
"Kalian dihukum?" tanya Chlora
"Enggak cuma disuruh mungutin doang," jawab Arin. "Bantuin dong!"
Chlora dan Fio pun saling menatap lalu kemudian menatap Arin lekat-lekat.
KAMU SEDANG MEMBACA
Bad Nerd #3
Historical FictionLagi-lagi Arin harus pindah sekolah karena di-DO. Arin sih tidak masalah, tapi yang jadi masalah adalah ia dimasukan ke sekolah yang sama dengan Gio dan Erlan. Dua cowok yang sangat, ah sudahlah, nanti kalian juga tau. Tak hanya itu, ia juga terpaks...