SATU KAMAR

5.1K 212 6
                                    

Aku mengendap-endap memasuki rumah. Mobil Moondy sudah terparkir di teras depan. Rasanya malas sekali untul masuk dan berhadapan dengan Moondy. Aku berharap dia sudah tidur sehingga aku tidak perlu bingung mencari jawaban dari pertanyaanya.

"Darimana kamu jam segini baru pulang ?" Pertanyaan Moondy menyambutku begitu membuka pintu rumah.

Kulihat dia duduk di depan tv tanpa sendirian. Tanpa menoleh ke arahku dia melontarkan pertanyaan itu. Aku memang keluar dari rumah untuk mencari tanpa ijin dari Moondy.

"Cari kerja." Jawabku seperlunya sambil berjalan ke arah kamar.

"Ngapain kamu cari kerja ?" Tanyanya lagi, kali ini dia menoleh ke arahku dan aku menghentikan langkahku.

"Apa salahnya aku cari kerja ? Bukan urusanmu kan ?"

"Tentu urusanku ! Kamu istriku !" Bentak Moondy sambil berdiri menatap marah kepadaku.

"Istri ? Sejak kapan? Bukankah itu hanya status ? Status di atas buku pernikahan dan di depan keluarga besar. Tidak untuk kita berdua."

"Jaga mulut kamu ! Apa kurang uang yang kuberikan selama ini ? Kamu mau minta tambah ? Bilang !"

"Aku mau cari kesibukan. Salah ? Aku bukan pembantu dirumah ini. Aku juga tidak pernah dianggap disini. Tidak ada yang menunggu dan kutunggu dirumah ini, jadi untuk apa aku menunggu di rumah selama 24 jam ?"

Moondy melunak. Kulihat dari wajahnya sepertinya dia sedikit merasa bersalah kepadaku. Tapi entahlah. Pria salju itu tak pernah bisa ditebak.

"Mulai besok aku akan mulai bekerja. Dan kamu tidak perlu kuatir, aku akan membersihkan rumah sebelum dan sesudah aku kerja. Aku janji pekerjaanku tidak akan membuatku melupakan tanggung jawabku di rumahmu dan Bulan."

Kutinggalkan Moondy yang masih berdiri menatapku dengan tatapan penuh kemarahan lagi.

***

Hari ini hari pertamaku bekerja. Syukurlah Tuhan masih menyayangiku. Aku tak perlu menunggu berhari-hari untuk mendapatkan pekerjaan. Cukup satu hari saja dan itu di penghujung sore aku diterima bekerja. Aku langsung sumringah ketika kepala toko kue yang cukup terkenal di deket kampus swasta Semarang ini menerimaku bekerja sebagai pelayan toko. Tugasku menerima pengunjung dan menunjukkan menu-menu di toko kami. Gaji yang ditawarkan tidak cukup besar, bahkan lebih besar dari uang bulanan pemberian mas Moondy. Tapi tak masalah, tujuanku bekerja bukan untuk mencari uang besar, tapi untuk membuatku mencari kesibukan di luar rumah agar aku tak merasa semakin tertekan di rumah.

"Kamu sudah berkeluarga ?" Tanya Arini. Teman baruku di toko ini.

Aku diam. Tak langsung menjawabnya. Tak ada yang perlu dibanggakan dari pernikahan kami. Tapi aku juga tidak mau berbohong.

"Woh ditakoni kok meneng wae ?" Tanyanya lagi.

"Belum." Akhirnya aku memilih untuk berbohong.

"Kamu?" Aku balik bertanya.

"Belum juga. Tapi aku udah ada calon. Kamu udah ada belum ?"

Aku hanya menjawab pertanyaan Arini dengan senyuman. Aku takut berbohong lagi. Sudah cukup pernikahanku saja yang kututupi, jangan yang lainnya.

"Mau bareng gak pulange ? Kebetulan aku ada urusan searah sama tempat tinggal kamu." Tawar Arini.

"Gak usah Rin. Aku masih perlu beli sesuatu Rin, jadi kamu duluan aja. Nanti aku tak naik angkot aja."

"Yaudah kalo gitu aku duluan ya ? Kamu ati-ati."

Aku memang sengaja tidak mau bareng Arini. Aku masih ingin berlama-lama di luar rumah. Aku tak ingin bertemu dengan Moondy dan Bulan dengan cepat. Mereka berdua sama saja menurutku, sama-sama jahat.

madu dalam perahu Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang