"Ngi, aku mau bicara." Sejak dari tadi Bulan mencoba untuk mengajakku bercara. Tapi aku sedang tidak mood untuk mendengar alasan apapun dari Bulan. Buatku mereka sama saja.
"Ngi, aku tau kamu belum tidur kan ?" Bulan kembali mengetuk pintu kamarku.
"Sudahlah sayang, ayo kita tidur." Terdengar suara mas Moondy menghampiri Bulan dari balik pintu.
"Tapi Pelangi masih marah sama aku sayang?"
"Besok kita coba jelaskan lagi sayang. Ini udah malam, besok kamu kan juga harus siapin sahur kan ? Yuk kita istirahat."
Lihatlah, betapa peduli dan perhatiannya mas Moondy pada Bulan. Aku iri dengan segala perlakuannya. Aku juga ingin diperhatikan dan diperlakukan dengan lembut seperti itu. Aku menangis di balik selimut. Aku benci keadaan ini.
Angin berhembus kencang malam ini. Aku terbangun tepat pukul jam dua pagi. Aku kembali merasakan kesedihan yang luar biasa. Entah kenapa disaat seperti ini aku ingat kepada sang pencipta. Aku membutuhkannya untuk berbagi hati, aku sadar bahwa selama ini aku belum bisa memperbaiki imanku padaNya, mungkin ini hukuman Tuhan atas sikapku yang tak pernah mendekat denganNya.
Kuambil air wudu, aku tunaikan shalat malam. Aku kembali menangis dan mengadu kepadaNya. Jika memang benar mas Moondy jodohku, kuatkan aku menghadapi segala ujian ini. Jika tidak aku ingin segera diakhiri pernikahan bodoh ini. Aku sungguh tersiksa dengan semua ini. Aku cuma manusia biasa yang tak bisa tahan dengan segala ujian dan rasa sakit hati.
Hari ini jadwalku mempersiapkan makanan sahur. Inginnya tidak memperdulikan mereka, tapi aku tetap tidak bisa. Aku akan sangat berdosa jika membuat mas Moondy dan Bulan tidak sahur karena keegoisanku. Tepat pukul setengah empat Bulan dan mas Moondy keluar dari kamar. Semua makanan sudah kupersiapkan dengan rapi. Selama makan aku tak sedikitpun mengeluarkan suara. Memandang mereka pun tidak.
"Ngi.. " Bulan mendekatiku saat aku mencuci piring.
"Kenapa Lan ?" Jawabku tanpa menoleh kepadanya.
"Aku minta maaf, aku mau kita bicara, aku mau menjelaskan semuanya."
"Gak usah Lan, itu kan hak kalian. Aku yang salah karena sudah membentak kalian di depan cafe milik mas Moondy. Aku minta maaf ya."
"Bukan begitu, aku sebenarnya sudah meminta Moondy untuk mengajak kamu, tapi Moondy bilang rekan bisnisnya itu ke Semarang hanya kemarin, sedangkan kamu kebetulan masuk shift siang, jadi .... "
"Terima kasih untuk penjelasannya, lain kali tidak perlu berbohong lagi. Ada atau tidaknya rekan bisnis mas Moondy lebih baik kalian jujur jika ingin makan berdua."
"Ngi ... "
"Heh ! Jangan ngelunjak ya kamu ! Kurang baik apa Bulan sama kamu ? Jangan bikin dia ngemis-ngemis ya buat dapetin maaf dari kamu ! Sadar diri jadi orang! Kamu gak pantes memperlakukan Bulan seperti itu !"
Aku yang sedari tadi sibuk mencuci piring dan berusaha untuk setenang mungkin menghadapi permintaan maaf Bulan tiba-tiba langsung sakit hati saat mendengar Moondy yang menurutku sangat merendahkanku.
"Aku tidak meminta Bulan untuk meminta maaf dan menjelaskan semua kejadian padaku. Aku sadar diri kok siapa aku disini. Hanyalah istri yang dianggap tidak lebih dari orang asing. Bahkan mungkin pembantu di rumah ini. Tapi aku juga masih punya harga diri. Berhenti kamu merendahkan aku seperti itu ! Sudah cukup kalian berdua menyakiti. Jangan ditambah lagi dengan membohongiku dan merendahkan aku. Setidaknya anggaplah aku manusia yang punya hati sama seperti kalian dirumah ini!" Kutinggalkan mereka berdua masuk kedalam kamar. Tangisku kembali pecah. Aku semakin tak kuat lagi dengan keadaan ini.
KAMU SEDANG MEMBACA
madu dalam perahu
Non-Fictionaku istri sahnya secara negara dan agama. namun bukan hanya aku saja. masih ada gadis ayu yang bernama Bulan yang juga menjadi istri sah negara dan agama.