Sepanjang perjalanan kami hanya diam. Mas Moondy fokus dengan kemudinya dan aku sesekali menatapnya penuh curiga. Otakku masih belum bisa menerima perubahan sikapnya malam ini kepadaku.
"Jangan terus-terusan melihatku. Bisa tambah jatuh cinta kamu nanti padaku." Kata mas Moondy tanpa menoleh kepadaku.
"Tambah ? Siapa memang yang mencintai kamu ?"
"Ya kamulah, kamu kan selalu minta diperlakukan adil olehku apa itu bukan cinta namanya ?"
"PD banget kamu mas. Aku ini istri kamu juga. Aku sama dengan Bulan statusnya. Jadi aku juga berhak dong meminta keadilan dari kamu ?"
"Kamu aja tidak melakukan kewajibanmu padaku, untuk apa aku harus adil ?"
"Kewajiban apa yang kamu maksud ?"
Mas Moondy tak menjawabnya. Dia hanya tersenyum sinis. Astaga ! Aku tau apa yang dia maksud.
"Jangan harap mas. Aku hanya akan memberikannya jika kamu sudah bisa mencintaiku."
"Aku juga tidak akan meminta padamu. Cintaku hanya untuk Bulan. Aku juga tidak nafsu sama sekali padamu. Basan saja sudah kaya papan. Paham !"
"Kalau begitu ceraikan aku mas. Untuk apa kamu harus mempertahankan pernikahan ini ? "
"Nanti. Tunggulah. Tidak lama lagi aku akan menceraikanmu. Doakan Bulan segera hamil. Agar keinginanmu untuk berpisah dariku segera terkabul."
"Jahat kamu mas !"
"Tenanglah, aku juga tidak akan meminta hakku kepadamu, kalau bukan karena Bulan yang merengek-rengek agar aku tidur denganmu, aku tidak akan tidur sekamar denganmu."
"Sudah cukup! Aku sudah tau. Tidak perlu kamu mengulanginya kembali. Kamu tidak perlu repot-repot tidur denganku. Aku juga gak butuh."
Aku duduk memunggungi mas Moondy. Aku tak habis pikir jika di dunia ini ada lelaki sekejam dia. Aku tak sudi melihat wajahnya. Terlalu sakit perlakuan mas Moondy padaku.
"Segera bereskan pakaianmu!" Perintah mas Moondy begitu kami sampai rumah.
"Besok pagi setelah subuh kita akan pulang ke Solo." Lanjutnya.
Aku tak menjawabnya, terus melangkah menuju kamarku.
"Tujuan pertama kita kerumahmu. Besok setelah shalat ied, kita langsung kerumahku. Kita akan di rumahku selama 3 hari. Siapkan apa yang kamu butuhkan."
Aku masih tetap tak menghiraukan perkataan mas Moondy. Hanya menghentikan langkahku untuk mendengarkan perkataannya.
"Dan ingat, bersikaplah sebagai seorang istri yang baik. Sekali mereka curiga terhadap pernikahan kita karena tingkahmu,, kamu akan tau akibatnya. Pikirkan penyakit jantung bapakmu."
Brak !!! Aku menutup pintu kamarku dengan kencang. Aku menangis.
***
Kami berangkat menuju Solo selepas Subuh. Sepanjang perjalanan kami saling diam. Aku pura-pura tidur di mobil, dan sesekali kulirik mas Moondy yang fokus dengan kemudinya. Setelah 3 jam perjalanan sampai juga kami dirumahku.
"Assalamuaikum Buk, Pak." Salam kami saat sampai di rumah.
"Walaikumsalam. Oalah mas Moondy sama Pelangi." Sambut ibuku dari dalam.
"Ayo masuk-masuk, istirahat dulu kalian. Pasti capek perjalanan jauh Semarang Solo." Perintah bapak.
"Njih bapak, matursuwun." Ucap mas Moondy sopan.
Pada dasarnya mas Moony ini orangnya sopan. Dia juga rajin beribadah kalau dirumah. Kami sering beribadah bersama jika lagi berkumpul. Namun belakangan memang aku memilih untuk menghindar dari mereka. Kujadikan pekerjaanku sebagai alasan untuk tidak shalat berjamaah dengan mereka. Tuhan ampunilah dosaku. Di depan orang tua kami dia selalu ramah. Mungkin dia pantas mendapatkan piala citra untuk aktingnya. Akting tentang sikap dia kepadaku saat di depan orang dan dibelakang orang.
KAMU SEDANG MEMBACA
madu dalam perahu
Nonfiksiaku istri sahnya secara negara dan agama. namun bukan hanya aku saja. masih ada gadis ayu yang bernama Bulan yang juga menjadi istri sah negara dan agama.