Aku masih memeluk AlQuran di tanganku, jam sudah menunjukkan pukul 3 dini hari. Sudah satu jam aku bersujud dan meminta kepada Tuhan apakah segala keputusan yang kuambil itu benar atau salah.
"Hanya demi Cilla mas. Bukan yang lain." Kataku saat aku menerima permintaan mas Moondy.
Pada akhirnya pintu maaf itu kuluncurkan juga dari bibirku. Aku mengalah pada keadaan. Aku menyerah pada perasaanku sendiri yang ternyata tak bisa menghapus cintaku pada mas Moondy. Biarlah aku dianggap terlalu bodoh atau bahkan perempuan yang lemah, nyatanya memang aku perempuan yang lemah dan tak berpendirian. Mas Moondy terus memaksaku untuk memaafkan segala kesalahannya. Dia menggunakan kesempatan disaat hatiku terluka saat aku mengetahui Dito kecewa padaku. Aku menerimanya kembali menjadi suamiku. Kucabut gugatan cerai yang tinggal menunggu palu hakim itu, dan lusa nanti, kami akan kembali melakukan akad nikah. Mas Moondy dengan segala janjinya akan berubah. Dengan janjinya untuk mencintaiku, dengan segala janjinya untuk tidak akan menyakitiku lagi seperti dulu. Dan aku berharap semoga aku tidak salah mengambil keputusan ini. Jangan hujat aku. Karena aku hanya manusia biasa. Kuambil keputusan ini bukan tanpa alasan, aku terus bersujud dalam doa, dan mas Moondy selalu ada di setiap mimpiku. Dan Cilla ? Seolah dia mengerti bahwa kedua orang tuanya akan kembali bersatu, dia terus menenus tertawa dan jarang sekali rewel seperti biasanya. Biarlah Cilla bahagia melihat kedua orang tuanya kembali bersama, Lalu aku ? Semoga aku masih bisa bertahan dengan hati dan fikiran yang lebih dewasa.
"Apakah kamu serius dengan keputusan kamu Ngi ?" Tanya bapakku.
Aku diam. Tak menjawab pertanyaan yang di lontarkan bapakku.
Hari ini mas Moondy dan keluarganya datang untuk memintaku kembali menjadi menantu keluarga mereka, istri mas Moondy. Aku tidak tau apa yang sudah dikatakan mas Moondy pada keluarganya, tapi kulihat wajah mama dan papa beserta kakak mas MOondy begitu bahagia. Kebagahagiaan yang sama seperti saat dulu mereka datang pertama kali untuk melamarku.
"Saya sudah membicarakan ini dengam Pelangi pak. Dan Pelangi mau memaafkan saya. Saya sungguh ingin rujuk bersama Pelangi pak."
"Lalu apakah kamu siap untuk bercerai dengan istri keduamu itu dan kamu hanya memiliki Pelangi seutuhnya ?"
"Bahkan sekarangpun saya siap pak untuk meninggalkan semua tentang Bulan." JAwab mas Moondy mantap.
"Pak ...." Aku angkat bicara.
"Ya nduk."
Aku berlutut di hadapan bapakku. Aku memeluknya sambil menangis tersedu. Hatiku terasa sungguh sangat perih pada peristiwa seperti ini. Aku memang sudah memaafkan mas Moondy atas segala kesalahannya padaku karena rasa cintaku yang cukup besar padanya. Aku hanya takut satu hal jika suatu saat bapak akan kembali kecewa denganku dan mas Moondy lagi.
"Restui Pelangi untuk kembali menjalin kehidupan rumah tangga dengan mas Moondy dan Bulan pak." Kataku sambil bersimpuh di kedua kaki bapakku.
"Kamu mau poligami lagi nduk ?"
Aku mengangguk dengan penuh isak.
"Jika Pelangi kembali maka mas Moondy juga tidak boleh menceraikam Bulan. Biarlah kami menjalani dulu. Biarlah Pelangi merasakan keadilan dari mas Moondy. Jika suatu saat Pelangi menyerah maka Pelangilah yang akan pergi pak."
"Kamu sudah yakin bisa menerima itu ? Poligami itu berat nduk." Ibuki ikut berbicara sambil menangis.
"Biarlah Pelangi menjalani dulu buk pak. Bapak dan ibu hanya perlu mendoakan Pelangi agar semua berjalan dengan baik. Agar tak ada yang merasa tersakiti satu sama lain. Pelangi dan Bulan sama-sama wanita pak, Pelangi tau apa yang dirasakan Bulan sekarang sama dengan apa yang Pelangi rasakan dulu. Apalagi sekarang Bulan sedang sakit, betapa jahatnya Pelangi jika Pelangi memanfaatkan kesempatan ditengah rapuhnya Bulan untuk bercerai dari mas Moondy."
KAMU SEDANG MEMBACA
madu dalam perahu
Non-Fictionaku istri sahnya secara negara dan agama. namun bukan hanya aku saja. masih ada gadis ayu yang bernama Bulan yang juga menjadi istri sah negara dan agama.