TALAK

8K 333 7
                                    

Mas Moondy memangdangku dengan wajah penuh kemarahan. Wajahnya memerah padam penuh kebencian. Sedangkan Bulan dia menangis sambil bersimpuh di lantai. Tangannya mengusap kue yang menutupi wajahnya. Aku tak mau lagi melihat mereka. Aku dan Amir menggandeng Arini keluar dari cafe milik mas Moondy. Semua mata tentu memandang aneh kepada kami. Aku tak tau bagaimana nasibku setelah ini nanti. Tapi aku bersyukur pada Arini karena telah mewakiliku melakukan balas dendam itu pada mas Moondy dan Bulan. Biarlah mereka merasakan apa yang aku rasakan saat ini.

Plakk !!!!!

Tangan Moondy menampar pipiku dengan begitu keras hingga aku terjatuh ke lantai. Jangan bertanya bagaimana rasanya, sudah pasti perih dan sakit. Bulan duduk di kursi sambil terus menangis tersedu tanpa melihatku sedikitpun diperlakukan sekasar itu oleh Moondy. Mungkin dia juga yang meminta Moondy melakukannya padaku. Aku tak tau.

"Lancang kamu ya !" Tunjuk Moondy padaku.

"Bukankah sudah kubilang sekali kamu menyakiti Bulan kamu akan berurusan denganku!" Lanjutnya.

"Apa maksudmu membawa temanmu untuk menghancurkan pesta ulang taun pernikahan kami ? Kamu iri ? Hah !" Moondy duduk sambil mencengkeram pipiku dengan kencang hingga terasa nyeri terkena gigi.

"Jangan mentang-mentang aku sudah baik hati sama kamu, kamu jadi ngelunjak !" Kata Moondy sambil menghempas wajahku dengan kasar.

"Kamu tau, tadi banyak teman-teman dan rekan bisnis Bulan. Tapi kamu, temanmu dan selingkuhanmu itu merusak semuanya. Kalian mempermalukan Bulan dan membuat dia terluka seperti itu !" Teriak Moondy tepat di depan wajahku.

"Amir bukan selingkuhanku!" Aku mencoba menjawabnya.

"Diam ! Jangan berani membantahku! Dari awal aku sudah menduga kalau hal ini akan terjadi, semakin aku baik padamu, semakin kamu ngelunjak !"

Plak !!!! Sekali lagi Moondy menamparku. Kali ini aku sedikit pusing karenanya.

"Aku juga istrimu. Statusku dengan Bulan itu sama. Sama-sama istri sahmu. Seharusnya kamu bisa adil memperlakukanku sama dengan Bulan. Tapi pada kenyataanya apa ? Tidak kan ?" Lanjutku.

"Adil ? Harus aku adil pada anak kecil yang tidak tau seperti kamu ? Dengar baik-baik, jika bukan karena Bulan yang memintaku untuk bersikap baik padamu, dan dia juga memintaku untuk melakukan kewajibanku sebagai seorang suami padamu, aku tidak akan sudi! Taukah kamu aku menyesal telah menidurimu!"

Aku menatap Moondy nanar. Hatiku sungguh sakit dan terluka.Ternyata benar mereka berdua manusia-manusia jahat dan tidak punya hati.

"Aku yang seharusnya menyesal telah memberikan mahkotaku padamu. Dan kamu tau mas, aku tidak pernah menyesal dengan apa yang Arini lakukan padamu dan Bulan. Buatku kalian berdua pasangan pembohong memang pantas untuk mendapat perlakuan seperti itu! Seharusnya aku biarkan saja tadi Arini kembali memperlakukan kalian dengan buruk. Aku menyesal kenapa tadi memisah kalian dan membawa dia pulang."

Plakkkk !!!!!

Moondy kembali menamparku. Kali ini darah keluar dari sudut pipiku. Sakit ? Tidak ! Hatiku lebih sakit dari ini.

"Malam ini juga kutalak kamu ! Kita bercerai !" Ucap Moondy dengan lantangnya.

"Sayang jangan ! Kamu jangan gegabah." Bulan akhirnya angkat bicara dan langsung berdiri memegang tangan Moondy.

"Ini yang aku tunggu." Ucapku.

"Terimakasih untuk luka selama 2 tahun ini. Dari kalian berdua aku tau bagaimana arti sebuah kebohongan, arti cinta, arti hidup, arti ketidakadilan. Terimakasih untuk kisah yang kalian ukir di hatiku. Semoga kalian berdua bahagia. Kutunggu surat resmi perceraian darimu."

Aku mencoba berdiri meskipun kepalaku terhuyung. Aku pergi meninggalkan Bulan dan mas Moondy Aku menangis sejadi-jadinya di dalam kamar. Aku segera membereskan pakaianku ke dalam koper. Semuanya kubawa tanpa sisa. Dari luar Bulan terus mengetuk pintu kamarku dan berusaha memintaku untuk keluar. Aku tak habis pikir dengan apa yang dia mau. Ketika aku ditampar  mas Moondy dia diam saja. Begitu mas Moondy menalakku justru dia melarang. Entahlah. Yang jelas aku membenci mereka.

****

Aku keluar dari Rumah mas Moondy saat mereka berdua sudah terlelap dari tidurnya. Sekitar jam 2 pagi aku berjalan mengendap mengambil motor dan mengendarainya tak tau arah. Aku menuju ke masjid Agung Semarang. Kucurahkan segala kegundahan hatiku pada sang Maha Pencipta. Aku meminta maaf padanya karena selama ini aku menjauh darinya. Dan aku terima jika memang ini hukuman dariNya untukku. Satu yang aku minta semoga aku kuat untuk hidupku selanjutnya setelah ini.

"Kamu yakin akan pergi dari sini dan meninggalkan kota ini?" Tanya Arini.

Aku mengangguk. Lepas subuh sekitar jam 5 pagi aku pergi kerumah Arini. Aku berpamitan padanya dan mengucap terimakasih padanya atas segala kesalahanku selama ini.

"Maafin aku ya Ngi, semua gara-gara aku."

"Kamu gak salah Rin, justru aku yang berterimakasih kepadamu. Jika tidak begitu mas Moondy tidak akan menalakku. Aku menunggunya sudah lama Rin. Dan sekaranglah waktunya.

"Kabari aku jika kamu sudah sampai ya."

"Iya Rin. Aku pergi dulu ya. Kamu sehat-sehat ya sama debaynya. Semoga lahiran lancar nanti. Semoga kita tidak putus pertemanan ya."

"Amin ... Datang ya kalau aku lahiran nanti. Aku kabarin kamu."

"InsyaAllah. Sampaikan salamku untuk bu Sonya ya Rin. Aku minta maaf jika tidak bisa berpamitan dengan baik padanya." 

"Bu Sonya pasti akan mengerti kok Ngi. Kamu baik-baik ya."

Setelah dari rumah Arini aku pergi ke rumah Amir. Aku menitipkan motor mas Moondy padanya untuk diantar ke rumah mas Moondy. Selain motor aku juga menitipkan cincin pernikahan dan cincin pemberiannya dulu. Cincin yang sama persis dengan milik Bulan. Kenapa aku harus meminta tolong Amir, karena kupikir mereka berdua sesama pria, dan biar sekalian mas Moondy pikir kalau aku memang ada hubungam dengan Amir seperti tuduhannya dulu.

"Kamu hati-hati ya Ngi." Kata Amir.

"Terimakasih untuk semuanya ya Mir. Aku minta maaf selalu merepotkanmu."

"Ngi, jika kamu sudah resmi berpisah dari suamimu, ijinkan aku untuk membahagiakanmu nanti." Kata Amir .

"Kamu berhak mendapatkan gadis yang lebih baik dari aku Amir, setelah ini aku hanyalah seorang janda." Jawabku sambil tersenyum 

"Tapi perasaanku belum berubah Ngi." 

"Mir, kalau jodoh kita pasti bisa bertemu kembali. Aku pergi dulu ya." Aku tersenyum dan meninggalkannya memasuki terminal bus.

*****

"YaAllah nduk, kenapa kamu nggak pernah cerita sama bapak dan ibu ? Kamu anggap apa orang tuamu ini?" Ibuku menangis begitu mendengar semua ceritaku.

"Bajingan si Moondy itu. Kalau ketemu sama dia lagi bapak akan habisi dia." Bapakku ikut murka.

"Sudahlah pak, Pelangi tidak mau bertemu dengan dia lagi. Mendengar namanyapun Pelangi tidak sudi. Pelangi sudah menutup buku tentang dia dan istrinya."

"Maafkan bapak dan ibu ya nduk. Gara-gara kami, kamu harus mengalami penderitaan yang cukup berat." Bapakku memelukku menangis dan meminta maaf padaku.

"Bapak nggak perlu minta maaf. Mungkin ini sudah jalan takdir Pelangi. Maafkan Pelangi juga yang tidak bisa menjalani amanat almarhum kakeknya mas Moondy pak."

"Sudahlah. Lupakan hal itu. Sekarang urus segera perceraianmu dengan Moondy." Pinta Ibuku.

"Iya buk. Pelangi akan segera mengurusnya. Tidak ada lagi yang perlu dipertahankan dari rumah tangga ini." Jawabku.

Aku lega pada akhirnya aku bisa menceritakan semua pada orangtuaku. Alhamdulillah penyakit jantung bapakku juga tidak kambuh saat tahu kejadian yang sebenarnya. Aku ingin memperbaiki diriku. Aku ingin mendekatkan diriku pada Tuhan yang sudah memberiku kemudahan dalam menjalani semua ini sendiri selama hampir satu tahun.

Berikutnya aku akan mengurus surat perceraianku dengan mas Moondy. Kupikir satu tahun ini dia akan mencariku. Ternyata tidak. Terakhir Bulan sempat menginbox facebookku dan memintaku untuk pulang, itu juga sudah 7 bulan lalu. Sedangkan Moondy sama sekali tidak menghubungiku.

madu dalam perahu Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang