DIKURUNG

4.6K 231 6
                                    

Tintintintinn ........ Klakson sebuah mobil Pajero hitam yang ku kenal cukup mengganggu pendengaran kami. Ya ! Itu mobil milik mas Moondy Semua mata memandang ke arah mobil miliknya. Tentunya mereka terganggu dengan bunyi klakson mobilnya.

"Itu mobil suami kamu Ngi ?" Tanya Amir.

"Iya Mir. Maaf ya bikin kamu gak nyaman."

"Apa perlu aku bicara sama suami kamu ? Aku takut dia salah paham nanti melihat aku dan kamu makan bersama."

"Eh gak usah. Aku bisa mengurusnya sendiri. Kamu tenang aja."

"Kamu yakin ?"

Tintintintin ..... Mas Moondy kembali membunyikan klakson mobilnya. Tanpa keluar mobil dan membuka kaca mobil sama sekali aku tau maksudnya adalah menyuruhku segera meninggalkan Amir dan memasuki mobil.

"Ngi, itu mobil suami kamu ya ?" Tanya Amir yang langsung kubalas dengan anggukan.

"Mir, aku pulang dulu ya? Gak enak sama orang-orang."

"Iya Ngi kamu hati-hati, kalau butuh bantuan buat menjelaskan ke suami kamu, aku siap."

"Iya Mir, aku duluan ya. Makasih buat baksonya."

"Sama-sama Ngi."

Aku beranjak meninggalkan Amir dan memasuki mobil milik mas Moondy. Dia langsung melajukan mobilnya dengan kencang begitu aku menutup pintu mobil. Tak ada sepatah katapun yang keluar dari bibir kami. Suasana sunyi dan sepi di mobil. Sampai dirumah mas begitu turun dari mobil mas Moondy langsung menarik pergelangan tanganku dengan kasar dan mendorongku ke sofa ruang tamu.

"Mau jadi perempuan macam apa kamu ?" Tanya mas Moondy dengan nada tinggi begitu kami memasuki rumah.

"Apa maksud kamu mas ?"

"Apa yang kamu lakukan sama laki-laki itu ? Aku ketoko untuk menjemputmu, kamu gak ada. Tau-taunya kencan ?"

"Aku gak kencan. Toko tutup lebih cepat karena hari ini laris. Kemudian Amir mengajakku makan bakso karena ingin berbicara sesuatu padaku. Dan aku tidak kencan dengannya!"

"Ada urusan apa kalian berdua sampai harus berbicara?"

"Harus aku bercerita ke kamu ?"

"Aku suamimu !"

"Suami di atas buku pernikahan. Ingat itu mas! Kamu saja tidak mengaggapku sebagai istri, kamu tidak pernah adil padaku, kamu menganggapku seperti orang asing padahal itu di kamarku sendiri. Dan sekarang aku bersama laki-laki lain kamu baru mengakui kalau aku istrimu ?"

"Diam kamu!" Kurang selangkah lagi mas Moondy hampir menamparku jika Bulan tak mencegahnya.

"Sayang. Jangan lakukan itu." Kata Bulan sambil menurunkan tangan mas Moondy.

"Bagaimana aku bisa adil jika kelakuanmu saja seperti itu. Tidak mau menuruti perintahku !"

"Tidak menuruti seperti apa yang kamu maksud ? Kurang patuh apa aku padamu ? Dari permintaanmu menikahi Bulan, tidur di sofa saat jatahmu tidur bersamaku, menjadi pembantu di rumah ini, bersandiwara di depan kedua orang tua, apa itu masih kurang patuh ?"

"Ngi .... " Bulan mencoba mendekatiku.

"Bilang sama suami kamu Lan, aku juga manusia. Sudah cukup dia melukai hati dan perasaanku. Jangan ragaku." Aku meninggalkan mereka berdua masuk ke dalam kamar.

"Dengar Pelangi ! Mulai besok kamu tidak boleh bekerja lagi ! Dirumahlah! Kemanapun kamu keluar akan kuantar ! Dan jangan membantah perintahku! Jika perlu uang bulananmu kutambah 3x lipat !" Teriak mas Moondy dan aku sama sekali tidak memperdulikannya.

*****

Beruntungnya aku hari shift pagi. Aku tak meninggalkan kamarku sampai Bulan dan mas Moondy berangkat bekerja. Bulan beberapa kali mengetuk pintu kamarku untuk mengajak kami sarapan bersama. Tapi aku menolaknya. Aku tidak mau bertemu dan bertatap muka dengan mas Moondy. Pintu rumah utama di kunci oleh mas Moondy. Sial dia benar-benar mengurungku dirumah.

"Halo mas Moondy."  Tanyaku pada mas Moondy melalui sambungan telepon.

"Apa ?" Jawabnya.

"Aku mau kerja. Bagaimana bisa kamu mengunciku begini ?"

"Bukankah aku sudah bilang kalau kamu tidak boleh bekerja lagi? Lihatlah mbangkingmu, sudah kutransfer lebih banyak, kamu hanya perlu dirumah tak perlu bekerja. Makan pagi dan siang sudah disiapkan oleh Bulan, kamu tinggal istirahat dirumah sambil menungguku pulang kerja."

Kututup telponnya. Tak ada gunanya aku berdebat dengannya lewat telepon. Aku bingung karena tidak bisa keluar dari rumah. Kuputuskan untuk pamit pada bu Sonya dan Arini dengan alasan sakit. Syukurlah mereka mengijinkanku. Jika mas Moondy pulang aku akan buat perhitungan padanya.

***

Aku mondar mandir di depan pintu menunggu mas Moondy pulang dari kantornya. Tepat jam 4.30 dia sampai dan langsung membuka pintu rumah.

"Ngapain kamu berdiri disitu ? Apakah kamu sudah membereskan pekerjaan rumah ?" Tanya mas Moondy ketus.

"Lihatlah semuanya, bahkan debu satupun tidak ada yang menempel." Jawabku.

"Bagus dong." Katanya sambil melangkah ke dalam rumah, tak lupa dia kembali mengunci pintunya.

"Sekarang aku betul-betul menuntut keadilan dari kamu !" Kataku sambil mengekot di belakangnya.

"Keadilan yang mana ? Aku sudah adil padamu. Atau kamu minta kita ... "

"Apa alasan kamu mengurung aku dirumah ?" Tanyaku memutus bicaranya yang mulai ngelantur.

"Bukankah sudah kubilang aku tidak suka kamu bekerja ! Bahkan uang bulanan yang kuberikan sudah tiga kali lebih besar dari gajimu. Aku ingin kamu dirumah fokus membersihkan rumah."

"Mas Moondy. Kamu tidak perlu kuatir akan kewajibanku dirumah ini. Aku selalu mengerjakannya setiap waktu sebelum aku berangkat dan sepulang aku kerja. Aku tidak pernah lupa akan hal itu. Jadi kamu tidak perlu takut rumahmu kotor karena aku bekerja!"

"Kamu mau membantahku lagi !" Mas Moondy mulai menggertakku.

"Hey kalian kenapa lagi ?" Tanya Bulan yang baru sampai dari butiknya.

"Lihatlah Bulan saja kamu ijinkan bekerja ? Kenapa aku tidak ? Apa bedanya aku dengan Bulan ? Padahal dia juga tidak pernah membersihkan rumah, sedangkan aku setiap hari melakukan pekerjaan rumah. Tidak pernah sekalipun aku lupa akan kewajibanku dirumah ini, tapi bagaimana perlakuanmu padaku ?"

"Karena Bulan wanita mandiri. Dia juga menghargai aku sebagai suaminya, tidak pernah dia berkencan dengan orang lain seenaknya seperti kamu !"

"Sudah kubilang aku tidak berkencan dengan Amir. Aku bekerja bukan hanya untuk mencari uang, tapi juga untuk menyibukkan diriku dari prahara rumah tangga yang kalian buat ! Kamu kenapa sih selalu membeda-bedakan aku sama Bulan ? Apa salahku sama kamu ? Bukankah segala kewajibanku dirumah ini sudah kulakukan ? Aku bahkan sudah tidak pernah menuntut apa-apa lagi padamu, tapi kenapa kamu tidak pernah sedikit saja mengerti aku ?"

"Pelangi sudah jangan membantah mas Moondy. " Bulan mendekat dan memelukku.

"Lepasin aku !" Kataku menolak pelukan Bulan.

"Ngi sudah. Kita bisa bicarakan baik-baik nanti. Jangan pakai emosi."

"Kamu ga akan pernah ngerti Lan gimana rasanya diperlakukan secara tidak adil oleh suami sendiri. Seandainya kamu jadi aku, aku yakin kamu gak akan pernah membela suami kamu itu.  Kataku sambil berlalu meninggalkan mereka dan masuk kamar.

***

madu dalam perahu Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang