Sejak pulang dari Solo hingga saat ini aku dan mas Moondy sudah tak pernah tidur bersama lagi. Sering aku mendengar Bulan meminta mas Moondy untuk tetap tidur bersamaku sesuai jadwal yang ada, tapi jutru aku yang menolaknya. Aku tidak butuh perlakuan adil secara terpaksa. Toh mas Moondy tidur dikamarku juga justru membuatku tidak bisa tidur dengan nyaman karena aku harus tidur di sofa.
"Ngi .... "
"Iya Lan ? Kenapa ?"
"Moondy sakit, badannya panas."
"Gak dibawa ke dokter ?"
"Justru itu, bisakah kamu hari ini libur kerja ? Aku kebetulan ada meeting penting sama customer aku. Dan itu gak bisa dibatalin."
"Apa mas Moondy mau kurawat ?" Tanyaku ragu.
"Kenapa ga mau ? Kamu kan juga istrinya."
"Oh yaudah biar aku ijin bosku nanti."
"Makasih ya Ngi. Aku berangkat dulu ya, buru-buru banget soalnya udah ditunggu."
"Iya Lan, hati-hati."
Aku menarik nafasku dalam. Kuambil gawaiku untuk menelpon bosku meminta ijin hari ini untuk libur karena suamiku sedang sakit. Jelas saja langsung boleh. Mengingat beliau juga mengenal mas Moondy.
Kubuatkan teh hangat untuk mas Moondy sebelum aku naik ke lantai atas. Aku berhenti cukup lama di depan kamar Moondy, aku takut dia akan menolak pertolonganku. Kamar mas Moondy ternyata cukup luas, bahkan lebih luas dari kamarku. Jujur saja baru kali ini aku memasuki kamar mas Moondy setelah aku satu tahun lebih kami menikah.
Mas Moondy berbaring lemah di tempat tidurnya. Kamar tidur yang cukup luas untuk ditiduri dua orang. Kamarnya bernuansa biru muda. Meja rias milik Bulan tertata rapi penuh dengan alat-alat make upnya. Pantas dia selalu cantik, selengkap ini alat tempur wajahnya. Gumamku.
Aku letakkan teh hangat di samping tempat tidurnya. Sengaja tak kubangunkan karena kulihat dia begitu nyenyak. Aku tak ingin kehadiranku mengganggunya. Berjalanpun aku mengendap-ngendap. Aku pindah tempat menuju sofa dekat tempat tidurnya agar saat dia bangun aku bisa langsung mendekatinya. Sebenarnya aku ingin langsung turun begitu menaruh teh hangat, karena aku sedang tidak mood untuk bertengkar dengannya karena aku sudah berani menginjakkan diri di kamarnya. Tapi kuurungkan niatku.
"Ngi.. " Mas Moondy terbangun.
"Ya mas ?" Aku mendekat ke tepi ranjang mas Moondy.
"Bulan udah berangkat ?"
"Sudah sekitar 10 menit yang lalu."
"Aku mau ke toilet."
"Sini kubantu mas." Aku mendekat dan menyentuh lengannya.
"Aku bisa sendiri." Mas Moondy melangkah meninggalkanku menuju kamar mandi.
Disaat sakit seperti ini tetap saja dia teringat Bulan. Padahal aku yang di sampingnya. Bahkan bantuankupun tidak dia butuhkan. Seburuk itukah aku dimata mas Moondy?
Bruk !
Aku langsung berlari menuju ke kamar mandi. Kudapati mas Moondy sudah terduduk di lantai kamar mandi. Dia mengeluh kesakitan.
"Mas kamu kenapa ? Sini kubantu mas." Kali ini dia tidak menolak bantuanku.
Kupapah dia menuju tempat tidurnya.
"Diminum dulu tehnya." Kuberikan teh buatanku untuknya. Dan syukurlah dia tidak protes.
"Ada yang sakit ?"
Mas Moondy menggeleng.
"Kita ke rumah sakit aja ya ?"
"Aku cuma lelah, butuh istirahat. Gak perlu ke rumah sakit."

KAMU SEDANG MEMBACA
madu dalam perahu
Non-Fictionaku istri sahnya secara negara dan agama. namun bukan hanya aku saja. masih ada gadis ayu yang bernama Bulan yang juga menjadi istri sah negara dan agama.