Aku sudah bangun tidur dari petang tadi, tapi aku sungguh malas keluar kamar karena malas bertemu dengan Bulan dan mas Moondy. Aku akan keluar kamar saat mas Moondy dan Bulan sudah berangkat kerja. Biarlah pekerjaanku aku selesaikan nanti saja saat mereka berdua sudah tak dirumah.
"Ngi .... Aku tau kamu sudah bangun Ngi. Kita sarapan bareng yuk, aku udah masak nih nasi goreng sama bikin susu." Kata Bulan saat dia mengetuk pintu kamarku.
Aku mendengarnya, tapi aku sengaja tak menjawab panggilannya dan tidak membuka pintu kamarku.
"Ngi aku berangkat dulu ya, kamu jangan lupa sarapan Ngi, aku masih sisain makanannya. Oiya Ngi Moondy bilang kamu boleh kembali bekerja, dia tidak akan menguncimu lagi dirumah." Itu kata terakhir Bulan sebelum dia berangkat kerja.
Sepuluh menit setelahnya aku mendengar suara mobil bersahutan, itu berarti tandanya mas Moondy dan Bulan sudah berangkat kerja. Kubereskan tempat tidurku dan aku keluar dari kamar. Aku coba membuka pintu utama dan benar saja tidak dikunci. Aku tersenyum lega, segera kubereskan rumah dan langsung berangkat kerja.
"Silahkan ada yang bisa dibantu bapak ?" Sapaku pada pelanggan toko siang ini.
"Maaf saya mau mencari bu Pelangi." Jawab orang itu.
"Saya Pelangi pak. Ada apa ya ?"
"Ini mbak, kami dari dealer, ingin mengirimkan motor Scoopy ke ibuk. Alamatnya benar di toko roti ini."
"Tapi saya gak pesen pak."
"Bapak Moondy buk yang pesan. Beliau meminta agar motornya langsung diantar ke ibu. Bapak Moondy meminta kami untuk mengirim ke alamat toko ini."
"Hah ? Mas Moondy yang ngirim ini buat saya ?"
Aku bingung. Aku melangkah mengikuti petugas dealer itu keluar menurunkan motor Scoopy berwarna merah itu. Aku tidak mengerti apa maksud mas Moondy mengirimkan motor ini untukku.
"Bisa minta tolong untuk menandatangani tanda terimanya bu ? Biar segera saya turunkan motornya karena kami masih harus mengirim ke tempat lain."
"Oh iya pak, maaf." Aku mengambil kertas tanda terima dan tak berapa lama motor diturunkan dari mobil.
Aku masih berdiri mematung melihat motor baru di depan toko. Berkali-kali kulihat ponselku, tapi tidak ada satupun orang yang menghubungiku, baik itu Bulan ataupun mas Moondy. Apa sebenarnya rencana mas Moondy terhadapku ? Sebentar marah, sebentar baik.
"Heh ngopo kok ngelamun ?"
"Enggak Rin, aku cuma bingung aja soalnya mas Moondy ga bilang mau beliin aku motor."
"Kan suprise Ngi. Kalo ngomong ra kejutan jenenge. Romantis yo mas Moondy ki. Aku ya pengen lho."
"Ya tapi masalahnya ...... " Aku menghentikan ucapanku, hampir saja aku keceplosan tentang pertengkaranku.
"Ngopo ?"
"Enggak Rin, ga pa-pa kok."
"Yok makan-makan yok, traktiran motor baru." Celoteh Arini.
"Iya, besok ya Rin kutraktir kamu."
"Weh, serius ? Aku guyon (bercanda) lho, dadi ra penak aku."
"Iya ga pa-pa Rin, anggap aja syukuran."
"Asyik. Suwun (makasih) yo Ngi."
"Kan belum. Besok aja makasihnya. Haha"
"Eh iyo. Hahaha ..."
"Rin, aku mau telpon mas Moondy dulu ya?"
"Hooh sana telpon dulu. Duh bojo kok gematine raumum." Celoteh Arini sambil masuk ke dalam toko.
Aku sudah mencoba berkali-berkali telpon mas Moondy, namun tidak pernah diangkat sama sekali. Aku juga sudah coba mengirim pesan, tapi sayangnya pesanku di aplikasi berwarna hijau itu hanya dibaca tanpa ada balasan. Aku mendengus kesal, sudah menyerah dengan tingkahnya yang sok itu.
"Mau langsung pulang apa jalan-jalan pakai motor baru dulu Ngi ?" Tanya Arini.
"Pulang Rin, mau bicara sama mas Moondy aku."
"Ceilah, romantisnya. Yowes ati-ati ya dijalan."
Pukul 5 sore saat jam pulang kerja. Dengan menggunakan motor pemberian mas Moondy aku melaju melintasi kota Semarang. Aku tidak mampir kemana-mana, pikiranku sekarang hanyalah ingin bertemu mas Moondy dan menanyakan apa maksud dia memberikan motor itu padaku.
"Udah pulang Ngi ?" Tanya Bulan begitu aku sampai rumah.
"Udah Lan. Kok kamu tumben udah pulang ?"
"Iya kebetulan tadi ada urusan di deket sini, yaudah aku bablas pulang aja sekalian."
"Ummmm mas Moondy belum pulang ?" Tanyaku agak canggung karena sebelumnya aku belum pernah mencarinya.
"Belum. Mungkin sebentar lagi."
"Oh ..."
"Kenapa Ngi ? Tumben ?"
"Itu, tadi dia ngirimin motor ke aku. Aku kaget karena aku ngerasa gak minta motor ke dia. Dan lagi semenjak pertengkaran semalam aku belum bicara sama sekali padanya."
"Oh ... Jadi udah sampai motornya ? Kamu suka Ngi ?"
"Kok kamu tau ?"
"Beberapa hari terakhir semenjak kamu di antar sama teman laki-lakimu itu memang Moondy sudah berencana untuk membelikanmu motor."
"Kenapa ?"
"Kurang tau sih. Mungkin dia cemburu. Cieett Pelangi .... " Goda Bulan.
"Gak mungkinlah. Hubunganku sama dia tidak sebaik itu Lan."
"Siapa tau dong ? Kesabaranmu akan membuahkan hasil." Goda Bulan lagi.
Toktoktok .... Suara ketukan pintu. Aku melihat jam, sudah menunjukkan pukul setengah 6 petang. Itu berarti mas Moondy yang pulang.
"Aku aja yang buka boleh ?" Tanyaku pada Bulan.
"Boleh dong. Biar aku yang nyiapin air hangat buat Moondy kalau gitu." Ucap Bulan sambil melangkah ke dapur.
"Tidak perlu mengucap terimakasih." Ucap mas Moondy begitu aku membukakan pintu untuknya dan itu sukses membuatku manyun.
"Mas aku .. "
"Ingat ! Sekali lagi kamu diantar pulang atau boncengan sama temanmu itu, gak usah kerja sekalian! Bener-bener ku kurung kamu di rumah ini." Tunjuknya tepat di depan wajahku.
"Maksud kamu Amir ?"
"Ya siapalah itu namanya."
"Kamu beliin aku motor karena Amir ?"
"Iya. Karena aku gak mau jika ada saudara atau teman atau mungkin keluarga besar tau kamu suka boncengan sama laki-laki lain selain suami kamu sendiri."
"Amir baru sekali anter aku pulang. Itu juga karena aku gak dapat angkot. Dan soal aku makan bakso sama Amir itu karena dia mau bicara denganku soal kamu. Karena aku selama ini bilang bahwa aku masih single."
"Kenapa kamu tidak jujur soal pernikahan kita ?" Tanya mas Moondy.
"Tidak ada yang perlu dibanggakan, jadi untuk apa aku harus cerita sama orang kalau aku sudah menikah ?"
Mas Moondy menatapku. Dia menghampiriku. Langkahnya melangkap mantap. Wajahnya memerah seperti ingin menerkamku. Aku juga ikut melangkah mundur untuk menghindari amukan mas Moondy. Tapi sial. Belakangku pintu. Dan aku tak bisa kemana-mana lagi saat mas Moondy semakin mendekat ke arahku.
"Ingat ! Kamu itu istriku. Nyonya Moondy AlSegara. Jangan pernah sekalipun mencoreng nama baikku dan keluargaku. Meskipun hanya di atas buku pernikahan kamu tetaplah istriku. Paham !"
****
KAMU SEDANG MEMBACA
madu dalam perahu
Saggisticaaku istri sahnya secara negara dan agama. namun bukan hanya aku saja. masih ada gadis ayu yang bernama Bulan yang juga menjadi istri sah negara dan agama.