Tiga hari Cilla dirawat dirumah sakit akhirnya diijinkan untuk pulang. Selama Cilla dirawat keluarga kami bergantian menjenguk Cilla. Tapi tetap aku dan mas Moondy yang menjaga Cilla 24 jam. Sesekali mas Moondy sambil bekerja online dari rumah sakit. Mas Moondy jarang bicara sekarang. Dia juga kembali terlihat dingin, beda dengan dulu saat dia berusaha mati-matian untuk mempertahankan aku disampingnya. Berbicara padakupun hanya sesekali jika menawariku makan dan tentang Cilla, selebihnya tidak. Tapi ada yang aneh, dia tidak melakukan kontak telepon sama sekali dengan Bulan. Padahal dulu sedetik tak mendengar kabar Bulanpun dia sudah uring-uringan. Ponselnya sering tergeletak di nakas rumah sakit, bahkan tidak dia kunci. Layar wallpapernya foto dia bersama Cilla saat dirumahku. Jangan tanya kenapa aku bisa tau, entah kenapa jiwa kekepoanku berkelana jika mas Moondy sedang tidak ada di kamar. Saat dia mandi atau bahkan dia keluar untuk membeli makan aku buka ponselnya. Aku sendiri juga tidak tau kenapa bisa aku ingin tau soalnya, tapi percayalah bahwa aku tak pernah melihat isinya.
"Aku akan membawa Cilla pulang kerumahku."
"Nggak mas. Cilla ikut aku."
"Kamu mau Cilla sakit lagi ?"
"Cilla masih butuh ASIku mas. Kamu gak bisa membawa dia pulang bersama kamu!"
"Bisa kan kamu perah ASI kamu? Nanti biar aku yang ambil setiap hari."
"Gak mau mas. Jangan pisahin aku sama Cilla. Aku gak bisa jauh dari dia. Cilla sakit kan juga bukan karena kesalahanku mas, jadi kamu tidak bisa begitu saja membawa Cilla pergi." Aku menangis memohon kepada mas Moondy.
"Kalau kamu gak mau pisah dari Cilla, yaudah kamu ikut tinggal dirumahku." Kata mas Moondy masih tetap tidak melihatku sama sekali.
"Mas !"
"Hanya sampai Cilla benar-benar pulih. Setelah itu kamu bisa kembali ke rumah kamu dan membawa Cilla lagi. Dan kita lanjutkan urusan perceraian kita. Mau nggak ? Kalau tidak yasudah."
"Ya.... Yah ... " Panggil Cilla.
"Halo cantiknya ayah. Cilla mau ikut sama mama apa ayah ?" Tanya mas Moondy sambil menggendong Cilla.
"Ya ... Yah ... "
"Cilla ikut mama saja ya sayang ? Yuk... " Ajakku berusaha merebut perhatian Cilla.
Namun gagal. Cilla malah semakin erat memeluk mas Moondy. Dia malah mengeratkan tangannya ke leher mas Moondy dan meletakkan kepalanya di dada bidang mas Moondy.
"Kamu lihat sendiri kan dia lebih memilih ikut denganku daripada kamu."
"Oke. Aku pegang janjimu ya mas. Sampai Cilla benar-benar pulih."
Aku tak punya pilihan lain selain menuruti apa kata mas Moondy. Daripada aku harus berpisah dari Cilla. Setelah administrasi selesai, mas Moondy membawa kami pulang ke rumahnya. Rumah yang aku sama sekali belum tau selama menjadi istri mas Moondy. Rumah mewah di pusat kota Sukoharjo. Meski tak semewah rumah mas Moondy yang di Semarang, tapi untuk ukuran kota Sukoharjo, rumah ini cukup mewah dari lingkungan sekitarnya.
"Rumah siapa ini mas ?" Tanyaku begitu kita sampai dan memasuki halaman rumah.
"Rumahku." Jawab mas Moondy singkat.
"Baru mas ?"
"Sudah lama. Rumah ini kubeli untuk kita berdua sebenarnya jika kamu tidak menggugat cerai aku."
"Apaan sih mas ? "
"Kamar kamu diatas, yang ada tirainya, disebelahnya kamarku. Atau .... Kamu mau kita satu kamar saja ?" Tunjuk mas Moondy setelah kita memasuki rumah.
"Mas Moondy !"
"Bercanda." Kata mas Moondy sambil mentowel daguku dan langsung membuatku membelalakkan mata.
Aku melihat sekeliling rumah milik mas Moondy. Aku masih penasaran dengan rumah ini. Kapan dia mulai membuat rumah ini. Apakah rumah ini sebenarnya adalah milik Bulan ?
"Kamu kenapa ?" Tanya mas Moondy yang baru saja menidurkan Cilla di depan ruang tv.
"Mas kamu sengaja ya ?" Tanyaku menyelidik.
"Maksud kamu ?"
"Kamu sengaja mengambil kesempatan disaat Cilla sakit kan agar bisa membawaku berduaan bersama kamu ?"
"Bertiga. Ada Cilla juga kan ? Kamu gak nganggap Cilla ?"
"Jawab mas, jangan mencoba mengalihkan pembicaraan. Aku butuh penjelasan!"
"Ya emang aku salah kalau aku sengaja memanfaatkan kesempatan ini ?"
"Tentu saja salah. Kita kan ..... " Mas Moondy merengkuhku hingga aku terduduk di pangkuannya.
"Kamu benar-benar cantik." Kata mas Moondy tepat di depan wajahku.
"Mas apaan sih kamu ?" Aku memberontak dan ingin berdiri dari pangkuannya
"Bahkan aku bisa saja menidurimu sekarang untuk menggagalkan talak yang kuberikan padamu jika aku mau." Kata mas Moondy tegas, iris matanya masuk menembus kedua bola mataku. Tangannya begitu kuat meraih pinggangku.
"Jangan gila kamu mas !" Kataku sambil memukul dada mas Moondy.
"Tenanglah Ngi, aku tidak akan sebodoh itu. Aku ingin mendapatkan hatimu kembali. Bukan menyakitimu seperti dulu. Anggap saja dengan sakitnya Cilla ini bisa membuka hatimu kembali untukku, dengan berdua bersama di rumah ini membuat kita benar-benar bisa kembali." Katanya lagi sambil melepaskanku dari pangkuannya.
****
Hari ini aku sibuk memasak untuk sarapan pagi mas Moondy dan Cilla. Tinggal jauh dari perkotaan Solo membuat kami sedikit susah untuk membeli makanan, aku putuskan untuk berbelanja pada penjual keliling untuk makan kami. Cilla sudah mulai belajar jalan jadi dia sedang senang-senangnya berjalan. Sementara aku memasak, Mas Moondy bermain di belakang rumah bersama Cilla.
"Mas, sudah selesai."
"Cilla, mama udah masak, kita makan yuk." Ajak mas Moondy pada Cilla.
"Cilla biar aku suapin mas. Mas Moondy makan aja duluan." Kataku sambil meraih Cilla ke gendonganku.
"Ngi ..... " Mas Moondy meraih tanganku.
"Ya mas ?"
"Setelah sekian lama kita berpisah, aku rindu masakanmu, aku juga rindu makan bersamamu." Lanjutnya
"Mas, kamu gak salah ? Kamu bahkan dulu selalu menghina masakanku, makan bersamakupun hampir tidak pernah. Gak usah berlebihan ya mas. Aku tidak pernah lupa sama tindakanmu dulu padaku."
"Ngi, aku serius. Aku dulu bingung soalnya gimana memujimu. Aku terlalu gengsi. Makanya aku hanya bisa menghina masakanmu."
"Makan aja gengsimu mas." Aku beranjak pergi.
"Ngi .... " Mas Moondy meraih tanganku.
"Apalagi mas ?"
"Kamu cantik pakai hijab." Seketika jantungku berdesir hebat, apalagi saat mas Moondy mendekat dan mengelus kepalaku.
Ingat Ngi, jangan lagi termakan rayuan gombal mas Moondy. Mas Moondy itu pembohong. Pasti dia begitu karena ingin kamu kembali padanya, ingin mengambil Cilla dari tangan kamu. Kuabaikan mas Moondy. Kutinggalkan dia yang masih berdiri di dekat maja makan. Tak perduli lagi dengan panggilannya.
***
Sudah 3 hari aku tinggal bersama mas Moondy dan Cilla. Kelakuan mas Moondy menjadi semakin berlebihan, suka memujiku, suka merayuku dan lainnya. Meskipun terkadang aku tersipu dan jantungku berdesir hebat, tapi aku sama sekali tak ada niatan untuk kembali bersamanya. Keadaan Cilla sudah mulai membaik, dia sungguh sangat aktif sekali. Sesuai janji mas Moondy akan mengijinkan Cilla pulang setelah dia benar-benar sehat, dan kutagih itu.
"Aku mau pulang mas. Nanti Dito menjemputku dan Cilla."
"Aku bisa antar kamu."
"Gak usah mas. Makasih. Aku sudah janjian sama Dito kalau dia mau menjemputku."
"Ngi .... Aku bahagia kamu disini. Aku ingin kita bersama lagi kaya dulu." Mas Moondy mendekatiku.
"Mas Moondy aku gak bisa. Lebih baik kamu hidup bahagia dengan Bulan. Dan aku, biarkan aku bahagia dengan Dito."
"Kamu mencintai Dito ? Kalian sudah pacaran ?"
![](https://img.wattpad.com/cover/312147454-288-k141215.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
madu dalam perahu
Nonfiksiaku istri sahnya secara negara dan agama. namun bukan hanya aku saja. masih ada gadis ayu yang bernama Bulan yang juga menjadi istri sah negara dan agama.