"Ngi nanti sore ada acara gak ?" Tanya Arini.
"Enggak sih kayanya. Kenapa Rin ?"
"Anter aku cari soufenir yuk buat resepsi pernikahanku nanti, bisa ga ?"
"Boleh-boleh. Tapi bawa motor sendiri-sendiri yo, jadi biar gak ribet anter sana sini, kan arah kita beda."
"Oke siap. Eh Ngi, koe ngerti ora ?"
"Apaan ?"
"Si Amir."
"Kenapa ?"
"Dia galau berat setelah tau kamu punya suami."
"Masak sih ?"
"Heem. Dia lho curhat sama aku, mesakne tenan Ngi."
"Ya mau gimana lagi. Sampaikan maafku yo sama Amir. Kapan hari juga aku udah minta maaf langsung padanya. Ku kira udah selesai, ternyata masih berlanjut to ?"
"Lagian kamu sih duwe (punya) bojo bagus ora diakoni (diakuin). Kamu pikir membuang perasaaan itu gampang Ngi ? Uangel yoo."
"Maaf Rin. Aku gak nyangka kalau Amir secepat itu memiliki perasaan padaku."
"Hmm yasudahlah, wis bacut. Semoga Amir bisa segera move on ya ?"
"Iya Rin."
"Bojomu bagus tenan tapi. Healah bejo koe ki Ngi. Marai iri wae."
"Ganteng tidak menjamin Rin."
"Maksud e pie?"
"Gak apa-apa. Kamu jangan memuji lelaki lain dong, nanti kalau suami kamu dengar marah lho."
"Hehehehe iyo ya. Lha aku jujur lho."
"Udah ah ada pelanggan itu."
Pukul 5 sore saat jam pulang kerja kami langsung berangkat ke toko souvenir. Rencananya Arini akan menikah kurang lebih 2 bulan lagi. Aku senang karena selalu dilibatkan dalam urusan pernikahan Arini. Kadang dia juga meminta pendapatku untuk kebutuhannya. Alhamdulillah dia menganggapku sahabat yang baik untungnya.
"Makasih yo Ngi, udah bantu-bantu aku."
"Sama-sama Rin. Kalo butuh apa-apa bilang aja, kalau bisa pasti aku bantuin."
"Iyo. Kamu juga kalau butuh apa-apa bilang sama aku juga. Eh aku Luwe ki (laper nih)."
"Sama laper banget aku."
"Maem sik yo? Kamu buru-buru enggak ?"
Kulihat gawaiku. Sudah menunjukkan pukul 8 malam. Tidak ada whatsapp dari mas Moondy. Hanya Bulan yang menanyakan kepulanganku jam 7 tadi.
"Ngi .... Ngi ...." Arini menepuk-nepuk pundakku.
"Apa Rin, aku bisa deh kalau kita makan dulu kayanya."
"Ngi lihat o itu ?" Arini menunjuk seseorang yang berada di toko perhiasan.
Aku melihat ke arah dimana Arini menunjukkan sesuatu.
"Itu suami kamu kan ?" Tanya Arini dengan wajah bingung dan kaget.
Aku melihat dengan jelas siapa sosok yang dimaksud Arini. Dia adalah mas Moondy dan Bulan. Mereka berdua sedang sibuk melihat atau bahkan memilih kalung yang kulihat sepertinya berlian. Wajah mereka tampak bahagia. Pantas saja Bulan hanya memwhatsapp aku sekali. Ternyata mereka pergi berdua lagi dan tanpa memberitahu aku sebelumnya. Tak ingin Arini semakin curiga aku mengajaknya pergi.
"Ayo kita pergi dari sini Rin." Tarikku pada lengannya.
"Sik to ! (Bentar to!)" Dia menyentak tanganku.
KAMU SEDANG MEMBACA
madu dalam perahu
Non-Fictionaku istri sahnya secara negara dan agama. namun bukan hanya aku saja. masih ada gadis ayu yang bernama Bulan yang juga menjadi istri sah negara dan agama.