TERIMAKASIH ARINI

5.1K 243 16
                                    

"MasyaAllah ... Umpomo aku ra meteng aku wis misuh ki !" (Seumpama aku gam hamil, aku udah bicara kasar!) Kata Arini begitu mendengar ceritaku.

Aku menutup wajahku, tak bisa kusembunyikan kekecewaan dan hancurnya hatiku. Rasa sakitnya melebihi apapun, aku merasakan sesak di dada. Aku merasa seperti habis dinodai meskipun itu oleh orang yang berstatus suamiku sendiri. Arini memelukku sambil mengusap bahuku menenangkanku.

"Wis, pegat wae Ngi. Wong lanang kok bangsat ! Astaghfirullah amit-amit jabang bayi!" (Udah, cerai aja Ngi, laki-laki kok bangsat!). Kata Arini sambil mengelus perutnya.

"Aku menyesal menyerahkan semuanya pada mas Moondy Rin." Ucapku dalam tangis.

"Aku aja yang mendengar juga menyesal lho. Aku nek ketemu orang itu wis sumpahku yo iki, mau tak jambak-jambak dan tak cakar-cakar itu mukanya!"

Arini memelukku. Dia menenangkan aku. Aku menangis di pelukannya. Kulepaskan semua kegundahan hatiku padanya. Sesekali Arini ikut menangis mendengar ceritaku sambil mengelus bahuku.

****

"Malam sayang ... " Sapa mas Moondy saat aku pulang dari kerja. Tak lupa dia mencium keningku.

"Iya."

"Sayang Bulan sudah pulang, malam ini aku tidur dengan Bulan boleh ?" Tanyanya sambil meraih kedua tanganku.

Kenapa dia harus meminta ijin padaku ? Bukankah setiap hari juga dia lebih memilih untuk tidur dengan Bulan ?

"Sayang, kok kamu diam ?" Tanyanya lagi sambil membelai pipiku.

"Oh iya mas. Gak pa-pa."

"Kamu sudah makan ? Tadi Bulan bawa makanan buat kamu. Aku taruh di mini bar ya?"

"Iya. Makasih mas nanti aku cari."

"Yaudah aku tidur dulu ya ? Kamu juga cepet istirahat sayang." Mas Moondy menciumku lagi  sebelum dia meninggalkanku.

Manis sekali perlakuannya. Mungkinkah dia lupa bahwa dia telah menyakitiku semalam ? Ataukah mungkin dia sengaja melupakannya ? Apapun itu aku tetap terluka. Aku hancur, aku kecewa.

***

Hari ini sepulang kerja Arini memintaku untuk mengantarnya membeli kebutuhan untuk 7 bulanan dia. Karena waktu sudah sore kamipun buru-buru. Semua selesai sekitar jam setengah delapan malam.

"Jadi besok aku cuti dulu 2 hari. Kamu ga pa-pa kan aku tinggal dulu ? Kamu baik-baik ya ? Kalau ada apa-apa telpon aku." Kata Arini saat kami makan bakso di pinggir kampus.

"Iyo. Siap pokoke. Kamu ga usah mikirin aku. Kamu harus fokus sama acaramu dan si utun." Jawabku sambil mengelus perut Arini yang sudah membuncit.

"Yo tetep mikir to Ngi, kamu tu sahabatku. Kamu tuh ga punya siapa-siapa disini, kalau kamu sakit aku ya ikut sakit." 

"Arini .... Pelangi ... " Tiba-tiba Amir mendatangi kami yang sedang makan bakso.

"Amir. Ngopo teko kene (ngapain sampai sini ) ?" Tanya Arini.

"Meh maem bakso to yo. Disini langgananku."

"Hoalah, yowes rene, gabung wae. (Yaudah, sini gabung aja).

"Kalian darimana ?"

"Dari ngantar Arini beli perlengkapan buat persiapan 7 bulanan besok." Jawabku.

"Gak popo to aku gabung ?" Tanya Amir

"Rapopo to. Lha ngopo emang ?"

"Aku ga enak sama bojone Pelangi."

"Halah uwes biarin wae. Sukanya nesu-nesu tapi dia dewe gak ngaca!" Kata Arini ketus.

madu dalam perahu Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang