MENDEKATI CILLA

2.8K 137 2
                                    

Haid hari pertama membuatku merasa malas sekali. Tumben aku merasakan sakit perut setelah sekian lama tidak mengalami dismenorhoe. Di pekerjaan aku juga tak semangat, rasa-rasanya ingin bermalas-malasan saja. Mataku tak berhenti menatap jam dinding menanti waktu pulang kerja tiba. 

"Kamu kok pucat ? Kenapa ?" Tanya Dito kuatir.

"Biasa Dit datang tamu bulanan." Jawabku.

"Mau aku antar pulang ?"

"Gak usah Dit, aku bisa sendiri. Aku duluan ya Dit." 

Kukendarai motorku dengan kecepatan sedang, sesekali kupelankan motor saat perut mulai kembali melilit. Sampai dirumah tak kulihat mobil mas Moondy yang biasa terparkir di depan rumah. Mungkinkah dia tidak berkunjung hari ini ? Ah... Kenapa di saat seperti ini aku membutuhkan dia untuk disini ? Setidaknya untuk membantu bermain dengan Cilla dan biarkan aku rebahan sementar.

"Buk ? Mas Moondy nggak kesini ?" Tanyaku pada ibuku yang sedang menggendong Cilla saat aku pulang kerja.

"Enggak nduk. Apa dia gak pamit sama kamu ?"

Aku menggeleng.

"Amma amma .... " Panggil Cilla.

"Haloo sayang sini sama mama. Uti pasti capek ya seharian ngurusin kamu? Hayoo Cilla hari ini nakal enggak ?" Tanyaku pada Cilla sambil menggendongnya.

"Apa kalian ada masalah ?" Tanya ibuku.

"Masalah diantara kami kan memang dari dulu belum selesai buk."

"Bukan itu maksud ibu. Kemarin masih baik-baik saja kok tiba-tiba ga datang juga ga pamit. Kemarin pulang juga ga pamitan sama ibuk bapak."

"Kemarin memang kami sedikit berselisih buk."

"Yasudah... Kamu mandi trus istirahat saja dulu, Cilla biar sama ibu."

"Gak pa-pa buk, Cilla biar sama aku dulu. Ibu istirahat aja dulu."

Hari ini mas Moondy tidak kerumah. Dia juga tidak menghubungiku jika dia tidak kemari, apa mungkin kejadian kemarin sore itu membuat dia marah ? Tapi kenapa ? Apa karena aku menghina Bulan ? Mungkinkah dia tidak terima atas perkataanku tentang Bulan ? Mas Moondy tetaplah mas Moondy, biar bagaimanapun dia, dia tetap akan selalu membela Bulan.

Ini bukan masalah merasa kehilangan atau apa, tapi hadirnya mas Moondy selama ini disini cukup membuat Cilla dekat dengannya. Pernah suatu malam Cilla menyebutkan "yayah yayah" ohh Cilla, mungkinkah kamu rindu pada ayahmu ? Tapi tentu saja aku tidak menghubunginya. Egoku terlalu tinggi untuk memberitahu mas Moondy bahwa Cilla membutuhkannya. Aku takut dengan ini justru malah membuat mas Moondy untuk mengambil Cilla dariku. Kutarik nafas panjang kuhembuskan pelan, aku harus berfikir bahwa ini akan lebih baik daripada mas Moondy harus kemari setiap harinya.

***

"Sepeda kamu mana Ngi ?" Tanya Dito saat melihat aku turun dari angkot.

"Dipakai Embun kuliah Dit. Motornya tadi pagi kehabisan bensin. Kebiasaan buruk tu anak. Yaudah aku ngalah naik angkot."

"Nanti pulang biar aku yang antar ya Ngi ?"

"Emang gak pa-pa ?"

"Dengan senang hati dong."

"Makasih ya Dit. Tapi sampai depan gang aja ga pa-pa ?"

"Kenapa ?"

"Aku ga enak sama orang tuaku Dit. Biar bagaimanapun aku belum bercerai dari mas Moondy, aku ga enak sama tatapan mata tetangga Dit. Mereka pasti nanti mikir aneh-aneh tentang kita. Dampaknya akan terkena ke bapak ibukku."

"Yasudah ga pa-pa. Aku antar kamu sampai depan gang Ngi."

"Makasih Dit."

"Kembali kasih.... Mantan suami kamu belum juga ke rumahmu ?" Tanya Dito. Aku memang selalu menceritakan semuanya pada Dito.
Dito adalah pendengar yang baik. Dia selalu ada saat aku butuh teman berbagi. Kehadirannya cukup membuatku bahagia meskipun perasaan itu belum muncul menyambutnya.

Aku menggeleng.

"Baguslah."

"Iya sih. Tapi kasian Cilla, dia jadi suka manggil-manggil ayahnya."

"Justru harus mulai belajar dari sekarang Ngi. Karena takutnya jika nanti kalian berpisah Cilla akan sulit terlepas dari Moondy."

Ada benarnya juga apa yang dikatakan Dito. Dito ternyata sepemikiran juga denganku tentang pengaruh kehadiran Moondy untuk Cilla.

"Apalagi kemarin-kemarin kan sebelum kehadiran Moondy Cilla juga baik-baik saja. Aku yakin kok pasti satu dua hari kedepan Cilla sudah melupakan Moondy."

Aku mengangguk memahami perkataan Dito. Dia memang selalu bersikap dewasa. Kulanjutkan pekerjaanku saat ada pelanggan masuk. Sesuai janjinya, setelah jam kerja selesai Dito mengantarku pulang. Sampai di rumah, seperti biasa ibuku berada di teras rumah sambil menyuapi Cilla.

"Haloo anak cantik .... " Sapa Dito pada Cilla.

"Lalalalalal." Balas Cilla sambil tersenyum.

"Anak kamu cantik banget ya Ngi."

"Iya Dit makasih. Untung aja dia mirip bapaknya, coba kalau mirip aku hmmmm ...... Kulitnya ga akan sebersih ini." Kataku dengan bangganya membanggakan Cilla.

Tiba-tiba hening tak ada suara setelah aku berbicara. Aku bingung adakah yang salah dengan ucapanku ? Dito terdiam sambil sesekali masih mencolek-colek pipi Cilla. Senyumnya seperti dibuat-buat tak seceria tadi. Ibuku melihatku memberikan kode dengan mengedipkan mata. Baru kusadari bahwa aku salah berucap. Astaga tidak seharusnya aku membawa-bawa mas Moondy di saat ada Dito di saat momen seperti ini. Dia pasti cemburu. Yaampun Pelangi bagaimana bisa kamu membawa-bawa mas Moondy disaat bersama Dito? 

"Nduk, ibu belum mandi. Cilla sama kamu dulu ya ?" Ibuku mencoba membuka pembicaraan.

"Iya buk. Sini Cilla gendong mama." Aku meraih Cilla dari gendongan ibu.

"Dit, masuk dulu yuk."

"Iya."

Wajah Dito masih terlihat kesal. Aku menyadari kesalahanku. Kuajaknya dia duduk di teras rumah sambil bermain kembali dengan Cilla.

"Maaf ya Dit, aku gak bermaksud .... "

"Gak pa-pa Ngi, wajar kok. Aku ngerti."

"Ya-yah, ya-yah ... " Ucap Cilla sambil merangkak ke arah Dito.

"Halo cantik. Iya ini papa Dito. Nanti kalau papa Dito dan mama Cilla sudah menikah kita akan tinggal bersama ya." Ucap Dito pada Cilla.

"Paa... Paaa ..... " Ucap Cilla menirukan Dito.

"Ngi, kapan mau cerita soal permasalahan kamu dan suami kamu ? Setidaknya biar aku bisa membantu kamu menyelesaikan hubungan kalian."

Aku melihat Dito. Wajahnya kali ini sangat serius meskipun kedua tangannya bermain dengan Cilla. Aku menarik nafas panjang lagi. Kupikur sudah saatnya aku menceritakan tentang rumah tanggaku dan mas Moondy dulu. Toh hubungan kami sekarang juga sudah semakin dekat.

Saat kami sedang berbicara diiringi bercanda dan bermain tiba-tiba mas Moondy datang. Wajahnya terlihat sangat marah sekali. Aku tau, pasti dia tidak suka melihat Dito disini, terlebih Dito memangku Cilla. Mas Moondy berjalan kearah kami dan begitu saja mengambil Cilla dari pangkuan Dito tanpa permisi.

"Jangan pernah sentuh anakku!" Ucap mas Moondy pada Dito.

"Dia memang anakmu. Tapi sebentar lagi aku akan menjadi ayah sambungnya." Jawab Dito tegas.

"Jangan pernah bermimpi kamu bisa menikahi Pelangi dan merebut Cilla dariku. Bukankah sudah kubilang bahwa aku tidak akan pernah menceraikan Pelangi!"

"Aku yang akan mengurus perceraian kalian. Pelangi sudah tidak mencintai kamu. Harusnya kamu sadar kamu sudah tidak dibutuhkan disini. Hubungan kalian hanya sebatas mantan. Kamu sudah menalak Pelangi, tidak menafkahi dia selama satu tahun, kamu juga berpoligami, akan sangat mudah bagi Pelangi untuk menceraikanmu, dan hak asuh Cilla akan berada di tangan Pelangi."


madu dalam perahu Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang