BAB 23: Tessa

11 8 3
                                    

Aku terbangun disebuah ruangan yang tidak asing bagiku. Ruangan ini adalah ruangan yang pernah digunakan oleh Adam saat terakhir kali dia terluka. UKS. Aku merasakan nyeri dibelakang kepala ku dan kepalaku terasa sedikit pusing saat aku mencoba bangun.

"Jangan banyak gerak dulu," peringat Rara yang ternyata sejak tadi memperhatikan ku.

"Kepala ku nyerih," jujurku merabah bagian belakang kepalaku yang ternyata diperban. Separah itukah?

"Tentu saja nyeri. Si brengsek itu mendorong kamu dengan begitu keras ke dinding. Bahkan darah mu mengalir banyak dan membuat ku panik stengah mati," ucap Rara dengan raut kesal dan nada suaranya terdengar penuh emosi.

Aku mencoba mengingat kejadian tadi. Sorotan mata Sarah yang menatapku tajam sebelum akhirnya dengan kasar mendorong ku dengan kasar ke arah dinding membuat ku menjadi sedikit takut dengan perempuan itu. Sorotan itu berisikan kilatan marah yang tertuju pada ku. Apa yang telah Dara tanamkan ke dalam diri Sarah?

Rio. Hal yang membuat Sarah semarah itu adalah Rio. Rio adalah adik kelasku yang selalu bersama-sama dengan ku. Dimana pun aku pergi dia selalu bersama dengan ku. Aku pun selalu mengajak dia kemana pun aku pergi karena dia adalah teman nongkrongku yang paling asik. Mengingat kalimat Sarah yang mengatakan aku penyebab dari keluarnya Rio dari sekolah membuat ku yakin fakta palsu itu disebabkan oleh Dara. Pantesan saja sejak pagi dia begitu bersemangat ternyata dia sudah berhasil mempengaruhi Sarah. Apakah dia mendekati Sarah sejak awal karena dia tahu Sarah adalah kakanya Rio?
Jika benar, maka kemampuan Dara cukup untuk diperhitungkan.

Aku memperhatikan sekitarku yang kosong. "Dimana yang lain?"

"Lexie pergi menebus obatmu, sedangkan Adam dan Franklin pergi memanggil dokter," jawab Rara.

"Sarah?"

Rara menatapku tajam mendengar pertanyaanku. "Jika kita tidak dibatasi oleh bintang mungkin aku sudah membunuhnya dan saat ini dia hanya tinggal nama."

"Dan kamu pun akan ada nama di koran, televisi, berita online, dan..."

"Aku tidak memperdulikan hal itu. Dia berani macam-macam dengan temanku maka dia akan mendapatkan akibatnya." Tajam Rara.

"Tapi kamu lebih takut dengan jumlah bintang kamu yang akan berkurang dibandingkan nyawa teman mu yang hampir hilang." Aku dan Rara menoleh ke arah pintu dan mendapatkan Dara masuk ke dalam dan tersenyum penuh kemenangan ke arah kami.

"Sorry, kami tidak bisa membiarkan kamu sekali dayung dua atau tiga pulau terlampaui." Ucapku membuat Dara menatapku kesal. Dia pikir aku tidak bisa membaca maksud dia. Dia sengaja mempengaruhi Sarah sehingga Sarah menyerangku dan teman-temanku akan ikut campur sehingga bintang kami semua berkurang. Namun, itu tidak terjadi dan membuatnya kesal setengah mati.

"Bagaimana keadaan kamu?" Tanyanya mendekati aku.

Aku merabah kepala belakang ku lalu tersenyum ke arahnya. "Nice try."

"Bagaimana rasanya?" Tanyanya lagi tersenyum sarkas.

"Lumayan, namun tidak menguji adrenalin ku sama sekali. Jadi, kali ini menurut ku fail." Jawab ku memancing emosi Dara.

Raut wajah Dara berubah merah. Aku yakin ia terpancing omongan ku. Ia tersenyum sarkas ke arahku lalu melangkah lebih dekat ke arahku. Aku melirik ke arah Rara memberikannya kode.

"Kamu yakin?" Tanyanya.

Aku mengangguk penuh keyakinan. "Yakin."

Sebuah kebohongan besar yang aku lontarkan saat ini berhasil membuat Dara geram. Dengan cepat tangannya menarik perban yang melingkar di kepalaku dan aku memanfaatkan kesempatan itu berteriak kesakitan. Memang ulah Dara ini sungguh menyakiti ku sebab lukaku yang masih terasah nyeri dan baru saja di obati itu kembali terbuka dan menyebabkan rasa sakit yang luar biasa. Aku berteriak sekencang mungkin walaupun rasa sakit yang disebabkan tidak sesakit itu.

Aku melihat Lukas berlari masuk dan menarik Dara menjauh dariku. Dan di saat bersamaan Franklin, Adam, Lexie, dan dokter yang bertugas masuk ke dalam ruangan. Aku meraba kepalaku yang terasa nyeri dan memperhatikan telapak tanganku yang terdapat banyak darah.

Dokter dengan cepat memberikan pertolongan kepada ku. Aku menatap tajam Dara yang tersenyum puas karena kelakuannya berhasil memperparah lukaku. Ia lalu melepaskan diri dari Lukas dan keluar dari dalam ruangan.

"Sakit, Dok," mengeluh ku setelah sok kuat di depan Dara.

"Saya akan menambah satu jahitan sebab luka kamu terbuka lagi." Jelas dokter itu membersihkan darah yang keluar menggunakan kapas. Aku menggigit bibirku ketika kapas menyentuh lukaku.

...

Setelah menahan sakit yang luar biasa, sebab dokter itu menjahit tanpa menggunakan bius seperti yang ia lakukan kepada Adam dengan alasan agar lukanya sembuh lebih cepat-saat ini kami telah berada di gedung bintang. Gedung yang memberikan informasi tentang jumlah bintang kami. Ini adalah hal yang paling aku tunggu dan yang paling aku takutkan. Melihat masalah yang disebabkan Sarah pagi tadi hingga menyebabkan aku pingsan cukup lama-di lihat dari waktu aku sadar dimana waktu sekolah telah selesai, membuatku yakin Sarah akan kehilangan 3 bintang. Sedangkan aku dan teman-temanku, aku tidak tahu.

Aku mendongak menatap layar lebar didepan ku ketika waktu mulai menghitung mundur di layar. Kepalaku terasah nyeri dan pusing sebab aku terlalu mengangkat kepalaku.

"Kamu baik-baik saja?" Tanya Franklin terlihat khawatir.

"Tidak. Kepalaku pusing dan sakit jika aku mengangkat kepala ku tinggi," jawabku apa adanya.

"Kalau begitu jangan lakukan. Aku akan memberitahu jumlah bintang semua orang yang kita kenal," ucap Franklin menatapku tulus.

Aku membalasnya dengan senyuman. "Terima kasih."

"Hah!" Kaget Rara yang terlihat serius menatap layar di depannya.

"Ada apa, Liyn?" Tanyaku cepat. Aku penasaran apa yang membuat Rara begitu kaget.

"Sarah di bawah masuk ke dalam ruang pengadilan karena bintangnya habis," jawab Franklin.

Hah! "Bukannya bintang Sarah tersisa satu?" Seharusnya bintang Sarah tersisa satu sebab terakhir kali bintang Sarah masih tersisa 4. Dia melakukan kekerasan di sekolah sehingga bintangnya di kurangi 3, lalu kenapa bintang Sarah habis?

"Setelah dia memukul mu, dia menghampiri Dara dan menanyakan kebenaran tentang Rio kepada Dara. Dan Dara mengatakan fakta sebenarnya..."

"Sejujur-jujurnya?" Potongku dan Adam mengangguk.

"Iya. Hal itu membuat Sarah marah besar dan menyerang Dara," tambah Lexie.

"Itulah akibatnya jika tidak setia kepada teman sendiri. Terlalu gampang untuk dimanipulasi sehingga menjadi tameng untuk menyerang teman sendiri. Ini menjadi pelajaran untuk kita semua," tajam Rara penuh penegasan.

Aku memperhatikan raut wajah Rara yang terlihat kecewa. Rara yang biasanya berbicara lembut akhir-akhir ini menjadi tegas karena kecewa terhadap Sarah yang gampang terpecahkan.

"Tess," panggil Lexie terlihat syok dan menatap lurus ke arah layar di depan kami.

Aku menahan rasah sakit ku dan ikut menatap layar di depanku. Aku membeku di tempat melihat apa yang tertulis di layar. Bagaimana ini? Apa yang harus aku lakukan? Bagaimana bisa aku kehilangan apa yang telah aku pertahankan selama ini? Bukankah aku korban disini?

TESSA SLOVAKIA


To be continue...

KELAMTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang