Aku memandangi lampu neon yang ada di atas kepalaku, menebak-nebak apa yang terjadi diluar sana. Untuk kesekian kalinya aku menatap lampu neon itu yang kadang bergoyang-goyang ketika ada yang berjalan di lantai atas. Seandainya lampu neon itu bisa berbicara maka dia akan protes kepada ku karena aku terus memandanginya.
Apa yang bisa aku lakukan di ruang berukuran 2x1 selain tidur, makan, dan membuang hasil limbah tubuhku. Aku bahkan tidak tahu dimana aku ditempatkan, sudah berapa hari aku disini, saat ini siang atau malam, dan bagaimana keadaan di luar sana. Aku terisolasi di ruangan ini tanpa bertemu siapa pun ataupun berbicara dengan orang lain. Rasanya aku seperti orang gila ketika aku mulai bosan dan bercerita dengan lampu neon itu.
Aku bangun dari posisi berbaring dan merenggangkan tubuhku. Tubuhku rasanya sakit dan lengket karena aku tidak mandi sama sekali. Aku terlalu takut untuk mandi di ruangan seperti ini. Aku tidak tahu kapan para pengawal itu akan datang ke kamarku dan mengintip ku lewat kaca kecil yang ada di pintu.
Aku memperhatikan sekeliling yang mebosankan. Rasanya aku ingin kabur dari sini dan berlibur ke Slowakia tempat Oma dan opa berada menghabiskan waktu bersama ibu. Walaupun ibu sudah tidak ada lagi di dunia ini, menghabiskan waktu di tempat ibu dibesarkan membuat ku lebih tenang.
Ah! Bagaimana mungkin aku bisa kabur dari sini? Mereka bahkan tidak membiarkan ku berinteraksi dengan mereka atau hanya sekedar membuka pintu kamar ini. Semuanya mereka berikan melalui lubang kecil di bawah pintu termasuk perlengkapan yang aku butuhkan untuk mengganti perban luka di kepala ku.
Mereka membuat ku stengah mati mengobati lukaku yang ada di belakang kepalaku dan mengganti perban ku sendiri dengan mengandalkan cermin kecil yang tertempel di wastafel. Aku beruntung karena waktu SMP aku adalah petugas UKS dan merupakan anggota Pramuka yang mempelajari tentang P3K sehingga aku bisa mengganti perban dan mengobati luka ku dengan benar. Benar? Aku tidak tahu.
Aku menatap nanar pipiku yang awalnya membiru kini menghitam. Aku menyentuh pipiku merasakan sakit walaupun tidak sesakit yang aku rasakan pertama kali.
Pertama kali.
Aku menarik napas ku dalam ketika seklebat ingatan ku saat aku tersadar dari pengaruh asap yang keluar dari bola-bola kecil yang dikeluarkan oleh para pengawal di ruang pengadilan. Saat aku tersadar dari pengaruh asap itu, aku tengah berada di sebuah ruangan yang dindingnya penuh dengan cipratan darah yang sudah mengering dan bau amis darah yang sangat menyengat hidung. Tanganku diikat ke belakang dengan leher yang dirantai. Namun, bukan itu yang membuat ku syok. Hal yang membuat ku syok di ruangan itu adalah dua pria berkerudung dan bertopeng yang masuk ke dalam ruangan dengan dua pedang di masing-masing tangannya. Kepala ku lalu di tutup dengan kain hitam. Saat itu aku gemetaran stengah mati dengan satu pertanyaan di otaku. Apakah ini akhir hidupku?
Lega rasanya aku masih hidup sampai saat ini.
"Keluar!" Perintah seorang pengawal setelah membuka pintu ruangan yang aku tempati.
"Akhirnya," aku menahan air mata yang tergenang di pelupuk mataku. Aku lega akhirnya aku di keluarkan dari sini. Namun, ada satu hal yang masih mengganggu pikiranku. Bagaimana keadaan Sarah? Terakhir aku bersamanya Ia dalam keadaan sekarat.
Aku ditarik keluar oleh pengawal itu dengan kasar. Kami melewati lorong panjang yang dikiri dan kanannya adalah ruangan yang sama seperti ruangan yang aku tempati.
"Jadi itu adalah Laura? Shit! Ternyata dia menyamar di antara para murid baru itu?"
Aku mempertajam telinga ku. Suara itu tidak asing di telingaku.
"Masah kamu tidak menyadarinya?"
"Saya tidak menyangka kamu kalah dari dia lagi."
"Brengsek! Tentu saja tidak."

KAMU SEDANG MEMBACA
KELAM
WerewolfAnak mu susah di atur? Selalu menyebabkan masalah di masyarakat maupun di sekolah. Ingin mengubahnya namun tidak bisa? Light High School solusinya. Light High School solusi untuk merubah sikap dan karakter anakmu jadi lebih baik dengan didukungnya...