BAB 11: Tessa

25 10 6
                                    

Aku terbangun disebuah ruangan bernuansa cerah dan juga hangat. Cat tembok berwarna cream, wangi lavender yang begitu menenangkan, dan juga beberapa hiasan dinding yang memperindah tampilan ruangan itu.

"Tessa sudah siuman." Aku memperhatikan Rara yang terlihat begitu lega berbicara dengan seseorang.

"Baguslah," jawabnya ketus.

Dari suara ketus tersebut dapat disimpulkan bahwa orang itu adalah Sarah.

"Kamu butuh apa? Makanan yang enak, jus, pijat, spa, atau apa?" Semangat Rara.

"Kita sedang di sekolah bukan di hotel." Aku tersenyum geli lalu bangun dari posisi tidurku.

"Kita berada di asrama  bertema hotel, Tess."

Hah! Asrama bertema hotel? Apakah semua yang dibicarakan ayah itu benar? Sekolah ini memberikan semua hal terbaik untuk muridnya sebagai sistem pengobatan akan Psikis mereka.

"Kamu serius?" Aku masih tidak percaya dengan apa yang aku dengar sekarang.

"Aku serius. Semakin tinggi tingkat kita, pelayanan yang diberikan kepada kita menyamai hotel bintang lima." Jelas Rara penuh semangat.

"Tingkat?"

"Kelas maksud dia. Murid kelas 3 mendapatkan fasilitas dan pelayanan bintang lima dari sekolah." Aku memperhatikan Sarah yang tengah menikmati pelayanan nails art.

Melihat Sarah diperlakukan seperti itu aku yakin semua yang baru saja aku dengar adalah benar adanya. Sekolah ini sangat hebat, mereka berani melakukan yang terbaik untuk parah muridnya walaupun uang yang di keluarkan para murid tidak sebesar apa yang kami dapatkan sekarang.

"Kamu butuh apa?" Tanya Rara.

"Teh hangat saja." Saat ini aku hanya butuh teh hangat untuk menetralisir rasa pusingku. 

Aku memperhatikan Rara yang tengah sibuk dengan sebuah layar mini yang tertempel di samping pintu pintu masuk, mengotak-atik alat tersebut, lalu kembali duduk di sampingku.

"Sudah?" Tanyaku bingung.

"Sudah. Tehnya akan datang dalam waktu lima menit," ucap Rara.

"Hebat sekolah ini. Mereka melarang kita menggunakan alat-alat elektronik yang kita bawah dari luar karena mereka menyiapkan yang lebih canggih." Ucap Rara memperlihatkan kecanggihan ruangan itu seperti lampu dan keran air yang menggunakan sensor.

"Di rumahku juga ada," jujurku. Aku bukan sombong bahwa aku anak orang kaya tapi itu faktanya. Aku adalah putri semata wayang dari keluarga Slovakia yang hartanya tidak akan habis walaupun digunakan selama tujuh turunan kecuali parah turunan ku tidak tahu diri dengan tidak bekerja dan hanya menghabiskan uang keluarga saja maka itu akan habis dengan cepat. Ayah sangat menyukai dunia modern sehingga hal-hal yang bersifat canggih akan langsung ayah beli walaupun itu menghabiskan dana yang cukup besar.

"Anak orang kaya rupanya," cibir Sarah.

Aku tidak memperdulikannya dan masuk ke dalam kamar mandi untuk membersihkan diriku dan juga mengeluarkan semua makanan basi yang masuk ke dalam perutku.

"Tehnya?" Tanya Rara.

"Minta tolong di antar setelah aku selesai mandi."

"Ok. Bisa sendiri?" Tanya Rara.

"Bisa." Aku memperhatikan lagi ruangan yang aku tempati sekarang. 3 buah tempat tidur yang di letakan secara zig-zag dengan masing-masing tempat tidur tersedia nakas bergaya modern dan lampu tidur di atasnya. Desain tempat tidur dan penggunaan sprei mengikuti perkembangan jaman dan juga kontras dengan warna dinding. Aku membuka pintu kamar mandi dan tercengang dengan desainnya. Kamar mandi itu menggunakan dinding marmer berwarna putih dilengkapi kolset duduk yang terlihat lebih canggih  dari yang aku punya di rumah, wastafel, bathub, shower, dan perlengkapan mandi dari merek ternama. Apakah kami sedang berlibur di hotel berbintang 5? Apakah dengan adanya fasilitas mewah mampu mengobati psikis dan juga sikap kami?

Aku menyalakan keran air hangat untuk mengisi bathub dan memasukkan bubble soap bath ke dalam bathtub. Setelah menyelesaikan urusan ku dengan kloset duduk yang begitu nyaman itu, aku memasukkan tubuhku ke dalam bathtub menikmati hangatnya air dan wangi sabun yang sangat menenangkan. Rasa lelah dan juga semua pikiran ku tentang sekolah ini menjadi begitu tenang dan santai. Aku menyalakan musik yang tersedia di kamar mandi dan sebuah lagu klasik mengalun dengan indah membuat hatiku begitu tenang.

Aku keluar dari bathtub ketika dipanggil oleh Rara yang terdengar kahwatir terhadap ku karena aku begitu lama di dalam kamar mandi.

"Walking closet-nya berada di balik kaca," teriak Rara dari luar seolah-olah mengerti rasa bingungku.

Aku mendekati cermin besar yang tingginya menyamai dinding ruangan ini. Aku mengamati cermin tersebut mencari gagang dari pintu itu namun tidak di temukan. Apakah ini juga menggunakan sensor? Aku melangkah lebih dekat ke cermin itu dan pintu langsung terbuka secara otomatis. Cukup hebat asrama sekolah ini, patut aku ancungi jempol. Aku masuk ke dalam walking closet itu dan hal pertama yang aku kagumi adalah patung baju yang dipasangi seragam sekolah yang disimpan di dalam lemari kaca seolah-olah itu barang berharga. Seragam itu begitu indah dengan blazer berwarna hitam dengan kancing perunggu berlukiskan logo Light High School, lencana sekolah, dasi kupu-kupu berwarna merah tua dengan motif garis-garis putih, kemeja putih lengan pendek dengan garis hitam di ujung lengan dan juga di saku baju, rok lipit berwarna hitam.

"Indahnya." Aku mengagumi setiap detail dari seragam itu. "Aku tidak sabar untuk mengenakan seragam ini besok."

Aku lalu berahli ke lemari baju, sepatu, perhiasan, alat rias, skin care, body care, yang bertuliskan nama kami masing-masing. Aku mendekat ke meja riasku dan mendapatkan semua merek skin care, body care, dan juga make up yang sering aku gunakan ada di atas meja itu. Apakah sekolah ini menyelidiki para murid yang akan masuk ke sekolah ini?

Aku lalu berahli ke lemari yang dikhususkan untuk ku. Semua baju, celana, sepatu, dan perhiasan sangat sesuai dengan seleraku dan juga sesuai ukuran ku.  Aku mengambil baju yang aku bawah dari koperku secara acak dan mengenakannya lalu keluar dari ruangan. Aku enggang menggunakan baju yang masih misterius untuk ku.

Aku memperhatikan Sarah yang tengah bersemangat dengan kuku barunya dan Rara yang terlihat bersantai di atas kasur empuknya. Rara terlihat memejamkan mata, rautnya menggambarkan bahwa dia begitu lelah dan membutuhkan banyak istirahat.

"Kalian sudah masuk ke walking closet?" Tanyaku.

"Sudah," jawab Sarah acuh.

"Kalian tidak menemukan ada yang aneh disana?" Tanyaku lagi.

"Aneh?" Tanya Rara bangun dari posisinya dan memandangku bingung.

Aku mengajak mereka ke walking closet dan membiarkan mereka memperhatikan setiap detail dari lemari mereka.

"Apa yang aneh? Semuanya hanya sesuai dengan selera ku," ucap Sarah.

"Bukankah itu aneh?" Tanyaku.

"Emm, iya, aneh." Setuju Rara. "Selera pakian, skin care, make upbody care, dan ukuran sepatu dan baju semuanya sesuai dengan ukuran ku. Darimana mereka mengetahui hal bersifat pribadi ini?"

"Apakah kita diselidiki?" Tanya Sarah yang baru menyadari keanehan itu.

Jika kami diselidiki, bukankah itu hal yang patut untuk dicurigai?
Apakah sebelum kami masuk ke sekolah ini mereka telah mengetahui kedatangan kami?
Ataukah dalam pendaftaran orangtua kami dimintai keterangan tentang hal-hal pribadi itu?

Tapi, ayah tidak pernah mengerti selera pakian ku dan ukuran ku. Ayah terlalu sibuk untuk memperhatikan hal-hal pribadiki.
Semuanya sungguh mencurigakan, haruskah aku menyelidikinya? 

To be continue...

KELAMTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang