BAB 31: Tessa

17 6 1
                                    

Aku memeluk tubuh ku menahan dingin yang menyerangku. Aku baru keluar dari kamarku dan rasa dingin langsung menyerangku padahal ini hanyalah koridor yang tertutup. Suasana lembab hutan membuat suasana disekitar asrama menjadi sangat dingin dan lembab. Hutan lebat yang mengelilingi asrama dan sekolah membuat hanya sedikit matahari yang menyapa kami setiap harinya. Aku bersama Sarah dan Rara melangkah melewati koridor yang masih sepi dan masuk ke dalam lift.

Keputusan ku pagi tadi membuat kedua sahabat ku itu sedari tadi menatapku seolah-olah mereka ingin membunuhku karena ulah ku saat ini.

"Apa? Aku tidak kedinginan kok," bohong ku.

Sarah tersenyum ketus memperhatikan bulu kuduk ku yang berdiri. "Mau cari mati kamu?" Tanyanya melempar Hoodie yang sedari tadi di bawahnya kepada ku.

"Terima kasih atas perhatiannya. Aku memang kedinginan tapi rasa ingin mengekspos semua ini lebih besar dari dingin yang menusuk kulit ku saat ini." Aku saat ini mengenakan crop top wace berwarna cream dengan celana jogger hitam. Aku memeluk Hoodie yang diberikan Sarah membuat gadis itu mengubah tatapannya seperti akan memusuhi ku seperti dulu.

Aku memang dilarang untuk tidak bersekolah, tapi aku tidak dilarang untuk ikut sarapan bersama penghuni asrama lainya. Mereka pintar melarang untuk tidak bersekolah, tapi mereka tidak cukup pintar dari ku untuk mengakali rencana mereka. Bintangku tidak akan hilang dan aku tetap mengekspos semua yang mereka lakukan. Larangan mereka hanya berlaku di sekolah bukan di asrama.

"Kamu lebih baik mengenakan Hoodie itu," Saran Rara memperhatikan crop top wace yang aku kenakan.

Aku tahu crop top wace ini mengekspos garis-garis merah yang telah membiru akibat cambuk yang ada di sekitar punggung hingga pinggang ku. Luka goresan seperti terseret di aspal, berada di kedua lenganku terlihat memerah dengan lebam yang berada disekitar luka tersebut.

"Kamu tahu, selain aku ingin mengekspos semua luka ini, aku juga tidak bisa mengenakan baju, apa lagi Hoodie seperti ini. Mengenakan crop top wace ini saja sudah sangat menyiksa ku, apa lagi baju yang sudah pasti berlengan dan akan menyentuh luka seret ini," aku melirik luka seret yang ada di lengan ku membuat Sarah dan Rara ikut memperhatikannya. "Ugh! Mungkin aku angan pingsan karena tidak bisa menahan rasa sakitnya," lanjut ku.

Sarah dan Rara menunduk penuh rasa bersalah.

"Bahkan aku tidak ingin mengenakan celana jogger ini. Seharusnya tadi aku mengenakan celana pendek saja. Ini sangat menyiksa ku ketika kain dari celana ini menyentuh luka seret di lutut dan pahaku, rasanya seperti mendapatkan luka baru di atas luka lama," aku menghembuskan nafasku kasar sambil menarik celana joger yang aku kenakan agar kainya tidak menyentuh luka ku.

"Kalau begitu ayo ganti dengan celana pendek saja," ajak Sarah.

"Aku akan mati kedinginan."

Sarah mengatupkan mulutnya salah tingkah. Serba salah.

"Lakukan yang kamu mau," ucap Rara lalu menyandarkan tubuhnya Kedinding lift.

Suasana menjadi sangat hening.
Sarah terlihat sibuk memainkan rambutnya , sedangkan Rara terlihat sibuk dengan pikirannya. Aku memperhatikan angka yang kini sudah berubah dari 2 ke angka 1.

"Redy?" Tanyaku.

"Redy," jawab keduanya secara bersamaan.

Aku melangkahkan kaki ku keluar dari lift membuat suasana di lobby asrama perempuan menjadi hebo. Semua mata tertuju ke arah ku dengan tatapan yang sudah aku duga sejak awal. Syok. Sikap tidak peduli yang mereka tunjukkan seperti biasanya kini tidak terbendung lagi, semua orang menunjukan ekspresi mereka dan bahkan saling berbicara satu sama lain. Aku tersenyum senang, aku berhasil mengacaukan semuanya.

Siapa yang bisa menahan reaksi mereka ketika melihat semua luka ku ini. Seluruh penghuni asrama Panthera dan Leo tahu aku masuk ke dalam ruang pengadilan. Melihat keadaan ku seperti ini mereka tentu akan langsung berpikir dari mana asal semua luka yang aku dapatkan saat ini. Aku senang bisa mengubah sedikit pandangan mereka tentang sekolah ini.

Para pengawal yang sejak awal memiliki tugas untuk mengawal murid baru kini semuanya secara perlahan melangkah mendekati ku. Aku tersenyum acuh lalu berlari keluar dari lobby dan menerobos pagar asrama perempuan. Kini para laki-laki yang baru saja keluar dari asrama Leo yang terlihat syok. Mereka menatapku dengan tatapan kaget lalu berlalu pergi seolah-olah tidak peduli, tapi aku tahu, aku berhasil membuka pandangan mereka tentang sekolah ini.

"Hai, Lex."aku menyapa Lexie yang tengah membuka kaca mata hitam yang selalu ia kenakan. Rautnya terlihat syok melihat keadaanku.

"Tessa!" Pekik Franklin menerobos Lexie yang berjalan didepannya dan langsung memelukku erat.

"Aww. Kamu mau membunuh aku, Lyin?" Tanyaku kesal sebab Franklin memelukku terlalu erat dan blazer yang dikenakannya menyentuh luka seret di kedua lenganku.

"Argh! Sorry, Tess."

"Tessa," Adam meraih tanganku dan menggenggamnya erat. Matanya memperhatikan setiap luka di wajahku.

"Aku baik-baik saja," aku memberikan senyum terbaik agar mereka tidak terlalu khawatir kepada ku.

"Apa yang baik-baik saja dari ini semua, Tess!" Bentak Franklin terlihat kesal. Aku mengerutkan kening bingung dengan reaksi Franklin.

"Permisi nona Tessa Slovakia," aku menoleh ketika namaku di panggil.

Belum sempat aku melihat siapa yang memanggilku dengan nada suara tegas itu, Franklin, Adam, dan Lexie kini sudah berdiri didepan ku seolah-olah mereka ingin melindungi ku dari sesuatu.

"Apa yang akan kalian lakukan kepadanya?" Bentak Franklin.

Aku tidak pernah dengar nada suara Franklin setegas itu. Bahkan Adam dan Lexie ikut menoleh ke arah Franklin dengan tatapan heran sama seperti ku.

"Ini bukan urusan kalian!"

Suara perempuan yang terdengar tegas itu membuat ku semakin penasaran. Aku mendorong tubuh Franklin dan Lexie lalu berdiri ditengah-tengah keduanya.
"Kak Inan? Ada apa, kak?" Aku memperhatikan kak Inan yang berdiri didepan ku dan tiga pengawal di kedua sisinya.

"Bisa ikut saya sebentar?" Tanya kak Inan dengan nada suara datar.

"Untuk apa, Kak?"

"Kepala sekolah ingin berbicara dengan mu sebentar," jelasnya.

Kepala sekolah? Kenapa dia ingin berbicara kepada ku? Terakhir kali kami membuat ulah di gedung tahap awal kami bertemu dengannya. Kali ini aku membuat ulah dan dia ingin bertemu dengan ku lagi. Ada apakah?

To Be Continue...

KELAMTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang