BAB 28:Tessa

19 7 1
                                    

Hah!

Aku menatap Rara yang balas menatapku dengan raut kahwatir. Aku memperhatikan sekitarku yang berada di sebuah toilet mewah ala hotel bintang 5.

"Ra..." Aku ingin menghentikan Rara yang akan menyiramku dengan air namun Rara tetap menyiram muka ku secara terus menerus. "Ra..Ra... Stop!" Aku merampas shower dari tangan Rara.

"Kamu sudah sadar?" Tanya Rara memegang bahuku. "Aku siapa? Kita dimana sekarang?"

Apa yang terjadi? Apa yang membuat Rara menanyakan hal-hal seperti ini? Kenapa aku berada disini? Bukankah terakhir aku masuk ke ruang peng... "Astaga!"

"Kenapa?" Tanya Rara khawatir.

"Aku tidak mengingat semuanya. Aww..." Kenapa ketika aku berbicara rahangku terasa sakit dan peri di kedua ujung bibirku.

Aku memperhatikan baju yang aku kenakan. "Kenapa aku seperti gembel?" Bingung ku. Aku menatap Rara yang terlihat akan menangis sebentar lagi.

"Apa yang telah mereka lakukan ke kamu?" Tanya Rara dengan air mata yang sudah jatuh di kedua pipinya.

"Aku tidak tahu." Sungguh aku bingung dengan semua yang terjadi kepada ku. Aku memperhatikan baju ku yang kotor dan ada banyak bercak darah. Darah? Apakah tubuhku terluka? Dengan cepat aku melepaskan blazer yang aku gunakan yang terdapat banyak robekan bahkan kancing perunggu yang mengukirkan logo Light High School sudah tidak ada lagi entah hilang kemana. Aku membuka semua baju seragam ku hingga tersisa tank top dan celana pendek hitam yang sering aku kenakan ketika menggunakan rok. 

"Ada apa?" Tanyaku saat Rara terlihat menutup mulutnya dengan mata menatap ke tubuhku. Ada apa? Apakah tubuhku terlalu seksi?

"Tessa..." Lirih Rara.

"Ada apa?" Tanyaku sekali lagi namun Rara tetap tidak menjawabnya dan dia malah kelihatan semakin syok.

Aku melangkah ke depan cermin yang menjadi pintu masuk ke walking closet dan aku tidak bisa berkata-kata melihat tubuhku dan juga wajahku. "Apa yang sudah mereka lakukan kepada ku?"

Aku syok melihat wajahku yang penuh dengan lebam dan luka di kedua ujung bibirku. Lebam itu membengkak membuat bentuk wajahku yang cantik tidak terbentuk. Tubuhku pun sama. Terdapat banyak lebam dan luka terseret di kedua lutut kakiku dan pinggangku. Aku menyentuh luka itu dan air mata ku jatuh membasahi pipiku. Ini sungguh menyakitkan dan sangat perih.

"Apa yang sudah mereka lakukan kepadaku?" Tanyaku kepada Rara yang terlihat duduk di closet sambil menatapku dengan raut syok.

"Ayo kita balas dendam kepada sekolah ini. Kita bakar saja sekolah ini, Tess. Kita masuk kesini bukan untuk disiksa seperti ini." Tajam Rara penuh dengan amarah.

Kalian? Setahuku Sarah juga masuk ke dalam ruang pengadilan bersama ku. Apakah kondisi Sarah sama parahnya dengan ku?"

"Sarah sudah keluar dari ruang pengadilan?" Tanyaku.

"Sudah kemarin," jawab Rara masih dengan nada emosi.

"Kemarin? Bukankah seharusnya kami keluar bersama?" Tanyaku bingung. Aku dan Sarah masuk ke ruang pengadilan secara bersama-sama dan sudah seharusnya kami keluar dari ruangan itu secara bersamaan.

"Aku tidak tahu. Aku tidak mengerti dengan sistem sekolah ini! Brengsek!" Maki Rara berlalu-lalang di depanku dengan tangan terkepal.

"Sabar ,Ra. Bagaimana keadaan Sarah?" Tanyaku lagi dan Rara langsung memberikan tatapan tajam ke arahku.

"Sarah baik-baik saja. Jauh lebih baik-baik saja dari pada kondisi kamu saat ini," jelas Rara dengan nada penuh emosi.

"Syukurlah."

"Apa yang syukurlah, Tessa!" Bentak Rara dan aku syok stengah mati melihat sikap Rara baru saja. "Lihat keadaan kamu sekarang! Lihat!"

"Sudah."

"Apakah kamu pantas mendapatkan semua penyiksaan ini?"

Aku menggeleng.

"Lihat belakang kamu." Rara menyingkap tank topku dan aku melihat banyak garis-garis yang mulai membiru dari punggung hingga pinggang ku.

"Apakah aku di cambuk?" Tanya ku. Aku bingung dari mana aku mendapatkan garis-garis itu.

"Menurut apa? Kamu dicambuk, diseret, dipukul, atau mungkin di tampar hingga memar di wajah mu. Sialan mereka!" Kesal Rara.

"Darimana kamu tahu aku di cambuk. Diseret, dipukul, dan di tampar?" Tanyaku. Aku yang mengalami semua hal yang terasa sangat menyakitkan saat ini namun Rara yang lebih mengerti penyebab aku mendapatkan semua itu.

"Anak SD pun tahu jika melihat semua luka dan lebam yang kamu dapatkan sekarang," kesal Rara menatapku.

"TESSA?" Teriakan itu membuat aku dan Rara berlari keluar dari dalam toilet.

Rupanya teriakan itu berasal dari Sarah yang sedang tidur. Aku memperhatikan raut Sarah yang terlihat gelisah dengan keringat yang memenuhi wajahnya.

"Beberapa jam yang lalu sebelum kamu datang Sarah juga mengalami mimpi buruk yang membuatnya gelisah seperti itu," Jelas Rara.

"Apakah ini efek dari ruang pengadilan?"tanyaku.

"Kita akan tahu saat kamu tidur dan juga memastikannya kepada Lexie," jelas Rara.

"Apa perlu kita membangunkannya?"

"Sebentar lagi dia akan kembali tenang. Ayo aku obati kamu terlebih dahulu." Ajak Rara dengan kotak P3K yang ada di atas nakas samping tempat tidurku.

"Darimana kamu mendapatkannya?"  Bingungku karena sebelumnya aku tidak melihat kotak P3K sebesar itu.

"Kotak ini datang bersama kamu alias kamu yang membawanya sendiri," jelas Rara menarik ku masuk ke dalam toilet lagi.

"Aku datang sendirian kesini tanpa di jaga oleh siapa pun di tengah malam seperti ini?" Aku syok dengan keadaan ku seperti ini aku berkeliaran dari sekolah hingga sampai di asrama sendirian. Dan sialnya aku tidak mengingat apa pun yang terjadi kepada ku selain aku masuk ke dalam ruang pengadilan dan saat aku disiram Rara beberapa saat yang lalu.

"Seperti itulah. Sarah pun begitu. Dan kedatangan kalian membuat ku syok setengah mati," kesal Rara.

"Aku mandi saja dulu. Badanku rasanya lengket dan kotor. Sepertinya aku tidak mandi dari awal aku masuk hingga aku keluar." Ucapku ketika Rara hendak membuka kotak P3K.

"Kalau begitu aku akan menyiapkan kamu air panas," ucap Rara lalu menyalakan air panas mengisi bathtub.

"Terima kasih."

....

Setelah proses berendam dan mandi yang sungguh menyakitkan sebab, ketika kulit ku yang luka menyentuh air hangat yang ada di dalam bathtub membuat ku merasakan perih setengah mati. Aku bahkan sampai mengigit gulungan handuk kecil yang disediakan di dalam lemari untuk menahan rasa sakitku. Setelah selesai mandi yang cukup singkat sebab aku tidak bisa menahan lama rasa sakit yang aku terima, aku hanya mengenakan tank top yang baru dan celana pendek agar memudahkan Rara mengobati ku nanti.

"Kamu bisa?" Tanyaku saat Rara tengah mengeluarkan kapas dari dalam kotak P3K itu.

"Aku tidak akan menawarkan diri jika aku tidak bisa," kesal Rara lalu menuangkan alkohol keatas kapas itu lalu mulai membersihkan luka di kedua ujung bibirku. "Kita mulai dari wajah kamu lalu ke luka-luka kamu yang lain."

"Bagaimana dengan lebamku?"

"Aku akan meminta es batu dari mereka."

"Aww..." Keluh ku saat alkohol menyentuh lukaku. "Malam-malam seperti ini?"

"Kenapa? Mereka tidak bisa menyediakannya?" Tanya Rara sarkas.

"Mungkin."

"Aku akan bakar asrama dan sekolah ini." Ancam Rara yang malah menekan lukaku semakin kuat membuat air mataku sukses jatuh membasahi pipiku.

Aku membiarkan saja Rara mengobati lukaku dengan seribu pertanyaan dalam benaku. Siapa yang melakukan semua ini ke aku? Apa yang telah mereka lakukan kepada ku hingga aku mendapatkan semua ini? Kenapa aku tidak bisa mengingat semua kejadian yang terjadi kepadaku?

To be continue...

KELAMTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang