Asrama dan sekolah semakin membosankan tanpa Tessa dan Sarah. Franklin karena takut kehilangan bintang selalu menjaga sikap dan perilakunya bahkan di asrama sekalipun. Lexie yang merupakan murid lama memperparah keadaan di asrama dan di sekolah karena memang laki-laki itu selalu menjaga sikap lebih parah daripada Franklin. Aku berteman dengan dua orang membosankan yang membuatku ingin kabur saja dari asrama dan sekolah ini. Sedangkan Rara, terobsesi untuk membalaskan dendam kepada Dara yang saat ini malam memanfaatkannya sama seperti Dara memanfaatkan Sarah. Baru empat hari Tessa tidak ada disini dan aku sudah merindukannya stengah mati. Karakter Tessa selalu membuat kelompok kami menjadi hidup dan ketika dia tidak ada disini, suasana dalam kelompok menjadi sangat membosankan.
Aku memperhatikan Franklin dan Lexie yang melangkah keluar dari kamar tanpa menunggu ku. Melihat kelakuan mereka selama dua hari terakhir ini membuatku sadar bahwa tidak ada lagi yang namanya kelompok, gang, atau pun squad disini. Franklin dengan segala ketakutannya, Lexie dengan segala ketaatannya, Rara dengan obsesi untuk balas dendamnya, sedangkan aku hanya menunggu Tessa dan Sarah keluar dari dalam ruang pengadilan.
Sebenarnya kami baik-baik saja tanpa Tessa. Hari pertama semuanya berjalan dengan normal, kami bertemu di depan asrama, makan bersama di kantin, ke sekolah bersama, dan segalanya kami lakukan bersama. Hari berikutnya sikap Franklin lebih dingin dan mirip seperti murid lama di sini. Jika Lexie yang melakukan hal seperti itu aku tidak akan heran karena Lexie adalah murid lama dan sejak awal memang di seperti itu. Namun Franklin, rasanya aneh melihat orang yang selalu lebay dan hebo tiba-tiba berubah total dalam satu hari. Sungguh menyedihkan. Setelah Franklin mulai memisahkan diri, Rara memutuskan untuk bergabung bersama Dara dengan alasan ingin membalaskan dendamnya.
Aku beranjak dari tempatku dan memilih mengikuti Franklin dan Lexie dari belakang. Ada banyak murid berlalu-lalang dan bercengkrama satu sama lain. Semua orang disini menjadi munafik ketika keluar dari gerbang sekolah. Mereka tidak sekaresmatik kelihatannya ketika mereka berada di luar asrama. Bagi semua murid laki-laki disini asrama adalah tempat yang diberikan Light High School untuk para muridnya agar bisa menjadi diri mereka sendiri. Mereka benar-benar menjadi diri mereka sendiri tapi bukan dalam hal negatif. Semua sikap seperti itu telah mereka sadari, merenungkan, dan melepaskan, karena saat ini semua murid kelas tiga tengah mempersiapkan diri untuk berkuliah keluar negeri.
"Bro, sepertinya kita akan di tawarkan di perusahaan besar setelah berkuliah keluar negeri." Samar aku mendengar percakapan segerombolan laki-laki yang tengah berdiri di depan pintu kamar sebelah kamar kami.
"Tentu saja. Sekolah ini tidak pernah gagal dengan beasiswa keluar negerinya. Buktinya, semua murid yang mendapatkan beasiswa bekerja di perusahaan besar. Dan yang lebih hebatnya lagi jabatan yang mereka dapatkan bukan jabatan biasa."
Aku hanya tersenyum mendengar percakapan segerombolan laki-laki yang kelihatan seperti ibu-ibu yang sedang bergosip di pagi hari. Ini adalah hal yang paling sering aku lihat sejak aku datang ke asrama ini. Semua orang disini berakting seperti orang sukses yang sangat berwibawa dan berkarisma. Aku tidak heran melihat sikap mereka seperti itu karena kami disini dididik untuk menjadi seperti itu. Kami dipersiapkan untuk menjadi orang sukses yang punya karisma tersendiri dan daya tarik.
Aku melangkah masuk ke dalam lift bersama Franklin dan Lexie yang ternyata menunggu ku. "Tumben." Komentar ku.
"Sorry. Aku hanya syok dengan masuknya Tessa ke dalam ruang pengadilan," ucap Franklin yang ternyata menyadari jika sikapnya tiga hari belakangan ini menganggu ku.
Aku memaklumi sikap Franklin yang syok karena bintangnya tersisa satu dan juga dia bukan tipikal laki-laki tulen yang akan selalu siap menghadapi semua rintangan di depannya. Aku bukan mengatai Franklin banci atau apa pun itu, aku hanya membicarakan fakta yang aku lihat selama aku bersama dengannya. Namun, aku sedikit bingung dengan kepribadian Franklin. Aku curiga keperibadian yang dia tunjukkan saat ini bukan keperibadiannya yang sebenarnya. Aku bisa mengambil kesimpulan itu karena badan Franklin terlalu kekar untuk laki-laki lemah lembut seperti dia, dia lebih jago berkelahi dibandingkan aku, dan disaat sendiri dia berubah menjadi laki-laki tulen dan disaat bersama kami dua berubah menjadi laki-laki lemah lembut dengan gaya yang lebay. Apakah Franklin punya dua kepribadian?
"Dam! Apa yang kamu pikirkan?" Tanya Franklin merangkul ku keluar dari lift.
"Emm. Tidak ada." Bohong ku.
Kami bersama-sama keluar dari gedung Leo nama gedung asrama laki-laki. Aku langsung mencari sosok Rara di antara murid perempuan yang keluar dari asrama Panthera nama gedung asrama perempuan. Aku memperhatikan sosok Rara keluar dari gedung Panthera sambil menggandeng Dara sama persis seperti yang Sarah lakukan. "Apakah Rara juga telah berhasil dipengaruhi oleh Dara?"
Franklin dan Lexie langsung ikut melihat ke arah yang aku lihat.
"Sepertinya tidak," ucap Franklin yakin.
"Menurut ku juga begitu," setuju Lexie.
"Kenapa kalian begitu yakin?" Tanya ku bingung.
"Karena saat ini Rara yang berhasil mempengaruhi Dara bukan Data yang berhasil mempengaruhi Rara," jelas Franklin tersenyum licik memperhatikan Dara dan Rara yang melewati kami.
"Hah?"
...
Saat ini kami sedang mengikuti kelas table manner sekaligus makan siang. Seperti hari-hari berikutnya hanya aku dan Franklin duduk di satu meja sedangkan Rara satu meja bersama Dara. "Sepi lagi," komentarku sambil memasukan sesuap nasi ke dalam mulutku.
Aku menatap kesal ke arah Franklin yang tengah sibuk mengikuti kelas table manner dengan begitu serius bahkan makan siangnya sejak tadi belum di sentuh sama sekali. "Membosankan," komentarku lagi.
Aku memperhatikan sekelilingku dan mata ku jatuh pada Dara dan Rara yang tengah berbicara dengan begitu serius. Lalu tiba-tiba Dara mendorong Rara hingga Rara jatuh dari kursi.
"Ampun, Dar. Aku tidak bermaksud untuk menghianati kamu," mohon Rara dengan suara besar.
"Apa yang kamu lakukan, Ra?" Tanya Dara bingung lalu berjongkok hendak menolong Rara namun Rara malah menarik tangan Dara ke rambutnya dan yang membuatku bingung Rara malah menangis keras seolah-olah Dara lagi menjambak rambutnya.
"Lepaskan, Dar. Sakit," ngeluh Rara.
Aku memperhatikan kejadian itu dengan raut bingung. Apa ini yang dimaksud Franklin dengan Rara berhasil mempengaruhi Dara?
"Apa yang kamu lakukan!" Bentak Dara emosi lalu menarik tangannya dari rambut Rara kasar namun akibat perbuatannya itu rambut Rara di tarik dengan kasar hingga beberapa helai tercabut dari akarnya.
Dara memperhatikan rambut di tangannya dengan raut syok lalu dengan cepat membuang rambut itu.
"Selamat, Dar. Kamu berhasil di manipulasi oleh Rara," komentar Franklin tersenyum sarkas.
Aku syok mengetahui fakta perempuan bergaya cupu seperti Rara bisa sehebat itu.
Bagaimana perasaan Dara saat ini? Orang yang dikenal sebagai tukang manipulasi malah dijebak dengan cara yang Ia ciptakan sendiri.Menyedihkan!
To be continue...
KAMU SEDANG MEMBACA
KELAM
WerewolfAnak mu susah di atur? Selalu menyebabkan masalah di masyarakat maupun di sekolah. Ingin mengubahnya namun tidak bisa? Light High School solusinya. Light High School solusi untuk merubah sikap dan karakter anakmu jadi lebih baik dengan didukungnya...