Aku menatap nanar nama ku yang tertera di depan layar besar itu. Nama yang biasanya bagiku adalah nama yang paling indah karena nama itu tercipta dari masah lalu orang tua ku yang pernah indah kini tidak ku inginkan. Aku membeku ditempatku saat semua teman-teman ku menatapku dengan raut syok. Jika mereka saja begitu syok apa lagi dengan ku. Aku tidak tahu harus berbicara apa ketika para penjaga menarik ku untuk masuk ke dalam pintu merah di belakang layar besar itu.
"Tessa," aku menatap kosong Lexie yang melangkah mendekati ku lalu berbisik "jangan menghirup asap, tahan sebisa mungkin."
Asap? Asap apa itu? Apa yang mereka inginkan dengan asap itu?
"Ingat apa pun sebisa kamu, Tess," bisik Rara yang memeluk ku erat.
Perlakuan mereka saat ini membuat ku menjadi takut dengan dunia di balik pintu merah itu. Aku menatap teman-temanku lalu membiarkan diriku di bawah masuk ke dalam pintu merah itu. Aku memperhatikan sekali lagi semua murid yang ada di depanku dan mata ku tanpa sengaja bertemu dengan mata yang tersenyum puas melihat aku masuk ke dalam ruang pengadilan. Siapa lagi kalau bukan Dara. Perempuan itu semakin aku menatapnya, senyumnya semakin lebar dan terlihat menyeramkan.
Dasar psikopat!
Aku menatap teman-temanku sekali lagi dan membiarkan diriku di bawah masuk ke dalam ruang pengadilan itu. Aku memperhatikan ruangan disekitarku yang jauh dari ekspektasi ku. Sebuah ruangan bercat cream dengan aroma kopi membuat ku merasa tenang dan rileks. Fasilitas di dalam ruangan ini hanya terdapat kursi ruang tunggu biasa yang dapat di temukan di rumah sakit. Aku duduk di salah satu kursi yang di letakan memanjang mengikuti tembok ruangan ini yang memang berbentuk seperti lorong pendek. Terdapat tiga orang di dalam ruangan ini yang berisikan 2 orang laki-laki dan satu orang perempuan yang adalah Sarah. Aku memperhatikan Sarah yang duduk di sudut tembok dengan kepala menunduk dan meremas jari-jemarinya.
"Tessa."
Aku mendongak dan menemukan Sarah yang saat ini sudah berdiri didepan ku, menundukkan kepalanya dengan nada suaranya yang terdengar rendah. Aku memperhatikan keadaan Sarah yang terlihat berantakan. Blazernya tidak terkancing seperti biasanya dan dasinya tidak berbentuk sebuah ikatan kupu-kupu yang cantik.
"Rapikan pakian mu, aku tidak berteman dengan orang yang berantakan," datar ku sambil memangku tangan dan menatapnya.
Ia mengikat kembali dasinya, mengancing blazernya, dan merapikan rambutnya dengan jari-jari tangannya. "sudah," lapornya tanpa menatapku dan terus menundukkan kepalanya.
Aku memperhatikan Sarah yang sudah kelihatan rapi walaupun tidak semodis biasanya. "Kamu yakin kamu adalah Sarah Nugroho?" Aku masih memeberikanya tatapan intens.
"Mau kamu apa?"
Aku tersenyum mendengar nada sarkas yang dikeluarkan Sarah. Itu yang aku mau. "Aku hanya mau kamu jadi diri kamu sendiri."
"Aku akan tetap jadi diriku sendiri. Aku hanya merasa bersalah kepada kamu makanya aku menurunkan nada suara ku," jelas Sarah.
"Oh begitu. Aku memaafkan kamu," aku memberikan sarah senyum ramah dan memintanya duduk di sampingku.
"Aku minta maaf, Tess." Ucapnya dengan nada suara pelan saat duduk di sampingku.
"Aku sudah memaafkan kamu," jujurku. "Kamu hanya bodoh karena mau dimanipulasi oleh Dara. Jadi, aku tidak akan menyalakan mu atas luka yang cukup menyakitkan ini."
Sarah memperhatikan perban yang melingkari kepalaku. "Aku minta maaf untuk ini juga."
"It's okay," aku tersenyum ke arahnya.
"Kamu tidak marah?" Tanyanya.
"Marah? Emm. Tidak. Aku hanya kesal Dara berhasil memanipulasi kamu. Sejak awal aku tidak pernah membenci kamu." Aku menatap Sarah yang langsung menunduk menghindari tatapan mata ku. Entah kenapa Ia terus menghindari tatapan mataku?

KAMU SEDANG MEMBACA
KELAM
WerwolfAnak mu susah di atur? Selalu menyebabkan masalah di masyarakat maupun di sekolah. Ingin mengubahnya namun tidak bisa? Light High School solusinya. Light High School solusi untuk merubah sikap dan karakter anakmu jadi lebih baik dengan didukungnya...