BAB 8: Tessa

23 9 8
                                    

Saat ini kami di bagi menjadi dua kelompok sesuai dengan gang yang telah kami buat. Setelah diinterogasi oleh penjaga karena kekacauan yang kami buat, aku menemukan fakta bahwa bukan hanya kami yang membuat gang tapi anak murid lainya juga. Pantesan saja mereka begitu emosi saat laki-laki yang mendapat kamar lorong B sama dengan ku, Franklin, dan Adam di pukuli. Aku sudah curiga mereka begitu kompak untuk melawan gang kami, ternyata mereka juga membentuk gang sama seperti ku.

Setelah diinterogasi satu per satu selama satu jam, kami semua dikumpulkan di ruang tengah. Badanku terasa lemas, rasanya seperti tulanku copot semua karena kelaparan dan juga kecapaian. Aku belum makan dari kemarin dan tidak istirahat dengan benar.

"Silakan berdiri berdasarkan Gang yang kalian bentuk," perintah laki-laki berbadan besar itu.

Aku segera bergabung dengan gang ku. kami berdiri saling berhadapan memberikan tatapan penuh dendam. Aku memperhatikan perempuan berambut pendek dan perempuan berambut merah itu yang badannya di penuhi oleh perban dan beberapa plester luka.

Ingatan ku berputar beberapa saat lalu saat  Rara hampir saja menusuk ku dengan garpu. Aku bersyukur saat itu suara teriakan Sarah berhasil menyadarkan Rara yang penuh dengan aura membunuh.
Teriakan khawatir Sarah masih terngiang di telinga ku. Ternyata perempuan itu punya rasah peduli yang sengaja  dia tutupi dengan sifat ketusnya.

"Franklin, itu hasil perbuatan kamu?" Aku menatap wajah Franklin berharap laki-laki itu menjawab bahwa itu dilakukan oleh Adam, namun melihatnya tersipu malu dengan gaya alainya aku semakin tidak percaya.

Aku memperhatikan wajah tak berbentuk yang beberapa saat lalu masih mulus saat menyandra Rara dengan garpu dan senyum sarkas  di bibirnya. Wajah laki-laki itu babak belur dengan bengkak di sekitar pelipis, bibir, dan di dahinya. "Aku masih tidak percaya itu ulah kamu."

Aku memperhatikan Rara dan Franklin secara bergantian. Mereka adalah dua orang yang terlihat lemah dan gampang untuk ditindas namun itu hanyalah kamuflase. Mereka berdua adalah definisi dari peri bahasa 'serigala berbulu domba'.

"Orang lemah seperti ku juga harus tahu cara bertahan untuk hidup," ucap Franklin yang menyadari tatapan penuh tanda tanya dariku.

"Begitu pun dengan ku," ucap Rara.

"Setelah keluar dari sini kita harus menceritakan alasan kenapa orang tua kita memasukkan kita disini. Aku tidak mau ada rahasia diantara perkumpulan kita," ucap Adam dengan raut serius. "Sepertinya aku harus belajar banyak dari kamu, Bro."

"Tidak suka di panggil Bro. Liyn saja." Protes Franklin manja.

"Aku setuju dengan pendapat Adam. Tidak boleh ada rahasia di antara kita, kecuali Tessa."

Aku menatap bingung Sarah. "Maksud kamu?"

"Karena rahasia kamu, kita sudah tahu. Mantan kriminal," ucap Sarah sarkas.

Hell! Aku ingin membunuh perempuan di sampingku ini sekarang. Baru saja aku memujinya, dia sudah memancing emosi ku lagi. Setelah keluar dari neraka ini aku akan mencari tahu semua tentang dia. Aku berjanji.

"Kalian semua silakan masuk ke lorong D, sekarang!"

Kami di kerumuni oleh para penjaga berbadan kekar membuat suasana menjadi sedikit menakutkan. Masing-masing dari kami mendapatkan satu penjaga.

"Kami mau di bawah kemana, Pak?" Tanyaku saat kami diarahkan ke sebuah pintu dengan tangga yang menurun ke bawah tanah. Apakah inilah saatnya kamu merasakan hidup sebagai seorang napi seperti tulisan yang berada di dinding di ruang tengah?

"Jangan banyak tanya!" Bentak penjaga itu.

Kami berbaris dan menuruni setiap anak tangga hingga mencapai lantai bawah. Udara lembab, pencayahaan yang kurang, sertah bau busuk yang sangat menusuk hidung.

KELAMTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang