BAB 9: Tessa

26 10 7
                                    

Aku terbangun dari tidurku ketika perut ku mulai terasa sakit. Sepertinya efek dari makanan basi yang aku makan mulai beraksi. Kapan aku akan dibebaskan dari sini?  Aku harus segera mendapatkan obat sebelum sakit perutku semakin parah.   Apakah ini sudah pagi lagi? Atau, waktu baru menuju malam? Apakah ini waktunya makan malam? Ah tidak mungkin! Si pimpinan gedung tahap awal yang brengsek itu tidak memberikan jatah makan malam kami. Bahkan saat ini aku dan mungkin teman-teman yang lain menebak-nebak saat ini pagi atau malam? Hari dimana aku masuk ke gedung ini adalah hari terakhir ku bersama matahari. Gedung ini benar-benar tertutup dari dunia luar. Sejak awal masuk ke dalam gedung ini, aku tidak melihat ada fentilasi ataupun jendela.

Ah, Goblok! Gedung ini merupakan replika penjara, kenapa aku menanyakan adanya fentilasi atau jendela yang menjadi kesempatan para tahanan untuk kabur? Tapi, kami bukanlah para tahanan tingkat tinggi yang pantas diperlakukan seperti ini.

Remaja seperti kami memang sepantasnya mempunyai sifat susah di atur karena masa remaja adalah masa dimana kami sedang mencari jati diri kami yang sebenarnya. Para orang tua tidak bisa menuntut kami untuk menjadi seperti yang mereka mau karena itu sama halnya dengan menghambat pencarian jatih diri kami. Aku akui ada banyak remaja yang sedang mencari jatih dirinnya dengan tidak membuat onar seperti yang kami lakukan, tapi tidak semua remaja harus di sama ratakan. Setiap remaja punya kepribadian yang berbeda, lingkungan yang berbeda, pertemanan yang berbeda, dan bahkan perlakuan orang tua yang berbeda. Proses pencarian jati diri dipengaruhi oleh hal-hal itu, lalu kenapa kami harus dikekang dan dipaksa untuk menjadi orang yang sama?

"Tessa? Ayo."

Aku memperhatikan Adam yang berdiri di depan pintu besi itu dengan kondisi pintu yang sudah terbuka lebar. Aku memandangnya bingung. Bagaimana bisa Adam membuka pintu ini?

"Kamu tidak apa-apa?" Tanya Franklin yang muncul di balik pintu, lalu masuk dan mengecek kondisiku.

"Kita sudah dibebaskan?" Tanyaku bingung.

Rara muncul dari balik pintu dengan kartu akses berwarna hitam premium yang sering digunakan pimpinan gedung ini sebagai kalung.

"Bagaimana bisa?" Bingung ku.

"Berkat kemampuan Franklin yang dulunya ternyata berprofesi sebagai pencopet profesional," jawab Sarah. "Jangan banyak tanya! Kita tidak punya waktu untuk menjawab semua pertanyaan yang ada di dalam otak kamu," lanjutnya ketus.

"Ayo! Kita harus segera keluar dari gedung ini sebelum waktu pergantian shift selesai," peringat Rara.

Franklin memegang tanganku dan membawaku keluar dari sel ku. Dengan hati-hati kami menyusuri anak tangga dan keluar di ruang tengah.

"Kita kemana?" Tanyaku.

"Waktu?" Tanya Franklin.

"10 detik lagi," jawab Sarah yang terlihat memegang ponsel lipat keluaran baru dari brand ternama. Dia hebat juga bisa lolos pemeriksaan waktu itu.

"Pintu keluar disitu," Tunjuk Adam.

"Ayo!" Ajak Rara.

"Mau kemana kalian?"suara bariton dengan nada tegas dan penuh ancaman membuat kami semua menoleh kebelakang. Dibelakang kami telah berdiri dua penjaga berbadan kekar dengan dua tongkat hitam di tangannya.

"Shit! Kita gagal," komentar Sarah.

"Siapa bilang, tidak ada kata gagal sebelum melawan." Aku melangkah maju kedepan menghadap dua penjaga itu. Aku tidak tahu darimana datangnya rasa percaya diri dan keberanian itu. Tiba-tiba saja gejolak untuk segera keluar dari tempat ini dan menghentikan semua neraka ini menciptakan keberanian itu.

"Kamu bisa berkelahi?" Tanya Adam berbisik kepadaku.

"Tidak," jawabku jujur. Aku hanya si pembuat onar bukan seorang petarung. "Tapi aku bisa pakai otak."

"Hah?" Tanya Adam bingung.

"Waktu pergantian shift telah selesai, para penjaga akan mulai berdatangan saat melihat kita di cctv. Untuk itu kita harus segera keluar dari sini,"ucapku.

"Kita tidak bisa mengalahkan mereka," putus asa Sarah.

"Tidak perlu mengalahkan hanya perlu mengalihkan. Mengerti maksud ku?" Mereka mengangguk mengerti membuat ku cukup kagum dengan kemampuan otak mereka dalam mencerna maksud ku.

Aku melirik ke arah Rara dan Sarah lalu beralih menatap pintu keluar yang berjarak 20 meter dari kami. Mereka berdua tersenyum licik mengerti maksudku. Aku berbalik menatap kedua penjaga yang tersenyum penuh kemenangan.

"Siap?" Tanyaku kepada Adam dan Franklin. Keduanya mengangguk tanda siap, aku tersenyum licik.

"Sekarang!" Teriaku.

Aku membuka jaket yang aku kenakan lalu dengan cepat melempar ke wajah satu penjaga berbadan besar. Saat mengenai sasaran aku berlari diikuti oleh Rara dan kami memberikan tendangan secara bersamaan ke penjaga itu. Tendangan dan dorongan dari kaki kami yang kami gunakan secara bersamaan berhasil menjatuhkan penjaga itu. Memanfaatkan jatuhnya penjaga itu aku dan Rara berlari ke arah Sarah yang telah berhasil membuka lebar pintu keluar gedung tahap awal memperlihatkan suasana gelapnya malam.

Rara dan Sarah telah berlari keluar dari gedung, sementara aku menunggu Franklin dan Adam yang sibuk melawan satu penjaga lagi.

"Lepaskan dia. Lari saja," teriaku saat penjaga yang tadi kami tumbangkan mulai bangkit dari jatuhnya.

Adam dan Franklin dengan cepat berlari ke arahku di kejar oleh dua penjaga dan parah penjaga lain yang telah mengetahui kami yang kabur. Aku menatap Franklin dan Adam yang berusaha berlari sekencang mungkin dan menipu para penjaga yang tiba-tiba muncul dari depan mereka. Setelah mereka telah berhasil keluar dari pintu aku segera menutup pintu yang langsung terkunci secara otomatis.

"Ayo." Teriak Sarah yang sedang mengendarai buggy car.

Darimana gadis itu mendapatkan buggy car? Tidak penting dia mendapatkannya dari mana, yang terpenting kami bisa kabur dari gedung ini.
Aku menarik Adam dan Franklin untuk segera naik ke buggy car. Sarah langsung melajukan buggy car dengan kencang meninggalkan gedung tahap awal itu. Aku memperhatikan Adam dan Franklin yang terlihat ngos-ngosan, sementara aku memegang perutku yang terasa semakin sakit. Sejak tadi karena disibukkan oleh kaburnya kami, aku melupakan rasa sakit ku dan sekarang rasa sakit ini semakin menusuk.

"Kamu tidak apa-apa?" Tanya Adam.

"Sepertinya makanan basi yang aku makan mulai mengeluarkan efeknya."

"Kamu bisa bertahan hingga kita keluar dari sini?" Tanya Rara.

"Akan aku tahan." Aku ragu bisa menahan rasa sakit ini. Rasa sakit ini semakin menusuk membuat kepala ku menjadi sedikit pusing.

"Kita kemana?" Tanya Franklin.

"Entalah. Yang jelas kita masih dikuasai oleh sekolah ini, saat ini kita hanya terbebas dari satu gedung." Ucapan Sarah membuat ku putus asa akan kaburnya kami.

"Stop!"

Suara perempuan dari pembesar suara yang tidak terdengar asing dengan siratan nada tegas membuat Sarah menghentikan buggy car yang di curinya entah dari mana. 

"Sialan!" Makiku.


To be continue...

KELAMTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang