Seekor siput akan mencari cangkang lain ketika ia merasa tubuhnya tak lagi muat di cangkang sebelumnya. Menetap di sana hanya akan membuatnya tersakiti, sesak dan tak bisa napas. Tanpa sadar, itulah yang disebut diusir secara lembut dan perlahan. Kemudian siput tersebut akan mencari rumah baru yang lebih nyaman.
Siklusnya akan seperti itu terus, sampai si siput menua dan mati di dalam cangkang yang disebut rumah. Sama seperti siput, Wana pun melakukan hal yang sama, ia pergi ketika rumahnya memintanya pergi dengan penuh tekanan. Hak apa yang Wana miliki untuk menetap di sana dan bertahan?
Ketika seorang anak membutuhkan sosok orang tua yang selalu mendorong dan mengawasinya dari dekat, Wana tidak pernah tahu. Yang ia tahu hanya bimbingan dengan kata-kata pedas dan tak pantas didengar anak seusianya. Wana bisa memaklumi jika yang mengatakan adalah orang lain, namun nyatanya yang berkata adalah ayahnya sendiri, di depan ibunya yang hanya diam.
"Apa yang kamu rasakan?" Hari ini Wana memiliki pemandangan berbeda. Bahkan saat ia terjatuh, Frans hanya akan diam dan memakinya bodoh. Tapi kali ini, ada lengan kokoh yang menopangnya agar tidak terjatuh.
"Apa yang kamu rasakan?" tanya Alex sekali lagi.
Wana mencebik, bukannya menjawab justru anak itu malah menangis dan memeluk Alex. Hal itu membuat yang dewasa bingung. Disingkirkannya sepeda kecil beroda dua yang hampir menjatuhkan Wana, Alex memilih membawa anak itu masuk ke dalam Mansion.
"Ada apa?" tanya Joe yang baru saja keluar dari lift.
"Hampir jatuh dari sepeda," jawab Alex. Joe mengeluarkan korak obat dari dalam laci kecil di dekat sofa, ia memerika tubuh Wana yang tidak terluka sama sekali. Wanita itu terlihat cantik dengan gaun berkelasnya.
"Katakan mana yang sakit," tanya Joe membuat Wana menggeleng.
"Gak ada yang sakit, cumah hati Wana yang sakit Mom. Hati Wana sakit," adunya membuat Joe mendekat dan memeluk pemuda itu. Meskipun tidak tahu apa yang sebenarnya terjadi, tapi tetap saja Joe akan selalu menenangkan anaknya itu.
"Mengapa hati Wana sakit hem?" tanya Joe. Wana mengeleng, sesuatu yang buruk tidak pantas diceritakan.
"Enggak, Wana cuman inget kalo Wana masih belum bisa bahasa enggres." Joe dan Alex menghela napas secara bersamaan. Khawatir yang dirasakan Joe itu masih belum sirna, entah mengapa namun ia merasa putranya ini menyembunyikan sesuatu.
"Tidak apa sayang, nanti Wana akan terbiasa." Joe memberi pengertian yang langsung diangguki Wana.
Sebulan sudah Wana tinggal bersama Joe dan Alex di California, sementara ketiga putra Joe itu akan kembali dua hari lagi. Pekerjaan yang ada di Indonesia belum selesai sepenuhnya. Wana tidak tahu bagaimana ia bisa menyetui Joe saat mengajaknya pergi ke California. Untuk identitas, semuanya dirahasiakan.
"Mommy gak jadi pergi?" tanya Wana membuat Joe yang akan mengadakan pemotretan untuk probook majalah itu menepuk dahinya singkat.
"Pergilah, biar hari ini aku yang menunggunya." Alex sangat pengertian, membuat Joe bisa pergi keluar rumah dengan perasaan senang.
"Terimakasih,"ucap Joe sebelum benar-benar berlalu dari sana.
Waktu terus berlalu, Wana yang ditinggalkan dengan Alex dan para maid itu merasa bosan. Jika dengan Joe biasanya akan melakukan banyak aktifitas, meski ia hanya diperbolehkan menonton saja. Namun sayang setelah satu bulan cuti dari pekerjaannya, Joe hari ini terpaksa kembali bekerja.
Menjadi supermodel dunia adalah impian Joe, namun entah mengapa sekarang ia tidak memiliki niat untuk mengembangkan nama lagi. Ia justru lebih tertarik duduk di rumah sembari memerhatikan Wana yang kerap membuat kerusuhan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Aldrewana H.L [End]
General FictionDemi bergabung dengan geng abal-abal, Wana harus melakukan suatu kenakalan di lingkungan masyarakat. Dengan masker wajah sebagai topeng, pemuda itu memasuki sebuah mobil mewah di parkiran Mall. Namun karena rasa kantuk begadang tengah malam, pemuda...