Ketika membuka mata, Wana merasa asing dengan suasana dan situasi di sekitarnya. Namun belum sempat mencerna apa yang terjadi, suara seorang wanita itu membuat atensinya tertarik.
"Apa yang kamu rasakan, apa ada yang sakit Nak?" katanya. Wana mengerjap pelan, ia terlihat kaget ketika melihat keberadaan Joe.
"Tante ngapain di rumah saya?" tanya Wana. Ketika berbicara, uap akan memenuhi masker oksigennya. Hal itu membuat Wana sadar akan keadaanya sekarang. Ia langsung mengangkat tangan dan menatap jarum infus yang menancap di punggung tangannya.
"Anjing, pasti kerjaannya si Prans ini," umpatnya.
"Jangan mengumpat Nak, tidak baik. Dan kamu berada di rumahku, bukan di rumahmu. Apa kamu tidak ingin apa yang terjadi terakhir kali?" katanya. Wana terdiam dan memutar ingatan ke belakang.
Kilasan saat ia kabur dari Zicas dan Gerald lalu pertemuannya dengan Jolyon. Wana membuka mulutnya ketika ingat semuanya, ia tidak menyangka Jolyon akan membantunya. Jadi kini ia berada di rumah yang sama, bahkan ia baru sadar jika ia berada di kamar yang waktu itu ia tempati.
"Apa yang terjadi denganmu, mengapa kamu bisa sampai tidak sadarkan diri?" tanya Joe. Wana menghela napas pelan.
"Saya dikejer penculik Tan," katanya. Joe tidak percaya, namun tidak mau bertanya lagi. Lebih baik ia buktikan sendiri dengan menunggu hasil tes dokter yang tadi merawat Wana.
"Tan," panggil Wana membuat Joe menoleh. Pemuda itu hendak bangkit, namun Joe melarangnya. Joe tidak tahu apa yang terjadi, tapi ia merasa hatinya sakit ketika melihat pemuda ini tidak sadarkan diri di gendongan Jolyon.
"Boleh gak saya nginep di rumah Tante seminggu ini? Saya lagi marah sama orang rumah, saya gak dikasih makan juga masa. Kalo saya mati, populasi manusia ganteng di muka bumi ini bisa musnah," katanya. Joe tidak tahu ingin berekspresi seperti apa, tapi yang pasti ia merasa bahagia saat ini.
"Tentu, tapi dengan syarat." Wana mengangkat salah satu alisnya, Joe yang merasa bahagia langsung memberitahu.
"Bisakah kamu memanggilku Mommy? Aku akan membiarkanmu tinggal di sini selama yang kamu mau," kata Joe membuat kening Wana mengernyit bingung.
"Jangan salah paham Nak. Kamu pernah lihat kan ketiga putraku, mereka tidak memberikanku hak sebagai seorang ibu. Mereka tidak sopan, tidak memanggilku dengan sebutan yang seharusnya. Aku merasa sedih, andai aku bisa memiliki anak lagi. Oh tidak, hatiku sakit sekali memikirkan ini, aku hanya ingin dipanggil Mommy," kata Joe sembari terisak.
Ia melirik sekilas ke arah Wana yang menatapnya kasihan. Hati Wana itu selembut pantat bayi, melihat wanita baik menangis di hadapannya membuatnya merasa tidak tega.
"I-iya deh, saya panggil Tante, Mommy mulai sekarang." Joe menyeringai tanpa Wana ketahui.
"Jangan pake 'saya ' dong, biasanya kamu memanggil dirimu seperti apa?" tanya Joe. Wana menggaruk keningnya yang tidak gatal, panggilan 'Wana' hanya di hadapan keluarga saja.
"Wana," katanya. Joe tersenyum sembari mengusap pipinya yang tidak basah. Ia mengusak rambut Wana.
"Kalau begitu mulai sekarang gunakan 'Wana' jangan 'Saya'," katanya. Wana mengangguk saja, yang terpenting saat ini adalah diberikan tumpangan. Berhubung ia dengan bodohnya keluar rumah tanpa membawa uang sepersen pun.
____
Sehari berlalu begitu saja, Wana menghabiskan harinya kemarin dengan berbaring di tempat tidur. Ia benar-benar tidak bisa membalas kebaikan Joe. Selama ia lemas, Joe selalu menemaninya, tidak meninggalkan nya sedetikpun, bahkan menyuapi serta membantunya jalan ke kamar mandi.
Sungguh seorang ibu idaman, andai Berlin juga sepeduli itu padanya, pasti Wana tidak akan mencari kenyaman di luar rumah. Mengingat hal itu membuat Wana sedih.
"Ada apa sayang?" Suara lembut Joe itu membuat Wana yang tengah menopang dagunya terhenyak di tempat. Saat ini ia tengah melihat Joe membuat kue.
"Enggak, Mommy lama." Sehari berlalu membuat Wana merasa nyaman dengan panggilan barunya pada Joe. Baru pagi ini ia keluar kamar, infusnya dilepas semalam oleh seorang dokter.
Wana juga baru tahu jika maid yang bekerja di rumah ini sangatlah banyak. Namun ia belum melihat penghuni rumah yang lain, seperti Alexander dan ketiga putranya. Kata Joe, mereka tengah mengadakan kunjungan ke lokasi proyek.
"Kalau begitu duduklah di tempat yang lebih nyaman." Joe membasuh tangannya, ia menarik anak itu untuk duduk di sofa ruang keluarga. Setelah memastikan Wana nyaman, ia kembali lagi ke dapur untuk menyelesaikan pekerjaannya.
Wana sendiri memejamkan mata dengan telinga yang senantiasa mendengar berita di televisi. Tubuhnya setelah mengalami serangan mendadak akan membutuhkan waktu cukup lama untuk memulihkan diri.
"Hei Nak." Suara bariton itu membuat Wana membuka mata. Saat itu juga ia bisa melihat Alex dan ketiga putranya yang kini berdiri menatapnya.
"Ape," jawab Wana sebelum berbalik membelakangi keempatnya. Sofa panjang itu memiliki sandaran yang bisa disesuaikan. Wana sedang tak memiliki tenaga untuk mengobrol.
"Kudengar kamu akan tinggal di rumah ini selama seminggu?" kata Alex. Wana berbalik menatap pria itu dengan mata sayunya.
"Nanti ya kalo mau ngusir, saya masih belum siap baku hantam sama Papa." Kening Alex berkerut bingung, ia duduk di sofa yang lain. Sementara Zach si tidak suka keramaian itu telah kembali ke kamarnya.
"Aku tidak akan mengusir mu," kata Alex membuat Wana memberikan jempolnya.
"Btw, makasih ya Jon udah bawa saya ke sini dan bantu saya kabur dari penculik itu." Wana berterimakasih pada Jolyon yang sudah mau membantunya. Jika bukan karena Jolyon, mungkin saat ini Wana sudah meninggal.
"Siapa Jon?" tanya Wildan, tidak ada yang bernama Joni ataupun Jono di sini. Wana menujuk pria tegap berwajah dingin yang berdiri di samping Alex.
"Itu, Jon siapa namanya?" tanya Wana yang sedikit lupa.
"Bukan Jon sayang, tapi Jolyon. Dan kamu harus memangil mereka kakak," sahut Joe yang baru saja datang dari arah dapur. Wanita itu duduk di samping Wana dan mengupas buah yang sama sekali tidak disentuh oleh sang empu.
"Kakak? Tapi mereka gak pantes dapet sebutan kakak."
"Pantasnya? Brother?" tanya Joe. Wana menggeleng.
"Om," jawab Wana yang mana langsung membuat Wildan tertawa. Pria pengidap OCD itu baru kali ini melihat anak seunik Wana, meski ia sedikit terhina akan panggilan yang diberikan Wana.
"Mengapa Om?" tanya Joe. Wana beralih duduk, ia mengambil potongan apel yang diberikan Joe.
"Ya karena mereka udah tua. Wana yang masih muda gak pantes manggil mereka kakak," katanya.
"Tapi kamu memanggilku Kakak ketika meminta bantuan kemarin," sahut Jolyon membuat suasana hening seketika. Joe tersenyum tipis, dalam hati ia tengah berjingkrak kegirangan mengetahui Jolyon ikut angkat bicara di sini.
Sebagai ibu Jolyon, Joe tentu tahu jika putranya, telah membuka hati.
______
Teamnya Joe dan Alex mana nih?
Teamnyaa Frans +Berlin?
Sabar ya manteman, Wana masih belum kenal mereka. Jadi masih kalem :)
KAMU SEDANG MEMBACA
Aldrewana H.L [End]
Genel KurguDemi bergabung dengan geng abal-abal, Wana harus melakukan suatu kenakalan di lingkungan masyarakat. Dengan masker wajah sebagai topeng, pemuda itu memasuki sebuah mobil mewah di parkiran Mall. Namun karena rasa kantuk begadang tengah malam, pemuda...