26. Dari hati ke hati.

11.2K 1.5K 159
                                    


Karena beberapa hari ini ngaret up, bisalah nanti double up.

Jangan lupa voment nya dulu dong^^

Happy reading!












____

Wana tahu, apa yang ia lakukan sangatlah berbahaya dan melanggar aturan Alex. Namun Wana tidak bisa membiarkan yang tidak seharusnya terus berjalan. Dengan langkah mengambang tanpa suara ia mendakti kamar suram yang waktu itu hampir menjadi maut untuknya. Menekan sandi yang ada di sana, ternyata masih sama hingga pintu pun dapat terbuka.

"Kakak," bisiknya pelan. Wana tak lupa menutup pintu kembali. Setelahnya barulah ia mendekati sosok yang terikat di atas kasur itu.

"Kakak," panggil Wana yang seharusnya bisa didengar oleh sang empu. Namun mata yang memang sedari tadi terjaga itu tidak merespon dan tetap menutup matanya. Wana kembali naik ke atas kasur melalui selimut yang menjuntai seperti terakhir kali.

Kali ini ia bisa melihat dengan jelas bagaiamana wajah itu, lingkaran hitam di bawah mata entah menagapa membuat Wana merasa iba. Ia mendekat lagi, membuat pria yang berpura-pura menutup mata itu mengernyit tidak suka.

"Kak James."

Kernyitan di dahi itu hilang, tak lama James membuka matanya yang berwarna merah hitam. Wana tersentak kaget ketika tatapan tajam itu mengarah padanya, hingga membuat Wana secara impulsif mundur.

"Kau! Anak penyakitan, apa kau tidak takut mati?" katanya. Wana terdiam, ia menatap James dengan intens sebelum menunduk.

"Wana udah sering ngerasain yang namanya hampir mati, jadi Wana gak takut lagi." 

James terdiam, namun tak lama pria itu terkekeh sinis dan menendang Wana dengan kakinya yang bebas hingga Wana terjelembab ke belakang. Anak itu terbatuk beberapa kali sebelum kembali bangkit dan menatap James dengan intens.

"Gak papa tuh, Wana sering ditendang Papa. Jadi udah kebal," katanya yang membuat James semakin menatapnya sinis. Wana mendekat yang membuat James menyerangnya lagi dengan kaki, namun kali ini Wana berhasil menghindar.

"Kakak tunggu! Wana ke sini mau lepasin iketan tangan Kakak," katanya yang membuat James semakin tak suka dan menyerangnya semakin brutal. James adalah sebuah senjata berbahaya, siap yang berhasil memegangnya akan terlindungi, oleh sebab itu James tak pernah tunduk pada diapapun termasuk Jolyon.

"Kenapa! Kenapa bocah penyakitan seperti mu melalukan itu, kau kira aku akan merasa berhutang padamu!" Utungnya ruangan ini kedap suara, jadi Wana tak perlu khawatir Alex akan datang dan menangkap basah dirinya.

"Wana enggak!"pekik Wana, ia tidak suka niat baiknya disalah artikan.

"LALU APA?" bentar James yang membuat Wana mendadak ingin menangis. Hingga tak lama isakkan terdengar, setiap mendengar nada keras, Wana akan selalu teringat akan Frans yang mengusirnya hari itu.

"KARENA KAKAK MANUSIA, KAKAK MANUSIA BUKAN HEWAN YANG HARUS DIIKET KAYA GINI!" Wana terengah ketika berteriak, lihatlah jantung tidak berguna ini.

Dengan masih terisak, Wana mendekati James lagi yang kali ini terdiam tidak memberontak atau melawan. Perlahan namun pasti ia mulai melucuti tali kuat yang membuat kulit tangan James lecet dan mengeluarkan darah.

"Manusia itu bukan hewan Kak. Wana tau dibalik sikap kakak ini, kakak masih punya hati nurani. Kata Mommy, Wana itu anak Mommy sama Daddy, Wana punya tiga kakak mulai sekarang. Wana tau semua kelebihan kalian, kak James bagian dari kak Iyon. Kak James tetep kakaknya Wana kan?"

"Kakak, kak James itu cuman angkara murka yang ada di dalem diri kak Iyon. Kakak gak bisa berdamai sama keadaan, makanya kakak ngelampiasin semuanya sama sikap kakak. Coba kakak buka hati, Wana yakin idup kakak bakal lebih baik." 

"Wana udah, pamit ya kak. Jangan kasih tau Daddy kalo Wana yang lepasin kakak, nanti Wana gak dibeliin sepeda baru." Wana turun dari kasur dengan merosot, ia menoleh sejenak ke arah James yang hanya diam menatapnya dengan tatapan yang jauh lebih berbeda. Anak itu kembali mendekat ke arah kasur, menaruh benda yang baru ia keluarkan dari saku piyamanya.

"Ini buat kakak. Kalo kakak udah banyak duit, jangan lupa ganti lima kali lipat ya, Wana miskin soalnya." 

Setelah punggung kecil itu tertutup daun pintu, James hanya terdiam menatap benda yang baru saja ditaruh anak itu. Ia ingin mengambilnya, namun juga enggan. Hingga waktu terus berlalu, ia akhirnya mengambil benda itu dan menatapnya lama.

"Hanya sebuah lolipop membuatnya miskin?" gumamnya. James terdiam, ia memejamkan mata dan mengingat ucapan bocah penyakitan itu.

"Haruskan aku berdamai dengan diriku yang lain?"

Sementara di sisi lain, Wana kembali menyelinap masuk ke dalam kamarnya. Ia menghela napas lega saat melihat Joe dan Alex yang tertidur pulas. Sial, padahal kata Joe ini kamarnya, namun setiap hari justru menjadi tempat Joe dan Alex mengistirahatkan tubuh.

Wana yang memang tidak bisa tidur di tempat yang sempit itu terpaksa meminta kasur lain yang lebih kecil dari yang ditiduri Alex dan Joe. Ia merebahkan dirinya di sana. Namun karena baru saja bangun tidur, Wana tak lagi merasa mengantuk.

Ia  bangkit dan menatap seisi ruangan, hanya hening yang tercipta, membuat gemuruh di perut Wana terdengar nyaring. Anak itu bangkit, membuka kulkas mini yang ada di sana, namun yang ada hanya cemilan sehat dan susu, ia mendadak ingin kue bolu buatan Joe yang biasa.

Wana bergegas menuju dapur yang biasa Joe pakai untuk membuat makanan. Tak ada orang saat malam hari, hanya ada beberapa anak buah Alex yang berjaga di beberapa sudut. Dengan menggunakan ilmu ninja yang ia pelajari dari Mbah Sukro, akhirnya Wana bisa sampai dapur tanpa sepengetahuan orang.

Ia membongkar kulkas yang berisi banyak macam makanan. Namun matanya hanya tertarik pada sepiring paha ayam yang berwarna merah. Liur Wana mendadak menetes, ia meraih mangkuk tersebut dan memangkunya. Menatap makana tersebut dengan mata berbinar, sudah lama rasanya tidak makan chicken spicy wings.

"Kelihatannya lezat bukan?" Wana mengangguk membenarkan pertanyaan yang berasal dari belakang tubuhnya itu.

"Dilihat dari tampilan luar tampaknya pedas, bukankah begitu?" Wanan mengangguk lagi, ia bahkan bisa melihat biji cabai yang sengaja tidak dihaluskan. Liur Wana semakin menetes.

Ia mengambil satu paha ayam bahkan dengan tangannya yang tidak dicuci. Dan mulai memasukkannya ke dalam mulut. Rasa pedas itu langsung menyatu begitu kuah cabainya mendarat tepat di lidah. Benar-benar pedas namun nikmat.

"Bisakah berbagi?" Wana menggeleng, namun tak lama tubuhnya menegang saat menyadari sesuatu. Sedari tadi ia berbicara dengan siapa? Wana menoleh dan menemukan James.

Pria itu memegang panci berwarna pink milik Joe, lalu mengangkatnya tinggi-tinggi. Wana masih belum mengerti apa yang pria itu mau lakukan. 

"Bersiaplah," katanya. James membanting panci itu ke lantai hingga menimbulkan suara yang amat nyaring, Wana bahkan sudah berjengit, untungnya James mengingatkannya tadi, jika tidak mungkin ia sudah terkena serangan jantung.

PRANGG

"Kak---" Wana belum sempat berujar saat James tiba-tiba berlari keluar dapur. Masih mencerna keadaan, Wana mendengar langkah kaki yang mendekat. Otaknya mulai bekerja di saat terdesak, ia menatap tangannya yang masih memegang paha ayam, juga bumbu merah di sekitar mulutnya. 

Mata Wana membola, namun sayang ketika ia menyadari tengah dijebak, semuanya sudah telat. Anak buah Alex sudah tiba, bahkan ada Axel dan putra sulungnya--Cristian.

"KAK JAMES BIADAB!"







Aldrewana H.L [End]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang