Setelah kembali dari mengantar Joe dan Alex ke bandara, Wana menjadi murung. Anak itu tampak tak bersemangat ketika mengingat jika Joe akan pergi cukup lama. Ia masih sangat menikmati waktu bersama wanita itu, namun rencana Joe yang sudah dipikirkan jauh-jauh hari tak juga bisa ditunda.
"Berdasarkan catatan yang diberikan ibumu, saat ini sudah waktunya makan, minum obat dan tidur siang."
Suara bariton milik Wildan itu membuat Wana yang tengah meratapi nasib di bawah kolong meja makan mendongak, ia bisa melihat pria itu yang membungkuk untuk melihatnya. Wana menghela napas dan menerima uluran tangan Wildan yang menariknya keluar.
"Kakak, Wana mau makan seb--"
"Tidak usah aneh-aneh, wanita itu telah menyuruh Vio mengatur makanan mu."
Vio adalah seorang wanita berpendidikan yang diahlifungsikan profesinya dari sekertaris seorang supermodel menjadi babu untuk menyiapkan makan anak nakal. Wana menghela napas dan menatap Wildan.
"Kakak, Wana mau makan yang ada chili nya." Wildan mendengus dan menarik anak itu untuk duduk di kursi meja makan yang sudah siap akan beberapa menu. Sudah ada James dan Zach di sana.
"Kakak kalo Wana lompat dari sini kira-kira gimana?" tanya Wana yang saat ini sudah berdiri di atas kursi. Ketiga pria dingin yang ada di sana menoleh dan membuang napas. Belum sehari Joe pergi, namun makhluk neraka ini sudah membuat ketiganya menghela napas berulang kali.
"Patah kaki," jawab Zach asal karena Wana terus bertanya, jika tidak dijawab maka anak itu tidak akan membuat mereka tenang.
"Kok gak mati ya?" tanyanya yang membuat ketiga pria itu secara impulsif menaruh perhatian pada yang paling muda.
"Kenapa berkata seperti itu?" tanya Wildan yang membuat Wana menatapnya.
"Enggak, Wana cuman tanya. Kalo bisa buat orang mati kan, Wana lain kali bisa dorong kakak dari atas sini." Anak itu menyengir, seolah tidak memiliki dosa. Tidak lama Vio datang membawa nampan yang berisi beberapa mangkuk makanan.
"Ini makanan anda, obatnya sudah saya berikan pada Tuan Zach. Jika tidak ada lagi yang harus saya lakukan, saya izin pamit."
Vio hanya mendapatkan tugas untuk membuat makan Wana, bukan mengurus anak itu. Keperluan lainnya telah Joe serahkan pada ketiga anaknya karena ia yakin mereka bisa mengurus Wana dengan baik.
Meja makan hanya diisi suara dentingan sendok. Wana mengedarkan pandang dengan mulut yang masih penuh makanan. Semua orang memiliki menu dan selera yang berbeda. Namun yang paling unik adalah Wildan yang menggunakan dan memasakan makanannya sendiri.
"Abis ini Wana mau main sepe--"
"Tidur, wanita itu menyuruhmu tidur siang kan." Ucapan James itu membuat Wana mendengus kesal. Ia sudah tidak sekolah hari ini, jadi bisakah mereka membiarkannya bersenang-senang?
"Kualat! Mommy itu ibunya kakak juga loh."
Meskipun sudah berusaha keras membujuk, Wana tak berhasil membujuk ketiga kakak angkatnya itu. Berakhir ia yang digiring masuk ke dalam kamarnya sendiri setelah meminum obat. Rasanya baru memejamkan mata ketika tubuhnya diguncang pelan. Ketika membuka mata, Wana bisa melihat wajah Zach. Rupanya sudah sore, dan Zach menyuruhnya mandi.
Langit sore itu menjadi pemandangan indah yang Wana lihat. Ia yang tak hentinya tersenyum lebar karena Wildan, Zach dan James yang mengajaknya makan malam di luar. Sebuah restoran yang ada di pusat kota menjadi tempat yang saat ini Wana datangi.
Mereka membooking lantai teratas gedung yang dapat melihat langsung langit malam. Keempat putra Joe itu menikmati makan malam dengan mendengarkan Wana yang terus berceloteh ini itu.
"Dulu juga Wana sempet melihara anak monyet, dipanggilnya babi. Tapi sekarang babi udah mati, kata Abang, babi kena penyakit HIV. Wana gak tau itu penyakit apa, babi dikubur di pemakaman umum deket rumah. Kemaren seharusnya satu tahun kematian babi."
Wana menopang dagunya, menatap langit dengan wajah sendu. James melirik Wildan yang juga tengah meliriknya. Lalu tak lama Zach datang dari arah luar membawa kembang api. Wana yang melihat itu langsung antusias, ia mengambilnya dari Zach.
Membakar ujung kembang api dengan pemantik milik Zach, Wana mengarahkan kembang api itu ke udara. Tak lama warna warni menghiasi langit malam yang terlihat kelabu. Anak itu kegirangan dan terus ketagihan, tidak mau berhenti sebelum kembang apinya habis.
Pada saat itu, jam sudah menunjukkan pukul sembilan malam. James mengajak yang lain pulang karena udara malam yang semakin dingin. Karena ketiga kakaknya itu bukan Alex yang akan terus memegangnya ketika mengunjungi tempat umum, kali ini Wana bebas pergi ke sana kemari.
Ketika lift terbuka, Wana segera keluar terlebih dahulu setelah memakai masker. Anak itu mampir ke meja-meja pengunjung hanya untuk melihat menu apa yang mereka pesan, dan Zach akan menarik kerahnya karena malu.
Wana menghempaskan tangan Zach dari kerahnya dan berlari ke arah lain. Namun karena tidak hati-hati, Wana menabrak orang lain yang membuat tubuhnya jatuh terpental ke lantai.
"Bisakah kamu melihat jalan?" tanya orang tersebut sembari membantu Wana bangkit.
Tubuh Wana menegang, ia amat kenal dengan suara yang familiar ini. Ketika mendongak, Wana menemukan wajah tak asing Papanya, Frans. Jantung Wana terasa berhenti berdegub, ia mundur beberapa langkah hingga menabrak seseorang.
"Pencuri, kau mencuri informasiku dan datang kemari." Suara lain yang tak kalah familiar itu membuat Wana lagi-lagi lupa caranya bernapas, ia berbalik dan menemukan Ferdi yang wajahnya terlihat menahan amarah.
Mengapa ia bisa bertemu dua orang yang sangat ia hindari secara bersamaan? Wana belum siap untuk kembali, atau bahkan tidak akan pernah siap. Ia sudah nyaman tinggal bersama Joe, ia tidak mau kembali ke rumah Frans.
"Apapun akan aku lakukan, dia putraku dan aku berhak mencarinya."
Wana yang mendadak merasa pusing itu menunduk dalam, tubuhnya hampir saja terjungkal ke lantai jika saja seseorang tidak menariknya dari sana. Dunianya terasa memburam, lalu tubuhnya terasa ringan seperti kapas. Yang bisa Wana dengar hanya suara panik ketiga kakak angkatnya.
"Drewana Lordeon! Buka matamu!"
Wana meringis, ia belum pingsan dan sudah dibangunkan dengan brutal. Pipinya ditepu-tepuk ke sana kemari. Lalu perlahan penglihatan Wana mulai kembali lagi, ia bisa melihat James yang merupakan pelaku penepukan pipinya. Wana membalasnya.
Plak
"Emang nya gak sakit apa ..." Meskipun suaranya lemah, namun Wana tetap tidak santai. Ia baru sadar jika saat ini tengah berada di mobil yang berjalan, Zach yang mengendarainya dengan ugal-ugalan.
"Ugh, Wana gak bisa napas hiks Kak," adunya dengan mulut yang terbuka untuk mencari oksigen. Wildan menyerahkan inhaler dengan tangan gemetar. James langsung dengan sigap membantu Wana menggunakannya.
Baru papasan dengan Frans saja Wana sudah kambuh, mungkin jika bertemu dengan Frans, Wana bisa langsung dipanggil Sang Ilahi.
-----
Yeah, Frans dah muncul.Kira² kemana Ferdi?
KAMU SEDANG MEMBACA
Aldrewana H.L [End]
General FictionDemi bergabung dengan geng abal-abal, Wana harus melakukan suatu kenakalan di lingkungan masyarakat. Dengan masker wajah sebagai topeng, pemuda itu memasuki sebuah mobil mewah di parkiran Mall. Namun karena rasa kantuk begadang tengah malam, pemuda...