20.Ada yang aneh dengan Jolyon.

12.2K 1.5K 157
                                    

Seminggu telah berlalu begitu saja, sudah terhitung sehari berlalu semenjak Wana bebas dari ruangan putih yang berbau obat-obatan itu. Wana yang memang belum seharusnya pulang itu telah dikurung Joe selama seharian di kamar, tidak boleh keluar apalagi beraktivitas banyak. Benar-benar membuat Wana bosan.

Pada malam hari ketika Joe sudah tertidur, Wana yang merasa bosan itu keluar menuju balkon kamarnya. Menatap malam yang terasa dingin dengan gumpalan salju kecil berjatuhan. Terdiam cukup lama di bawah udara dingin, mata Wana terhenti pada balkon kamar Jolyon.

Semenjak ia masuk rumah sakit, hanya Jolyon yang tidak ia lihat. Wana juga masih memiliki dendam atas kejadian terakhir kali. Maka dengan wajah bengis, Wana diam-diam keluar dari kamar, bergerak sepelan mungkin agar tidak mengganggu Joe yang tertidur di kasurnya.

"Kok kaya rumah hantu," gumamnya ketika melihat jika lantai tiga Mansion itu gelap sekali. Wana bukan tipe penakut, ia hanya akan berteriak jika memang benar-benar melihat Sadako, Miss K mah tidak ada apa-apanya bagi Wana.

Lagi pula Miss K adalah hantu lokal Indonesia, ia tidak yakin di California ada kembarannya. Hantu yang paling Wana takuti adalah Sadako dari Jepang, meskipun belum melihat bagaimana bentuknya, tapi Wana pernah melihat filmnya. 

Ah, Wana lupa jika saat ini ilmu Kanuragan nya sudah sempurna, jadi tak ada yang perlu ditakuti. Hanya bertahan beberapa detik kesombongan itu ketika ada suara langkah kaki dari koridor gelap di belakangnya. Wana spontan melompat hingga tersandung kakinya sendiri dan menyungsep.

"Tuan kecil, anda baik-baik saja?" Ternyata itu adalah seorang maid yang melintas untuk melihat keadaan lantai tiga. Wana yang memang baru sembuh itu memegangi dadanya yang tengah dangdutan.

"Pake nanya lagi, mau Wana aduin Mommy?" ancamnya yang membuat maid itu meminta maaf berulang kali.

"Maafkan saya Tuan kecil, tapi Nyonya Joe melarang anda keluar kamar bukan? Mengapa anda berada di luar, udara dingin, anda bisa sakit." Wana mendengus sembari menatap maid tersebut.

"Wana mau susu," katanya. Maid tadi mengerti dan mengangguk.

"Anda bisa kembali ke kamar, akan saya ambilkan untuk Tuan kecil," katanya sembari undur diri. Namun Wana yang sengaja berkata demikian langsung menyeringai, bukannya kembali ke kamar, anak itu justru mendekati pintu yang terlihat suram.

"Kakak~" panggilnya sembari mengetuk pintu. Namun tak ada jawaban. Wana yang tahu sandi pintu Jolyon itu langsung membukanya, tak ada yang berubah dan pintu itu terbuka. 

Sebuah kasur tinggi langsung terlihat di depan matanya. Wana  juga bisa melihat Jolyon yang tengah tertidur dengan balutan selimut. Karena tak sampai, Wana menarik-narik selimut Jolyon yang menjuntai ke bawah. Cukup lama Wana membangunkan pria itu dengan bisikan pelan atau pekikan tertahan.

Hingga akhirnya kelopak mata itu terbuka, namun Jolyon hanya diam dengan tatapan ke arah langit-langit kamar. Wana mendekat, mencoba naik ke atas kasur, namun selalu gagal. Ia menarik selimut Jolyon kembali.

"Kakak," panggilnya. Tak laam kemudian kepala itu menoleh ke arahnya. Kening Wana mengernyit, Jolyon tertidur namun memakai soflents, bola mata cokelat itu kini terlihat hitam memerah.

"Wana mau naik," katanya sembari menunjuk kasur. Namun Jolyon tak membalas atau memberi ekspresi yang berarti, wajahnya tetap datar dan dingin.

"Kakak, Wana bilang Wana mau naik!" pekik Wana yang sedari tadi memerhatikan kebodohan Jolyon. Wajah itu akhirnya sedikit berubah, seringai kecil hadir di sana yang membuat Wana merasa asing.

"Kakak?" katanya. Wana semakin bingung namun ia tetap mengangguk.

"Jolyon adalah kakakmu?" tanyanya lagi yang membuat Wana mengangguk tidak mengerti. Jolyon berkata seolah bukan dirinya sendiri.

"Baiklah adik. Aku melakukan kesalahan, Alex mengikatku. Maukah kau membantuku melepasnya?" 

Mata Wana membola mendengarnya, saat itu juga ia sadar akan tali yang mengikat kedua kaki dan tangan Jolyon. Jika Alex yang melakukan ini, maka pria itu tak ada bedanya dengan Frans yang memperlakukan anaknya dengan buruk.

"Ini benar-benar menyakitkan, Adik. Padahal aku tidak melakukan kesalahan apapun," katanya yang menarik simpati Wana. Anak itu ingin mendekat dan membantu melepaskan ikatan di tubuh Jolyon, namun ia tidak bisa menaiki kasur yang tinggi itu.

"Gimana caranya Wana naik, ini tinggi." Jolyon yang melihat itu langsung menatap kasur dan kepala Wana yang menongol. Memang benar tinggi, di sini juga tak ada kursi. Maka Jolyon menggeser tubuhnya hingga selimut itu semakin menjuntai.

"Anggaplah itu tali, lalu naiklah." Seringai kejam kembali muncul di wajahnya. Wana mengagguk dan melakukan seperti yang Jolyon katakan. 

Karena sering berguru dengan Joko Kikir, memanjat tali bukanlah hal yang sulit untuk Wana. Hingga ketika berhasil naik, Wana mengatur napasnya yang terengah. Hal itu membuat tatapan Jolyon berubah jengah.

"Cepat buka," katanya yang membuat Wana langsung bergerak semakin dekat. Anak itu membuka tali yang mengikat Jolyon, ikatannya benar-benar kencang, pantas saja Jolyon tidak bisa membukanya. Padahal Jolyon adalah pria gagah dengan kekuatan tak main-main.

Hingga lima belas menit berlalu, ikatan itu akhirnya terlepas.

Sreet

"Akh!"

Wana spontan memekik ketika tubuhnya dibanting ke kasur, lalu lehernya dicekik oleh kedua tangan kekar Jolyon. Jangankan meminta dilepaskan, mengeluarkan suara saja Wana tak mampu, ia tidak bisa bernapas hingga membuat matanya mengeluarkan cairan bening.

"Ka-kak." Wajah Wana merah padam, ia bisa melihat wajah Jolyon yang berubah bengis dan kejam. Tidak seperti biasanya, Jolyon kali ini benar-benar ingin membunuhnya.

Uhukk Uhukk

"Kakhh---" Mata Jolyon berubah merah menyala, Wana benar-benar tidak mengerti mengapa Jolyon melakukan ini padanya. Paru-paru yang tidak mendapat pasokan oksigen itu membuat pandangan Wana memburam, jantungnya kembali berdetak cepat seolah ingin melompat dari tempatnya.

"JAMES!" 

Teriakan yang berasal dari ambang pintu disusul oleh tubuh Jolyon yang terpental jauh ke lantai. Wana yang terlepas dari cekikan itu langsung berusaha menghidup udara sebanyak mungkin. Tubuhnya ditarik seseorang masuk ke dalam gendongan.

"APA YANG KAU LAKUKAN!" Yang menyelamatkan Wana kali ini adalah Alex lagi. Pria itu berteriak dengan wajah yang meledak marah. Alex benar-benar kebakaran jenggot, untung pintu kamar ini terbuka dan ia bisa masuk.

"Aku? Haha tentu saja melakukan kesenangan. Kau masih bertanya Alex?" Jawaban yang diberikan Jolyon itu membuat Wana tidak percaya. Ia yang melemas di bahu Alex itu hanya mampu mendengarkan ledakkan amarah Alex dan Jolyon.

"Kakak hiks kenapa, Daddy?" tanyanya. Wana yang mulai bisa bernapas setelah bantuan inhaler itu melontarkan tanyanya. Namun tawa Jolyon itu menggema kemudian, membuat Wana merasa semakin bingung.

"Jolyon, Kakakmu? Haha kau memungut sampad dari mana Alex." Wana merasa tersinggung dan menangis. Alex yang tidak tahan mendengar tangisan itu hendak membawa Wana keluar, namun tiba-tiba tubuh dalam dekapannya direbut dengan kasar.

"JAMES!" Alex berbalik dengan marah dan bisa melihat Wana yang berada di gendongan Jolyon.  Putra sulungnya itu tertawa seperti orang gila ketika melihat Wana yang menangis bingung semakin kencang.

"Kakak hiks kenapa?" tanya Wana. Ia mengangkat tangan dan mengetuk hidung Jolyon dengan telunjuknya dua kali.

"Kakak kenapa hiks." Tawa Jolyon terhenti seketika, pria itu menatap wajah kecil yang basah di dadanya.

"Berikan dia padaku," kata Alex yang membuat Jolyon menatapnya lagi. Tanpa diduga pria itu menyodorkan Wana pada Alex dengan mudah hingga membuat Alex terkejut, namun Wana menolak dan justru memeluk leher Jolyon.

"Kakak hiks kenapa gini, Wana punya salah ya?" Jolyon memalingkan wajah dari sosok kecil di gendongannya itu, ia menatap Alex tajam.

"CEPAT AMBIL SEBELUM AKU KELEPASAN!" teriaknya membuat Alex bergerak cepat merebut Wana dari pria itu.

"Pergi, jangan mengikatku atau mengurungku. Kalau tidak aku benar-benar akan membunuhnya."




___

Ada yang udah ngerti Jolyon kenapa?




Aldrewana H.L [End]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang