46. Outdor

7.2K 900 68
                                    

Pagi ini agak tak terduga. Wana yang notabenya pemuda krisis moneter diberi kesempatan oleh Kakak kesayangannya yang bernama Jolyon.

"Berarti kalau tidak ditraktir, bukan kakak kesayangan?" Joe terkekeh melihat anggukan Wana yang menyetujui pendapatnya.

Dengan kata lain, siapapun yang mentraktir Wana adalah kesayangannya. Bukan hal yang baru, dan Joe menyukainya. Wana adalah anak yang unik di matanya. Anak ini cenderung mengungkapkan apa yang ada di pikirannya tanpa mengada-ngada.

Hanya saja, terkadang berwajah dua untuk keuntungan pribadi dan menutupi luka. Hal yang tidak disukai Joe adalah Wana yang tidak akan mengatakan rasa sakitnya seara terang-terangan kecuali dipaksa.

Tinggal berbulan-bulan dengan bocah ini telah membuat Joe mengetahui beberapa tentang Wana secara mendalam. Anaknya yang satu ini memang sedikit berbeda, namun, itulah yang menjadi titik perbedaan dimana hanya ada satu di dunia.

"Bagaimana dengan ini?"

Alex yang sedari tadi menyimak mulai angkat bicara, menunjukan dua kartu dengan tinta emas yang ia keluarkan dengan tujuan membuat Wana tergiur. Namun nyatanya Wana sama sekali tidak meliriknya. Anak itu masih marah dengan sang Daddy akan kejadian terakhir kali.

"Manalah Iyon ini, lama kali." Mengabaikan Alex, Wana melihat ke lift sekali lagi. Jolyon yang berkata ingin mengganti pakaian terlebih dahulu itu hanya omong kosong. Wana sudah menunggu tiga menit lamanya.

Iya, tiga menit.

"Sabar sayang," kata Joe. Wanita itu datang dengan mantel hangat di tangannya. Melilitkan kain tebal tersebut di tubuh si anak, Joe memasukkan beberapa benda ke dalam sebuah tas tangan berwarna hitam.

Sebenarnya tanpa sepengetahuam Joe dan keluarganya yang lain, bukan Jolyon yang mengajak Wana pergi keluar, mengingat tempramen Jolyon yang dingin dan tak tersentuh. Ini semua adalah rencana Wana yang mengancam Jolyon dengan meletakkan sebilah pisau mainan di leher yang lebih tua sembari mengatakan; 'Bawa Wana keluar, atau kakak abis di tangan Wana'.

Kala itu Jolyon tidak menanggapi ancaman dengan ekspresi, hanya sedikit ujung bibirnya yang terlihat terangkat sebelum menyetujuinya tanpa penolakan. Wana melompat girang, namun kembali terlihat bahagia seperti biasa saat Joe memasuki kamar.

Andai Joe tahu, mungkin dia tidak akan memiliki pemikiran bahwa putra termudanya adalah anak yang polos dan tidak tahu apapun. Nyatanya, taka da Wana yang terisolasi dari dunia luar.

Setelah benar-benar tiba di luar Mansion, Wana seperti kera lepas yang baru pertama kali melihat dunia. Jolyon hampir prustasi, untungnya ia membawa Wec--pengawal pribadi Wana yang diutus Alex. Sementara Jolyon di belakangnya mengikuti bersama Zelaras--salah satu orang kepercayaannya.

"Unduhan spesifik seharusnya tidak terjadi, pemboikotan telah memengaruhi. Beberapa professional terjun langsung untuk menyelidiki." Wanita muda dengan penampilan anggun yang tidak mencolok itu mengambil atensi Jolyon sepenuhnya.

"Tidak mungkin tidak terjadi kelalaian, pemboman di daerah serikat telah menciptakan kericuhan antar klan. Saat ini posisi tidak stabil, semua klan bisa menjadi target tujuan. Kita tidak perlu ikut campur masalah internal organisasi lain," kata Jolyon dengan pandangan ke depan.

"Namun hal ini juga menjadi urusan RedFlowers--"

"Jangan sebut kata itu sembarangan," tegur Jolyon yang memotong ucapannya. Wanita itu melirik pemuda yang berlari ke sana kemari di depannya dengan tatapan mengerti, ia mengangguk patuh.

"WOI, PACARAN AJA KALIAN BEDUA!"

Teriakan dengan suara kencang itu menarik perhatian orang-orang yang ada di sekitar taman. Jolyon hanya memasang wajah datar, sementara Zelaras menunduk dengan wajah tersipu. Wanita itu melirik Jolyon yang juga meliriknya sekilas. Jolyon berdehem pelan.

Aldrewana H.L [End]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang