Ruangan putih yang berbau disinfektan itu terdengar hening. Axela sudah pergi beberapa jam yang lalu setelah memastikan Wana tertidur. Kini hanya menyisahkan ketiga pemuda dewasa yang saling bertukar kontak mata satu sama lain.
"Rencana bodoh ini membuatku kesal," ujar Zach yang hanya dibalas hening.
Ia menggaruk punggung tangannya yang ditempeli sesuatu. Melihat Wana yang tertidur pulas di sampingnya, Zach tidak menunggu lama untuk melepas infuse tersebut. Berhubung tidak tertancap, melainkan direkatkan oleh lakban, dengan mudah benda tersebut lepas.
"Bukan saranku," kata James yang langsung menatap Wildan. Pemuda yang merupakan anak kedua Joe itu menggaruk tengkuknya.
"Hanya ini, dan aku tidak bisa melakukannya."
Tentu Wildan tidak bisa melakukan drama tersebut seperti Zach. Melihat jarum, brankar rumah sakit yang entah dicuci berapa kali sehari serta udara ruangan membuanya merinding.
Bahkan ia yang hanya menjadi penonton pun sudal lengkap dengan atribut higienisnya berupa masker dan sarung tangan. Jangan lupakan ia yang sudah delapan kali cuci tangan dan lima kali mandi sejak memasuki ruangan ini.
"Jangan, jangan katakan itu Bejo!"
Ketiga pemuda itu berhenti berdebat dan saling menyalahkan ketika mendengar suara dari pemuda yang kini menjadikan Zach guling. Wana yang masih terpejam erat itu mengangkat tanganya ke udara.
"Bejo! Kamu gak boleh menyerah begitu saja. Aku yakin bahwa Iyem masih mencintaimu. Jika kamu menyerah, semesta akan terlukahhh!"
Nada alay yang Wana keluarkan itu membuat Wildan mual dan langsung berlari ke kamar mandi. Tak lama terdengar suara orang muntah. Zach dan James saling melemparkan tatapan. Detik berikutnya, Zach bangkit dari brankar seperti orang sehat, meninggalkan Wana yang kini kembali menggerakkan tangan ke udara.
"Tidak Anih! Tidak! Aku sama sekali tidak berselingkuh di belakangmu. Kumohon percaya lah Anih!"
Wildan yang baru keluar dari toilet langsung mendekati kedua saudaranya yang kini berdiri jauh dari brankar. Melihat wajah James dan Zach membuat Wildan tak mampu berkata-kata.
"Apa menurutmu lebih baik dia tinggal di rumah Viona?" tanya Zach yang langsung mendapat anggukan setuju kedua pemuda lainnya.
"Kamu jahat! Aku jyjyk sama kamu Mas! Aku benci, aku jijik! Dengan mudahnya kamu berpaling dariku! Kamu melupakan janjimu dan kisah cinta kita Mas!"
Hening.
"Mungkinkah lebih baik jika kita meminta obat penenang?" tanya Wildan yang langsung dibalas anggukan. Untungnya mereka di rumah sakit.
"Mau Papa apa? Wana harus bayar Papa pake apa?"
Langkah James yang hendak menelpon dokter untuk datang ke ruangannya itu langsung terhenti ketika mendengar racauan sendu. Ia berbalik, menemukan Wana yang tidak lagi mengangkat tangannya. Kini pemuda itu meringkuk, yang mana terlihat rapuh di matanya.
"Bukan mau Wana jadi bodoh Pa, Wana udah usaha. Menurut Papa, Wana bolos karena apa?"
Tanpa sadar Zach dan Wildan mendekat. Racauan ini berbeda dari yang sebelumnya. James yakin ini berhubungan dengan masalalu nya. Dengan begitu ia mendekat, memperhatikan wajah yang terpejam dengan gelisah.
"Wana gak papa dipukul, tapi jangan dikunci di gudang ya Pa?"
Raut wajah ketiga pemuda yang ada di sana berubah seketika. Sejauh ini mereka memang belum mengenal Wana lebih jauh, namun mereka tahu apa yang terjadi antara Wana dan keluarganya, dan mengapa Wana bisa bersama mereka saat ini.
KAMU SEDANG MEMBACA
Aldrewana H.L [End]
General FictionDemi bergabung dengan geng abal-abal, Wana harus melakukan suatu kenakalan di lingkungan masyarakat. Dengan masker wajah sebagai topeng, pemuda itu memasuki sebuah mobil mewah di parkiran Mall. Namun karena rasa kantuk begadang tengah malam, pemuda...