Pada dasarnya, seseorang yang memiliki penyakit jantung tidak boleh kelelahan. Oleh sebab itu terdapat pantangan tersendiri bagi penderita penyakit jantung. Meski bukan faktor usia atau gaya hidup yang kurang baik, tetapi tetap saja penyakit.
Di antara banyak orang, entah mengapa Tuhan memilih Wana yang memiliki sifat pemberontak dan bebal. Membuatnya menderita di usia muda, bahkan sejak bayi Wana harus keluar masuk rumah sakit.
Namun seakan makhluk Tuhan paling teladan, Wana tidak pernah mengeluh. Mungkin terkadang, saat Wana bosan dengan jarum suntik atau nyeri di dadanya. Meskipun demikian Wana sama sekali tidak pernah mengutuk Tuhan akan penderitaannya.
"Hah, mau mati ajalah." Dan kini Wana kembali mengeluh hanya karena kelelahan berjalan dari gerbang ke pintu utama rumahnya.
Merasa tak kuat berdiri, Wana segera duudk di lantai yang bersih. Ia menggedor pintu itu beberapa kali, padahal terlihat jelas di sisi pintu terdapat bel rumah. Tidak lama pintu terbuka yang menampilkan seorang maid.
"Bik," kata Wana membuat maid tersebut menunduk.
"ASTAGA! TUAN MUDA!" Tanpa sadar teriakan tersebut berhasil menarik perhatian Azka yang tengah berada di garasi samping.
Pemuda dewasa yang telah lengkap dengan pakaian kerjanya itu mendekat dengan segera. Bukannya bertanya kabar Wana, Azka justru langsung menarik lengan Wana untuk bangkit. Karena tak siap Wana hampir terjatuh jika saja Azka tidak mencengkramnya dengan erat. Wana tahu situasi seperti apa yang akan ia hadapi, jadi ia pasrah ketika Azka dengan tidak manusiawi menariknya masuk ke dalam.
Tubuh lemah Wana didorong hingga tersungkur ke bawah kaki Frans yang tengah duduk memegang Macbook nya. Pria itu terlihat terkejut sebelum akhirnya bangkit dengan wajah yang tak kalah bengis.
"Masih ingat rumah kamu?" tanyanya. Wana menghela napas pelan sembari mendongak. Ia tidak memiliki tenaga untuk bangkit.
"Wana kan gak amnesia Pa, gak ke jedug juga," jawabnya yang mana membuat Frans semkain berang. Padahal niat Wana memang benar-benar ingin menjawab, kasihan kalau diabaikan, Frans kan sudah tua.
"Berani menjawab kamu!" bentak Frans membuat Wana mengerjap pelan.
"Wana kan punya mulut Pa, nanti kalo Wana gak jawab Papa marahin Wana," katanya. Frans mengusap wajahnya pelan sebelum menarik lengan sang anak untuk bangkit. Namun detik itu juga Wana roboh, beruntung Frans menopangnya.
"Papa gendong, Wana gak kuat jalan," katanya. Namun sayang keinginan Wana tidak terwujud karena Frans justru memilih menyeretnya.
"Anak nakal harus dihukum," kata Frans. Pria itu membawa sang anak menuju gudang yang padat akan debu dan barang-barang tidak terpakai. Wana menggeleng sembari mencoba melepaskan cengkraman sang Papa.
Hal yang paling Wana takuti adalah gudang, debu di sana akan membuatnya sulit bernapas. Frans tahu akan hal itu, maka ia sengaja melempar Wana di sana agar anak itu jera. Setelah mengunci Wana di dalamnya, Frans segera pergi. Ia tidak akan pergi ke kantor untuk mengawasi Wana.
Sementara di dalamnya, Wana mencoba mengatur napas dengan baik. Frans sama saja ingin membunuhnya. Meskipun ia pernah kemari, tapi terakhir kali bukan hal baik, Wana hampir mati dan berakhir koma tiga hari.
Ketika teringat akan kenangan itu, Frans memutar langkah kembali. Ia mengeluarkan Wana dari dalamnya dan menarik anak itu menuju dapur. Frans menyodorkan jus pare yang mana adalah hal yang paling Wana benci.
"Minum ini sebagai hukuman mu," katanya membuat Wana menelan saliva dengan susah payah. Anak itu menggeleng.
"Wana gak mau, idup Wana dah pait karena liat mukak Papa," katanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Aldrewana H.L [End]
Ficción GeneralDemi bergabung dengan geng abal-abal, Wana harus melakukan suatu kenakalan di lingkungan masyarakat. Dengan masker wajah sebagai topeng, pemuda itu memasuki sebuah mobil mewah di parkiran Mall. Namun karena rasa kantuk begadang tengah malam, pemuda...