Berangkat jam sembilan pagi, lalu pulang jam dua belas siang. Sekolah mana selain milik Jackson yang menerapkan waktu begitu singkat. Meskipun begitu, Wana bisa tahu jika semua murid yang ada di sana sangatlah pintar, bahkan nyaris jenius.
Ia yang membutuhkan waktu beberapa menit untuk menyelesaikan soal yang ia pahami, namun mereka tidak membutuhkan waktu. Seolah hanya dengan melihat soalnya saja sudah bisa menemukan jawaban benar.
"Sayangnya Mommy lelah?"
Suara yang amat familiar itu membuat Wana membuka kelopak matanya lagi. Ia tersenyum sembari menggeleng, namun tidak menolak ketika Joe memakaikan inhaler padanya. Dilihat dari napasnya saja Joe sudah mengerti jika anaknya itu kelelahan.
"Katakan pada Mommy jika ada yang tidak nyaman." Wana mengangguk sebelum memejamkan mata kembali. Ia memilih tertidur dalam perjalanan yang cukup panjang hanya dari sekolah ke rumah.
Ketika membuka mata, ternyata sudah malam, langit berubah kelabu dan Wana sudah berada di kamarnya. Bersamaan dengan itu Joe memasuki kamar. Menyuruh Wana mengelap tubuhnya dan segera turun untuk makan malam.
Di meja makan semua orang sudah lengkap. Namun Wana tidak melihat kehadiran Tuan dan Nyonya Lordeon. Ketika bertanya, Alex berkata mereka kembali ke Aussie karena terjadi masalah. Padahal aslinya Alex lah yang mengusirnya.
"Sayang, ada yang ingin Mommy katakan setelah ini." Wana mengangguk, tak biasa Joe berkata demikian. Mungkin ada sesuatu yang penting, entah mengapa perasaan Wana jadi tidak enak. Setelah makan malam selesai, Wana menunggu Joe di ruang tengah bersama ketiga kakak tiri dan Alex.
"Kemari, lihat Mommy membuatkan kue kesukaanmu."
Wana menatap tiramisu di tangannya dengan tidak minat, ia baru saja makan dan itu membuatnya kenyang.
"Nanti aja, Wana masih kenyang. Mommy tadi mau ngomong apa?" tanyanya. Wana sudah siap jika saja Joe ingin mengusirnya seperti di film yang sering ia tonton. Ia sudah tahu tempat menjual ginjal.
Jika Joe benar-benar mengusirnya. Wana akan menjual ginjalnya untuk ongkos ke planet Mars. Ia akan hidup di sana seorang diri dan menjadikan tanah gersang makanannya.
"Wana tahukan, kalau Daddy mu adalah orang kaya?" katanya yang membuat Wana melirik Alex, ia menggeleng pelan sembari memberikan alasan.
"Di dompet Daddy gak ada uang goceng, itu artinya Daddy masih miskin."
Zach yang tengah meminum tehnya langsung tersedak saat itu juga, membuat Wildan yang ada di sampingnya bangkit untuk pindah tempat. Wildan bahkan memakaikan tangannya hand sanitizer dan masker yang menutup hidung serta mulutnya.
"Sayang. Daddy mu sudah cukup untuk menghidupkan kita. Oleh sebab itu Mommy berpikir untuk berhenti dari dunia model."
Wana yang mendengar itu langsung membulatkan matanya. Ia pernah mendengar curhatan Joe tentang mimpinya menjadi seorang supermodel, namun kini dengan mudahnya dan tanpa alasan jelas Joe berkata ingin berhenti? Joe yang melihat reaksi Wana langsung melanjutkan ucapannya.
"Mommy benar-benar lelah. Mommy ingin menikmati masa tua Mommy di rumah," kata Joe mmebuat Wana terdiam. Joe kan masih muda, kulit saja tidak ada yang terlipat.
"Bagaimana menurut Wana?" tanya Joe membuat Wana menghembuskan napas pelan. Anak itu memegang tangan sang Ibu dan mengecupnya. Membuat Joe tersenyum tipis dibuatnya.
"Wana gak punya hak ngelarang Mommy, Wana cumah bisa kasih saran. Kalo menurut Mommy gitu, ya Wana setuju aja. Itu hak Mommy, cuman Wana saranin Mommy pikirin baik-baik lagi keputusan Mommy. Perjuangan Mommy kan gak gampang buat dapet gelar supermodel. Wana gak mau Mom--"
Ucapan Wana terhenti ketika Joe memeluknya dan mengecupi wajahnya. Setelah itu Joe tidak melepaskan Wana barang sejenakpun. Jika anaknya semanis ini, bagaimana Joe bisa merasa menyesal meninggalkan gelarnya.
"Wana ingin tahu impian terbesar Mommy?" tanyanya yang membuat Wana mengangguk. Padahal Wana sudah tahu jika yang sangat Joe impikan adalah menjadi supermodel nomor satu dunia.
"Menjadi Ibu yang sempurna. Mommy rasa itu bukan hanya impian Mommy saja. Tapi seluruh ibu yang ada di dunia ini."
Wana tertegun, tak bisa berkata-kata untuk membalas ucapan Joe. Jika yang dikatakan Joe adalah benar, lantas apakah Berlin juga termasuk? Ingin menjadi ibu sempurna seperti yang Joe katakan.
"Mommy mengatakan itu karena akan pergi bersama Daddy. Dan Mommy tidak bisa mengajak Wana untuk itu, semua kamera pasti akan tertuju pada Mommy. Untuk sementara mungkin perhatian dunia akan tertuju pada Mommy, jika Wana ikut itu akan---"
"Wana di rumah aja gak papa." Wana menyahut dengan cepat. Ia mengerti apa yang akan dikatakan Joe, dan Wana belum siap jika bertemu keluarga kandungnya terlalu cepat.
"Anak pintar, Wana akan di rumah bersama Zach, Wildan dan James. Ada asisten Mommy yang bernama Xia untuk mengatur segala keperluanmu." Wana yang mendnegar itu tiba-tiba langsung menegang. Ia mengintip ke arah tiga putra Joe yang lain.
Zach langsung menatap ke arah lain, Wildan yang tengah menggosok tangannya dengan hand sanitizer dan menunjukan wajah acuh, lalu James yang mengupas apel dengan pisau buah yang terlihat berkilau tajam.
"Uhuk, Mommy, buang Wana sementara di panti asuhan aja gak papa."
Wana memasang wajah memelasnya yang membuat Joe merasa gemas. Wanita itu mencubit hidung sang anak yang tidak semancung milik ketiga kakaknya. Ia tahu apa yang dipikirkan Wana, namun anak itu tidak tahu apa yang ada di hati ketiga kakaknya.
Joe pernah berbicara bersama ketiga anaknya tentang Wana, oleh sebab itu kini ia tidak perlu khawatir kalau Wana bahkan di dekat James.
"Jangan berkata seperti itu sayang. Tempat yang paling aman adalah di rumah sendiri," katanya yang membuat Wana mendesah pasrah.
"Tapi Mommy, mukak mereka aja kaya gitu."
"Memang wajah mereka mengapa?" tanya Joe.
"Wana gak suka, mereka buluk."
____
"Zicas, bagaimana?" Asisten pribadi Frans itu menoleh ke arah sang majikan. Menunjukan sesuatu di ponselnya yang membuat Frans merasakan berbagai ekspresi.
"Sepertinya Ferdi telah menemukan keberadaan bocah itu, Bos." Frans mengangguk, namun tak lama ia menatap Zicas yang membuat lelaki kekar itu terdiam.
"Bocah itu siapa? Putraku memiliki nama." Gerald yang ada tepat di belakang Frans itu tersedak ludahnya sendiri, untung bukan ia yang keceplosan. Sementara Zicas langsung menunduk dan meminta maaf.
"Ferdi memang benar-benar menetapi kata-katanya. Jika putraku bertemu dengannya terlebih dahulu akan sangat berbahaya." Ucapan Frans itu membuat Gerald dan Zicas mengangguk bersamaan.
"Salah satu mata-mata saya yang berada di sekitar Ferdi, mereka menemukan sosok yang mirip seperti boca--Wana di California. Setelah diidentifikasi, ternyata sosok itu benar Wana, Bos. Dan sekarang Ferdi tengah menuju ke sana untuk menemukan Wana."
Frans menjadi gelisah, ia tidak akan membiarkan Ferdi menemukan Wana terlebih dahulu. Jika itu terjadi, maka Frans tak lagi memiliki kesempatan untuk melihat putranya lagi.
"Kita ke Califronia sekarang, cari tahu lokasi lebih jelasnya."
"Siap, Bos."
____
Selamat membaca dan jangan lupa tinggalkan jejak.
KAMU SEDANG MEMBACA
Aldrewana H.L [End]
General FictionDemi bergabung dengan geng abal-abal, Wana harus melakukan suatu kenakalan di lingkungan masyarakat. Dengan masker wajah sebagai topeng, pemuda itu memasuki sebuah mobil mewah di parkiran Mall. Namun karena rasa kantuk begadang tengah malam, pemuda...