22. Menemukan Yutul.

12.2K 1.4K 122
                                    

"Sayang, bangun dan minum obatmu terlebih dahulu." 

Wana mendengar itu, namun ia tak beranjak sedikitpun dari tempat tidur karena rasa malas. Joe menghela napas pelan, karena kejadian di belakang Mansion tadi, ia meninggalkan urusan dapur dan memilij menjaga anaknya. Saat ini kondisi Wana kembali menurun akibat kejadian tadi, Joe benar-benar merasa amat bersalah.

"Maafkan Mommy," kata Joe tiba-tiba yang membuat mata Wana terbuka, anak itu menggeleng sembari menepuk tangan Joe yang ada di dadanya.

"Bukan salah Mommy," katanya pelan. Ia kembali memejamkan mata, karena serangan mendadak itu Wana merasa mengantuk saat ini. Tak lama pintu kamar terbuka, menampilkan Alex yang masuk.

"Mereka sudah datang," katanya. Joe yang mendengar itu langsung menoleh. Rasanya tak sopan tidak menyambut mertuanya, namun di sisi lain, ia juga tak mau meninggalkan putranya. Wana seolah mengerti akan raut yang Joe tampilkan pada Alex.

"Mommy keluar aja, Wana mau tidur bentar. Nanti Wana nyusul, Wana malu," katanya tanpa membuka mata. Joe tetap keras kepala, anaknya adalah yang utama. Alex yang mengerti akhirnya mencari jalan keluar.

"Aku sudah menemui Papa, kau temuilah sejenak. Biar aku yang menunggu Wana di sini." Joe merasa tenang saat ini, ia mengangguk dan berlalu dari kamar. Meninggalkan Alex yang memandangi punggung kecil itu. Kejadian hari ini bear-benar di luar dugaan.

Alex tidak bisa membayangkan jika saja ia telat, Wana yang memegang pistol iyu pasti--ah ia tidak mau mengingatnya. Untuk James sendiri, Alex terpaksa mengurungnya di kamar lagi, kepribadian Jolyon yang satu itu tak dapat dipercaya.

"Siapa yang dateng Daddy?" Suara cempreng yang terdengar serak itu membuat atensi Alex kembali ke dunia nyata. Ia duduk di atas kasur rendah baginya.

"Keluarga besar Daddy," jawab Alex. Meskipun tinggal berpisah, keluarga Lordeon memiliki prinsip jika ikatan keluarga tidak boleh memudar sedikitpun. Oleh sebab itu, sekitar sebulan sekali mereka mengadakan pertemuan keluarga. Dan saat ini adalah bagian Mansion Alex yang menjadi Tuan rumah.

"Apa gak papa Daddy di sini? Kalo mau keluar ya keluar aja, gak sopan. Wana bisa tidur sendiri gak perlu ditemenin, Wana tidur di gudang sendiri aja berani kalo pas Papa hukum." Niat Wana adalah untuk menghibur Alex bahwa ia akan baik-baik saja jika ditinggal sendiri, namun yang terjadi adalah perubahan raut wajah Alex.

"Kalo enggak Wana ikut keluar juga deh," lanjutnya mengalihkan topik. Entah mengapa ia merasa Alex tak suka ia menyebut nama Frans. Alex yang mendengar itu menghela napas pelan sebelum mengagguk. Ia mengambil inhaler di atas nakas dan mengantunginya sebelum mengangkat Wana yang baru hendak menapakan kaki di lantai.

"Etdah bilang-bilang dong, kalo Wana kaget terus jantungnya dangdutan gimana?" ujarnya kesal yang hanya dibalas kernyitan dahi Alex. Wana menghela napas pelan, orang bule seperti Alex mana mengerti bahasa lokal yang ia gunakan.

"Dangdutan itu ap--"

"Jangan ditanya ya Daddy, Wana belum siap buat jelasin apa itu dangdutan, lain kali Wana kasih contohnya langsung aja." Alex hanya bisa mengangguk, membuat Wana menarik tangannya yan tadi ia gunakan untuk membungkam mulut Alex. Kalau Frans yang ia bungkam, pria itu akan langsung mengucapkan sumpah serapahnya dan menendangnya ke kandang Jerapah.

Wana hanya tidak tahu Alex sesabar itu menghadapi sikapnya yang seperti ini.

Alex dan Wana memasuki lift yang menuju lantai satu, namun ketika tabung besi itu terbuka. Wana dan Alex dikejutkan oleh seorang bayi yang merangkak di dalamnya sendirian. Berbeda dengan Alex yang tampak tenang dan tidak tertarik, Wana justru histeris.

"ANAKNYA SIAPA?"

"DADDY, ITU ANAKNYA SIAPA?"

"KENAPA ADA YUTUL DI SINI?"

Wana menggerakkan tubuh ingin turun, namun Alex tak membiarkannya. Hingga pria itu membawa Wana yang histeris masuk. Anak kecil yang merangkak di sana tersenyum saat Wana berteriak terus menerus. Semakin Wana ingin turun, Alex justru semakin erat menggendongnya. Seolah tak memerdulikan makhluk kecil yang ada di sana.

"DADDY!" 

Wana emosi, membuat Alex menghela napas dan menunduk untuk melihat anak kecil itu. Ia mengangkat kakinya hingga ujung sepatu itu berhasil mengangkat wajah si kecil. Alex memerhatikan, tampak asing dan ia tidak tahu anak siapa itu. Lagi pula keluarganya tidak memiliki bayi, ponakan-ponakannya yang termuda saat ini duduk di bangku kuliah.

"DADDY! ITU MANUSIA LOH!" 

Wana teriak di samping telinga Alex yang membuat pria itu langsung menarik kakinya. Wana mencebik, ia hendak menangis meminta diturunkan hingga akhirnya Alex menurunkannya. Wana berjongkok di depan bayi itu, ia menatap wajah yang sangat putih dengan mata safirnya.

"Kamu anaknya siapa?" tanyanya.

Alex hanya memerhatikan sembari bersidekap dada di belakang Wana. Bayi itu meracau tidak jelas yang membuat Wana mengerutkan kening bingung. Ia ingin menyentuh bayi itu, namun Alex tiba-tiba berujar.

"Jangan terlalu dekat dengan orang asing, benda itu terlihat kotor," katanya yang membuat Wana mendadak merasa yang berbicara adalah Frans. Terlebih, bayi ini bukan benda, melainkan manusia. 

"Daddy, jangan gini." Alex yang melihat tatapan Wana itu menghela napas pelan sebelum ikut berjongkok. Wana menyuruhnya menggendong bayi tersebut, namun Alex tidak mau. Berakhir Wana yang hendak menggendong bayi itu, namun Alex melarang.

"Mau Daddy apa sih!" tanya Wana prustasi.

"Daddy tak ingin menggendong, kau juga tidak boleh," katanya mengutarakan keiginannya yang membuat Wana menatap tak percaya. Dia hanyalah bayi kecil, apa yang perlu ditakuti dari bayi kecil seperti ini, hanya makhluk lemah yang harusnya diberikan kasih sayang.

"Hiks Daddy jahat, dia cuman anak kecil." Alex mendadak pusing ketika Wana menangis. Ia memijat pelipisnya pelan sembari menatap makhluk yang kini tertawa kecil. Andai tak ada Wana di sini, mungkin bayi ini sudah ia lempar dari dalam lift.

"Baiklah, biarkan Daddy yang menggendong," katanya yang membuat Wana berhenti menangis.

Anak itu memperhatikan Alex yang memegang kerah baju si bayi sebelum mengangkatnya seperti anak tikus yang hendak dibuang. Mata Wana spontan membelalak, ia menahan bayi tersebut, namun Alex melepaskan tangannya.

Hingga akhirnya lift sampai, seorang wanita yang diduga maid terlihat dari seragamnya sudah berdiri di depan lift dnegan tampang cemas. Wanita itu terlihat terkejut saat melihat bayi yang diangkat Alex melalui kerahnya. Ia menunduk dengan cepat.

"Tuan, maafkan saya. Itu anak saya, maafkan saya Tuan jika mengganggu anda." Alex yang mendengar itu langsung melempatkan bayi tadi ke arah sang Ibu. Wana  yang kaget jelas memekik pelan, ia benar-benar tidak percaya Alex akan melakukan hal itu. 

"Apa kau terbiasa bekerja sambil membaw anak, bukankah terdengar tidak profesional?" katanya dengan nada rendah yang mana membuat maid tersebut bergetar ketakutan. Ia menunduk dan meminta maaf berulang kali. Wana yang melihat itu merasa iba, ia bergegas melangkah kehadapan Alex, melindungi wanita paruh baya yang menggendong anaknya itu.

"Daddy terlahir di keluarga berada, jelas gak akan tau apa masalah yang di hadapin orang-orang. Apa yang menurut kita sepele belum tentu begitu buat orang lain. Daddy gak boleh ngehakimin orang sepihak, dengerin dulu alasannya. Mungkin Daddy gak tau, tapi di dunia ini banyak orang yang harus bertarung mati-matian cuman untuk sesuap nasi." Wana terengah ketika mengatakan kalimat panjang dengan berbagai emosi itu.

"Daddy udah dewasa, maaf kalo misalnya ucapan Wana nyinggung Daddy. Tapi Daddy harus tau, kalo semua orang di dunia ini tercukupi, gak akan ada atasan dan bawahan. Dia gak akan maksain kerja bawa anaknya," lanjut Wana yang hanya dibalas hening. Alex melirik maid yang tertegun di belakang Wana itu sekilas, ia memejamkan mata sebelum menghela napas pelan.

"Banyak bicara," katanya sebelum mengangkat anaknya dan pergi dari sana. Wana menghela napas, merebahkan kepalanya di dada yang keras itu. Mengapa keluarga ini tak ada yang berhati lembut kecuali Joe? Wana hanya tidak tahu saja bagaimana Joe kalau sudah beraksi.



___
Seneng gak double up terus?


Aldrewana H.L [End]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang