Ruangan yang didominasi warna monokrom itu terlihat sepi dan sunyi. Seorang pria paruh baya bertubuh kokoh berdiri diam dengan salah satu tangan yang dimasukan ke dalam kantung celananya. Hela napas Alex terdengar. Ketukan di pintu itu dengan cepat mencuri atensinya.
"Masuk," katanya.
Sepasangan manusia berpakaian hitam masuk dengan langkah pelan, tanpa menimbulkan suara langkah kaki yang mengetuk lantai. Alex berbalik dan menatap kedua orang yang baru saja masuk.
"Berita terbaru apa yang membuat kalian datang secara pribadi kemari?" tanyanya.
Wanita yang memakai jaket kulit hitam dengan bilah dada terbuka itu melirik sekilas rekannya. Dengan berat hati mengangguk sebelum kembali menatap sang tuan.
"Orsdian, organisasi yang anda perintahkan untuk dimata-matai tempo hari telah melakukan gerakan. Terduga tangan kanannya turun langsung menghancurkan markas kita di Alquezar, Spanyol."
Mata Alex menggelap mendengarnya, namun tak ada ekspresi berarti di wajahnya. Pria itu tetap tenang meski gejolak dingin melanda ruangan hingga membuat kedua orang yang lain merasa tidak nyaman.
Keringat dingin menyebar di punggung kedua orang itu ketika Alex berjalan mendekat. Ketukan langkah pantofel nya seolah suara denting jam menuju kematian.
Pyar
Gelas yang berada di tangan Alex hancur dalam sekejap, aura membunuh menyebar ke seluruh ruangan hingga membuat kedua orang bawahan itu bergetar ketakutan.
"Siapa yang kuberi tugas mengatur di Alquezar?" tanyanya membuat pria yang tadi datang bersama wanita itu merasakan kakinya lemas.
"Tidak ada yang menjawab?" katanya lagi saat pertanyaannya dibiarkan menganggur. Wanita berdada besar itu melangkah ke depan, dengan kepala menunduk dalam dan berujar.
"Bawahan ini telah lalai. Alquezar diberikan pada kami untuk dijaga. Namun kemampuan kami telah mengecewakan anda," katanya dengan suara bergetar namun tegas.
Alex hendak meluapkan amarah ketika ponselnya bergetar. Ia tidak berniat menjawab, namun melihat nama yang tertera di layar membuatnya urung. Alex mengangkat tangannya agar dua bawahan itu diam, ia mengangkat ponselnya. Suara khas seseorang langsung terdengar.
"Daddy!"
Mendengar suara itu membuat mood Alex sedikit membaik, ia berbalik kembali menatap dinding kaca yang langsung menampilkan pemandangan metropolitan.
"Hn, ada apa?" jawabnya.
"Daddy dimana?"
"Mengerjakan sesuatu," jawabnya.
Ia bisa dengar suara grasak-grusuk yang terdengar. Lalu tawa wanita yang tak lain adalah Joe di seberang sana. Mendengar ini, entah mengapa Alex rasanya ingin cepat-cepat kembali ke rumah sakit.
"Sekarang ini, Zach lagi Wana tahan. Kalo Daddy gak mau kampret ini kenapa-kenapa. Pulang sekarang, jangan lupa mampir beli kue yang kaya kemaren, eskrim di toko samping hotel perempatan itu juga, sama seblak yang rasanya 100% persen kayak buatan mang Udin. Wana gak mau tau, kalo Daddy gak bawa semua ini. Wana bakal lempar Zach dari atap rumah sakit!"
Tut
Panggilan terputus begitu saja. Alex tidak mengalihkan pandangannya dari pemandangan di luar sana. Sudut bibirnya sedikit tertarik ke atas membentuk senyum hangat yang membuat kedua bawahan di ruangan itu terkejut.
"Seperti senjata yang akan mengeluarkan kekuatannya di tangan yang benar. Sebuah berlian juga akan terlihat sama indahnya di tempat yang seharusnya," gumamnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Aldrewana H.L [End]
General FictionDemi bergabung dengan geng abal-abal, Wana harus melakukan suatu kenakalan di lingkungan masyarakat. Dengan masker wajah sebagai topeng, pemuda itu memasuki sebuah mobil mewah di parkiran Mall. Namun karena rasa kantuk begadang tengah malam, pemuda...