Suzy berbaring pelan di atas ranjangnya, memandang langit-langit kamar yang terasa sangat menarik jika dibandingkan dengan suara kedua orang tuanya di luar sana.
Iya, setelah Suho dan Sehun pulang, orang tuanya juga baru saja menginjakan kaki mereka di rumah. Tanpa perlu basa-basi lagi Suzy langsung memasuki kamar dan mengunci pintunya.
Semenjak kejadian minggu lalu membuat Suzy setengah mati membenci kedua orang tua dan juga kakanya, siapa lagi jika bukan Irene? Suzy benci dengan keadaan yang seakan-akan harus selalu membuatnya terus mengalah untuk sang kakak.
Iya, Irene dan Suzy itu saudara kandung. Dimana mereka hanya berbeda satu tahun, itu sebabnya mereka masih berada di sekolah yang sama. Sedangkan Suho saat ini sudah berada di tingkat akhir kuliahnya. Iya, pria itu mengambil jurusan kedoktaran. Pintar bukan? Tetapi entah kenapa kedua orang tua seperti tidak menyukai Suho secara tidak langsung.
Suzy membenci hidupnya. "Hks, padahal aku tidak banyak meminta. Kenapa semua yang berpotensi membuatku bahagia selalu mereka ambil. Hks." Tangis Suzy pecah juga pada akhirnya, ia merasa bersalah pada semua orang. Tapi ia lebih membenci keluarganya.
Makan malam kali ini terasa biasa saja untuk Suzy. Tidak ada yang spesial. Menunya biasanya, percakapan ia juga tidak terlalu dilibatkan. Jadi Suzy bisa makan dengan tenang.
"Irene, kau akan kuliah jurusan apa sayang?" Ibu mereka bertanya pada Irene yang saat ini tengah duduk tepat di sampingnya.
"Hubungan International, Eomma." Suara kakaknya mengalun merdu dan mendapat anggukan dari ayah dan ibu mereka. Tak ada protes.
"Berarti kau yang harus melanjutkan perusahaan Suzy." Suara ayah mereka kali ini yang terdengar.
Suzy tentu saja membolakan matanya tidak percaya, kenapa harus dia? Suzy tidak terima, ia juga ingin kuliah dengan jurusan yang ia mau. Bukan paksaan atau tuntutan seperti ini. "Kalian bahkan tidak berniat untuk bertanya terlebih dahulu jurusan apa yang ingin aku ambi?"
Merapikan peralatan makannya, Suzy menatap kedua orang tuanya yang terlihat tidak berminat pada protesannya.
Hening.
Tak ada jawaban. Suzy juga tau pada akhirnya akan seperti ini, tapi tetap sakit juga ternyata. "Kalian bahkan bertanya pada eonni dia ingin mengambil jurusan apa dan tidak protes sedikit pun. Sekarang kenapa kalian menumpukan tugas perusahaan padaku tanpa bertanya aku mau atau tidak?" Suzy masih melayangkan protesannya. Ia masih belum mendapat jawaban apapun dan ia tak suka itu.
"Kenapa?" Suzy ingin mendengar alasan kedua orang tuanya. "Kenapa kalian selalu mengiyakan permintaannya, tap-"
"Kua sudah dengar jika dia ingin masuk jurusan hubungan internatioanl bukan? Apa lagi yang harus diributkan? Ikuti saja!"
Suzy terkesiap saat ayahnya sudah membuka suara. Iya, Suzy mendengar alasan yang ia ingin dengar. Tapi Suzy tidak berharap akan mendapat jawaban seperti itu. Mengepalkan tangannya di bawah meja, Suzy mencoba mengatur emosinya yang sudah akan meledak.
"Dan kalian pikir aku mau? Aku juga tidak! Setidaknya berikan aku kebebasan juga dan perusahaan akan menjadi tanggung jawabku dan eonni!" Tidak bisa, Suzy meledak juga pada akhirnya. Suzy merasa tidak adil, ia tidak mau dengan perlakuan seperti ini.
Plak!
Suzy diam dengan bahu bergetar. Selama enam belas tahun hidupnya. Ini tamparan pertama yang ia dapatkan dan itu dari cinta pertama anak perempuan kata kebanyakan orang. Tidak, ayahnya bukan cinta pertama Suzy. Pria ini hanya pria asing yang memberinya kehidupan dan membesarkannya seperti anak tiri.
KAMU SEDANG MEMBACA
Just
FanfictionHanya kumpulan momen Hunzy yang bikin oleng antara mau ngaramin atau tetap berlayar membelah samudra.