Mereka bertiga terus berjalan ke arah atas bukit. Jujur saja, Asna merasa kesulitan dengan pakaian yang ia kenakan. Tetapi, dirinya hanya terdiam seakan tidak ada masalah apapun. Karena Asna takut melukai hati iparnya dengan baju yang diberikan.
" Asna, berjalan lah lebih cepat! Kita bisa sampai saat larut malam jika kamu berjalan seperti itu. " Ucap Ka Sarah.
" Iya kak.. " Jawabnya.
Setelah sampai, kedua ipar Asna nampak lega menghirup udara di atas sini. Asna yang merasa lelah, memilih untuk duduk dahulu di sebuah pondok dekat situ. Sambil mengelus perutnya, hatinya berkata.
" Nak, sebentar lagi ibu akan melihat mu. Kamu sangat berat sekali, hah.. Tapi momen inilah yang akan ibu rindukan. Ibu janji, ibu tidak akan pernah meninggalkanmu. Saat ibu akan ke dapur atau kemana pun, kamu bisa ikut bersama dengan ibu. "
Melihat Asna yang hanya duduk di pondok, Ka Sarah pun memanggilnya untuk ikut merasakan segarnya udara di atas sana. Asna pun menghampiri keduanya. Dirinya berjalan dengan sangat hati-hati.
" Kemarilah Asna! " Seru Ka Sarah.
" Asna, apa ada sesuatu yang membuat mu kesulitan? Katakan saja. " Ujar Ka Jannah.
Sebenarnya ada, pakaian yang ia berikan benar-benar membuat Asna merasa sulit untuk melangkah. Sesekali Asna hampir terpleset karena itu. Tetapi, Asna tidak akan mengatakannya.
" Tenang saja ka, tidak ada. " Jawabnya.
" Baguslah.. Sedikit kesini Asna, aku akan menceritakan mu sesuatu. " Ucap Ka Jannah.
Mereka berada di tempat yang sedikit curam. Di samping itu ada sebuah jurang yang dalam. Akan sangat bahaya jika mereka berlama-lama berdiri disitu. Tetapi menurut Ka Jannah, tempat inilah yang lebih sejuk udaranya. Mereka juga lebih mudah melihat perumahan dibawah sana. Asna hanya menuruti apa yang mereka lakukan dan katakan.
" Kamu tahu Asna? Dulu.. Saat orangtua ku pergi meninggalkan ku, aku sedang mengandung Raisya. Belum lama saat aku pergi untuk menikah dengan Syam. Raisya adalah cucu yang paling mereka nantikan. Ibu dan ayahku berkata, kalau mereka akan menyayangi cucu - cucunya. Aku senang saat itu, aku berharap ibu dan ayahku bisa melihat anak - anakku lahir. Tetapi, takdir berkata lain. Mereka berdua pergi.. Raisya dan semua anak-anakku, mereka semua telah kehilangan kasih sayang seorang kakek dan nenek. Tak pernah aku mendengar anak-anakku bercerita soal bagaimana ia bermain dengan nenek atau kakeknya. Andai ibu dan ayahku masih hidup.. Anakku pasti akan merasakan itu. "
Ka Jannah bercerita soal hidupnya. Asna sangat terharu mendengar itu. Asna tahu, Umi sama sekali tidak pernah mengajak cucu - cucunya bermain. Jelas saja, Ka Jannah pasti sangat sedih. Asna mengambil langkah sedikit maju mendekati Ka Jannah. Ia berniat ingin menenangkan iparnya itu.
" Ka, tenang yah.. Aku yakin, ibu dan ayahmu pasti sudah tenang disana. Anak - anakmu sekarang sudah tumbuh menjadi anak yang baik dan pintar. Dan aku berjanji, aku akan berusaha.. Aku akan berusaha agar Umi dapat menyayangi cucu - cucunya. " Ucap Asna sambil mengelus pundak Ka Jannah.
" ITU PERCUMA..!! " Bentak Ka Jannah sambil mendorong keras Asna.
" Aaahhh... " Asna berteriak.
Dorongan itu membuat Asna hilang kendali dan jatuh ke pinggir jurang. Tangannya berusaha meraih ranting serta apapun yang berada disitu. Asna berteriak dan meminta tolong kepada kedua iparnya untuk membantunya naik ke atas. Ka Jannah dan Sarah kaget melihat kejadian ini.
" Kaka tolong!! Bantulah aku.. Perutku sakit, ah! Kakaaa... " Rintihannya menangis meminta bantuan.
Ka Jannah dan Ka Sarah justru hanya diam dengan tatapan kosongnya. Mereka berdua melihat Asna yang sedang berusaha untuk bertahan dan tidak jatuh ke dalam jurang. Ntah apa yang keduanya sedang pikirkan. Apakah mereka tidak memiliki sedikit hati untuk menyelamatkan adik iparnya itu?
" Asna... Jangan kira hidupmu yang paling menderita. Kamu tidak pernah tahu rasanya. Seorang ibu yang berharap anaknya lahir kedunia dan diakui keberadaannya. Anak yang sedang kamu kandung adalah bayi laki-laki bukan?? JAWABBB!! " Ujar Ka Sarah dengan emosinya itu.
" Kaka.. Apa salahnya jika anakku seorang bayi laki-laki atau perempuan? Aku tetap akan menyayangi semua keponakan ku dan terus meyakinkan Umi. Bantulah aku kak.. Perutku sakit.." Jawab Asna sembari menangis.
" Omong kosong.. " Gumam Ka Jannah.
Di sisi lain, Irma terus berjalan untuk menunjukkan kemana ibu dan bibinya itu pergi. Ustadz Zakir menuntun Ibunda Asna yang sudah begitu lelah berjalan.
" Apakah masih jauh nak? "
" Tidak nek, sebentar lagi.. Tapi aku tidak tahu dimana ibu mencari angin. "
" Baiklah.. Kita bisa cari nanti saat sudah di atas sana. "
Asna terus berusaha memegang ranting dengan satu tangan sambil memegangi perutnya. Rasa sakit itu sedang ia rasakan. Tetapi kedua iparnya justru terus berbicara dan seakan menyalahkan Asna atas apa yang mereka alami. Padahal Asna tidak tahu menau tentang mengapa Umi berprilaku seperti itu pada cucu - cucunya. Tiba-tiba, Ka Sarah mendekat ke arah Asna. Asna takut ka Sarah akan melepaskan ranting itu dari tangannya. Ingin pasrah tetapi tidak bisa. Ia tidak ingin bayinya kenapa-kenapa.
" Ka bantulah aku.. "
Ka Sarah memegang tangan Asna sambil menatap tajam matanya, jelas membuat Asna tidak bisa berpikir jernih lagi.
" Ayoo.. " Ucap Ka Sarah sambil menarik tangan Asna dan membantunya untuk naik ke atas.
Lega rasanya, Asna tidak menyangka bahwa Ka Sarah mau membantunya. Asna pun meraih tangan Ka Sarah sampai pada akhirnya ia bisa berada di atas lagi. Asna mengucapkan terima kasih pada iparnya. Ka Jannah heran mengapa Sarah mau membantunya untuk naik, ntah apa yang Sarah rencanakan tanpa sepengetahuannya. Padahal selangkah lagi, ibu dan bayinya akan hilang dan mati.
KAMU SEDANG MEMBACA
Penakluk Iman & Hati ( END )
RomancePenakluk Iman & Hati ( sudah di bukukkan ) BAGAIMANA JIKA SEORANG WANITA BEBAS, DI JODOHKAN DENGAN SEORANG ANAK DARI KELUARGA YANG TEKUN DALAM AGAMA? SERTA DIJADIKAN HARAPAN SATU-SATUNYA UNTUK MEMBERIKAN KETURUNAN LAKI-LAKI?? " Aku harus rela dan...