Kisah IV

334 25 1
                                    

••• Sebuah amarah terkadang bisa menjerumuskan mu dalam kesesatan •••


"Ibu, dimana ammu dan Bibi? " Tanya Irma kepada Ka Jannah.

Wanita bercadar itu tidak menjawab pertanyaan anaknya sama sekali, ia langsung pergi begitu saja setelah membersihkan meja bekas orang-orang sarapan pagi tadi.

" Kamu tau dimana ammu? " Tanya Irma.

" Tidak. " Jawab Sa'adah.

Kemudian datanglah Umi yang hendak mengambil minum di atas meja. Dengan rasa takut, Irma pun memberanikan diri untuk bertanya pada neneknya.

" Nek.. " Panggil Irma.

Umi memberhentikan langkah kakinya. Umi menoleh dan bertanya ada apa.

" Dimana ammu? " Tanya Irma.

" Paman dan Bibi mu sedang menginap untuk beberapa hari di luar sana. Ada apa? Tidak seharusnya kalian terus bergantung dan mencari Albhi seperti itu. Toh, nanti paman dan Bibi akan memiliki anak sendiri. " Jawab Umi dan langsung pergi begitu saja.

Dari balik tembok, tampak Ka Jannah begitu marah dengan jawaban yang Umi beri untuk anaknya. Tangannya mengepal, matanya merah, dendam itu sepertinya semakin mendarah.

" Kak? " Ka Sarah datang menepuk pundak iparnya itu.

" Ada apa? " Tanya Ka Jannah.

" Tadi aku mendengar sedikit obrolan saat aku mengantarkan teh. Katanya Albhi dan Asna pulang hari ini. Dan, bulan depan mereka semua akan pergi ke luar kota untuk menghadiri sebuah acara. Jelas saja, Umi tidak akan membiarkan wanita hamil itu untuk ikut. " Jelas Ka Sarah.

Tatapan mata Ka Jannah sangat tajam. Ia tersenyum dengan begitu puas mendengar informasi yang disampaikan oleh iparnya itu. Mungkin saja, ini adalah kesempatan baginya untuk melampiaskan setiap amarah yang ia rasakan kepada Asna nanti.

" Mengapa dirimu hanya terdiam? "

" Sarah.. Berapa usia kandungannya? "

" Mm.. sekitar 5 bulan? "

" Kapan mereka semua pergi? "

" 2 bulan lagi.. "

" Baiklah.. Ku pikir aku bisa melenyapkan makhluk kecil itu. Rupanya ibunya juga harus ikut. "

" Apa yang kamu katakan kak? "

" Tidak ada.. "

Ka Jannah langsung pergi begitu saja. Sarah bingung dengan apa yang iparnya katakan barusan.

Di sisi lain.

Ini adalah kali pertama Asna dan Albhi bisa merasakan suasana sejuk di atas bukit. Kebun-kebun ibu begitu subur, udaranya sangat segar sekali. Albhi membantu ibu mertuanya menyiram tanaman dengan bantuan selang. Asna hanya duduk di bawah pondok sambil tertawa melihat suaminya itu. Kemudian, dengan isengnya Albhi menyemprotkan air itu ke arah Asna.

" ALBHI!! "

" Mengapa? Bukankah rasanya segar? "

" Tapi aku jadi basah. "

" Haha maafkan aku istriku. "

Ibu Asna datang menghampiri mereka berdua yang sedang asik bergurau.

" Kemari lah.. Ibu membawakan makanan untuk kalian. " Ucapnya.

Albhi mengikat selang itu dengan tali agar airnya berhenti mengalir. Ia menghampiri ibu mertua dan istrinya di pondok. Terdapat banyak makanan rebus. Albhi sangat suka memakan itu.

Penakluk Iman & Hati ( END ) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang