Kenyataan Pahit II

523 45 11
                                    

Melangkah dengan sangat berat. Albhi tak kuasa melihat istrinya tergeletak lemas di ruang ICU, dengan ventilator yang terpasang sebagai alat bantu nafas. Suara detak jantung Asna benar-benar merenggut semua daya Albhi. Terduduk di sebuah kursi, air mata Albhi menetes sambil menggenggam dan mencium tangan istrinya.

"Bangunlah Asna.. Siapa yang menyuruh mu untuk tidur disini? Aku sudah pulang, ayo kita pulang.. "

Tak ada jawaban, pandangan Albhi mengarah ke perut besar Asna. Ia tak tahu lagi bagaimana kondisi anaknya di dalam sana. Jika anaknya itu dalam masalah, pasti Asna akan sangat sedih.

" Nak.. Ayah sangat menyayangimu, aku mohon kuatlah. Bagaimana aku bisa memilih salah satu di antara kalian?? " Ucap Albhi sembari menangis tersedu-sedu.

Ia tidak ingin jika harus kehilangan salah satu di antara keduanya. Asna adalah hidupnya, tapi hidup Asna akan hancur saat tahu bayinya telah tiada. Albhi hanya bisa menangis dengan tertunduk sambil menggenggam tangan Asna dan bertawakal kepada Allah.

" Selamatkan anakku.. "

Suara lirih itu telah membangkitkan raga Albhi. Ia langsung menoleh ke arah Asna. Senyuman itu diberikan seakan tak ada rasa sakit apapun yang dirasa. Albhi menjulurkan tangannya untuk menghapus air mata Asna yang keluar.

" Kamu sudah bangun sayang. Aku mohon kuatlah! Aku sangat merindukanmu. "

" Albhi, maafkan aku.. "

" Syutt! Tidak Asna, apa ini? Mengapa dirimu harus meminta maaf? Kamu tidak bersalah. Akulah yang harus meminta maaf. "

Asna memegang tangan Albhi dan
meletakan tangan itu di atas perutnya.

" Selamatkan anakku Albhi.. "

Albhi hanya menggeleng sambil menangis. Ia tidak ingin terjadi apa-apa kepada istrinya. Kondisi Asna sudah benar-benar melemah.

" Jika memang aku harus memilih. Aku pasti akan memilih mu.. Aku mohon bertahan lah untukku. " Ucap Albhi.

" Albhi, aku ingin bicara dengan Umi.. " Pinta Asna.

" Tidak Asna! Tidurlah.. Jangan banyak bicara! Dokter akan segera menangani mu. Kamu pasti sembuh. " Perintah Albhi.

" PANGGIL UMI! " Tegas Asna memaksa Albhi untuk memanggil Umi.

Rasa ragu itu tengah ia rasakan, ia pun berjalan keluar dan memanggil Umi untuk masuk. Suasana ruangan begitu dingin, hening, dan membuat Umi ikut tak kuasa melihat kondisi menantunya. Umi berharap, menantu dan cucunya akan selamat. Tidak ada yang harus di pilih. Tapi jika memang harus, maka pasti Umi akan lebih memilih cucunya. Perasaan itu ia sembunyikan, tidak ada yang tahu.

" Menantuku, Umi selalu berdoa untukmu. Asna adalah putri kecil Umi. Dan bayi yang berada dalam kandungan mu, adalah cucu Umi. " Ucap Umi sambil mengelus lembut perut Asna.

" Umi, boleh aku mengatakan sesuatu? " Izin Asna untuk berkata.

" Yah, anakku, katakanlah." Jawab Umi.

" Aku mohon jangan marahi kakak ipar. Mungkin dia telah melukai ku, tapi aku tidak ingin jika kalian sampai melaporkannya ke polisi. Umi, kakak ipar tidak salah, mereka hanya ingin melampiaskan semua rasa kecewa dan kekesalan yang mereka rasa. Sayangilah cucu - cucu Umi, hahh.. aku mohon.. Biarkan mereka semua tinggal di satu rumah yang sama. Jangan bedakan mereka dengan siapapun dan apapun. Kasihi mereka, sayangi mereka Umi, ajaklah sesekali mereka bermain. Mmh.. Aku.. Aku berjanji, harapan Umi akan terwujud. Cucu laki-laki mu ini, dia akan lahir.. Tapi aku minta, Umi harus ingat kata-kataku. Sayangi semua cucu-cucu mu. Perlakuan Ka Jannah dan Ka Sarah sebagai menantu yang baik. Aku yakin, Umi pasti akan melakukan itu.. " Dengan sudah sangat terbata-bata, Asna begitu banyak memohon kepada Umi. Termasuk dalam menyayangi semua cucunya dan tidak membenci kedua menantunya.

Penakluk Iman & Hati ( END ) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang