Kini, keduanya tengah duduk bersandar di bawah pondok sambil menikmati pemandangan sore di tepi pantai. Asna begitu lega bisa menceritakan semuanya pada Albhi sekarang. Ia tidak lagi menyembunyikan lukanya.
" Albhi boleh temani aku? "
" Kemana tempat yang mau kamu tuju? "
" Aku ingin tahu dimana makam ibu ku. "
" Apakah dari kecil. Ayah tidak pernah memberitahukan soal itu? "
" Tidak.. "
Asna nampak murung saat menjawab pertanyaan Albhi. Albhi tidak akan membiarkan istrinya bersedih seperti ini. Ia pun akhirnya memberi Asna waktu untuk bisa bersama mencari makam ibunya. Mereka menginap untuk beberapa hari di sebuah apartemen.
" Terima kasih suami ku.. " Ucap Asna.
Keesokan harinya.
Albhi dan Asna turun dari mobil di sebuah pedesaan. Tempat ini masih terlihat sangat tradisional sekali. Bahkan banyak orang-orang yang berjalan kaki dibanding menaiki kendaraan.
" Alamatnya udah bener? " Tanya Albhi.
Flashback on
" Bi, Ibu tinggal dimana si? "
" Non Asna mau tau? Tapi Non diem aja yah.. Jangan bilang-bilang sama Ayah. Oke? "
" Okee... "
" Ibu itu tinggal di.. "
Flashback off
" Iyaa, ini Albhi tempatnya. "
" Ya udah ayo jalan. "
Kampung Naga, Tasikmalaya, Jawa Barat. Inilah tempat tujuan Asna. Menurut cerita Bibi yaitu pembantu yang sudah bekerja di rumah Asna sejak ia masih berusia lima tahun. Ibu kandung Asna tinggal di daerah kampung Naga, Tasikmalaya. Dan Asna yakin kalau dia bisa menemukan informasi soal ibunya di desa ini. Meskipun itu sudah lama sekali. Tidak ada yang tidak mungkin.
Mengapa Asna tidak bertanya langsung pada Ayahnya? Ya, karena dari dulu Asna tidak ingin bertanya secara langsung soal dimana makam ibunya pada Ayah. Asna takut jika suasana hati Ayah rusak karena membicarakan soal ibunya. Ayah sendiri pun tidak pernah mengajak Asna berkunjung ke makam atau pun tempat tinggal asli ibunya.
Albhi berhenti untuk bertanya pada salah satu warga di desa itu. Seorang pria tua yang sudah bungkuk. Albhi memang sengaja bertanya pada warga yang kiranya sudah lama menempati desa ini. Agar lebih tahu informasi terdahulu.
" Assalamu'alaikum pak. "
" Wa'alaikumussalam. Iya? "
" Saya mau bertanya. Di desa ini dulu ada warga yang bernama Ibu Masitah ga ya pak? Ini fotonya."
Pria tua itu memandang foto alm. Ibu Asna dengan sangat lama sekali. Sampai Asna memanggil pria tua itu untuk menyadarkannya.
" Pak? "
" Eh iya.. "
" Jadi, bapak kenal ibu saya atau nggak? Apa bapak pernah tahu atau denger soal beliau? "
" Maaf saya gak tau neng. Saya permisi dulu ya. "
Pria tua itu pergi meninggalkan Albhi dan Asna tanpa memberikan jawaban.
" Sayang, sepertinya akan sulit menemukan informasi soal alm. Ibu disini. Meskipun ini tempat tinggal Ibu. Tapi belum pasti ibu meninggal disini. "
" Iya Albhi aku tahu, tapi setidaknya aku bisa tahu dimana rumah ibuku. Dan bagaimana keluarganya dulu. "
" Baiklah aku paham. Ayo kita cari lagi. "
Adzan Ashar sudah berkumandang. Albhi dan Asna kemudian bersinggah disebuah mushola kecil yang terdapat di desa itu. Orang yang datang untuk sholat Ashar berjamaah lumayan banyak namun tidak sampai memenuhi Shaf.
Asna berada di barisan jama'ah perempuan. Berkumpul dengan orang-orang yang tidak sama sekali ia kenal. Tapi orang-orang itu rupanya cukup ramah.
" anjeun hamil?"
" em.. Saya Asna bu. Bukan Anjen. "
" Oh bukan, maksud saya teh. Teteh nya lagi isi ya? Lagi hamil? "
" Ohh maaf ya Bu saya gak paham bahasa sini. Iya Bu saya lagi hamil. "
Ibu-ibu disana tampak tersenyum dan senang melihat wanita bercadar seperti Asna berkunjung ke desa mereka. Lalu, ada salah satu di antara Ibu-ibu itu menatap Asna dengan sangat heran. Kemudian ia berkata dengan lirihlirih kepada teman disampingnya.
" kawas sitah manehna. "
" Ah, bener? "
" Sumuhun, leres. Sitah waktu keur ngora persis kitu."
" Kumaha anjeun tiasa terang? beungeutna teu katingali."
" Abdi tiasa nyarios tina panonna. "
Asna sedikit mendengar percakapan itu. Dan Asna paham kalau mereka sedang membicarakan nya. Tapi Asna sama sekali tidak paham dengan yang mereka semua katakan. Saat akan bertanya pada Ibu-ibu yang lain. Kemudian, ada Albhi yang sudah menunggunya di luar. Ia segera keluar menemui Albhi setelah berpamitan pada semuanya.
" Udah? "
" Udah Albhi.. "
" Ya udah yok lanjut. "
" Sebentar Albhi, kamu tahu? Ibu-ibu di dalam tadi membicarakan ku. Tapi, aku sama sekali tidak paham dengan bahasa yang digunakan. "
" Kenapa kamu tidak bertanya? "
" Aku tidak sempat bertanya tadi. "
Tepat di depan halaman Mushola. Albhi dan Asna masih berdiri disitu. Tiba-tiba ada seorang Ibu-ibu yang tadi membicarakan Asna lewat di samping mereka. Spontan saja, Asna langsung memanggil ibu itu untuk bertanya soal hal tadi.
" Ibu permisi.. " Seru Asna.
" Iyaa neng? " Satu ibu itu berhenti.
Asna dan Albhi kemudian
mendekat ke arah ibu itu." Maaf Bu, saya mau bertanya. Tadi ibu di dalam bicara soal apa ya? "
Bukannya langsung menjawab pertanyaan Asna. Ibu itu justru terdiam sambil menatap mata Asna.
" Mata teteh nya seperti tidak asing. " Ujar Ibu itu pada Asna.
" Tidak asing? " Tanya Albhi.
Asna mulai peka dengan apa yang Ibu maksud, kemudian Asna langsung bertanya pada ibu itu soal alm. Ibunya.
" Ohh iya, ibu Kenal sama alm. Ibu saya? Namanya ibu Masitah. Saya ada fotonya. Mana sayang? " Ujar Asna kepada Ibu itu sambil menunjukkan foto alm. Ibunya.
" Nah iyaa, ini ibu Sitah.. Mata teteh nya teh mirip sekali sama ibu ini. Tapi.. Kenapa tadi teteh bilang alm. Ibu? " Ucap Ibu itu sekaligus bertanya.
" Ya, kedatangan saya kesini mau cari informasi soal alm. Ibu saya. Saya mau tau dimana makam ibu. " Jelas Asna.
" Makam? Tapi setau saya. Ibu Sitah itu masih hidup. Belum meninggal. " Ujar ibu itu.
Asna dan Albhi sangat terkejut mendengar kenyataan ini. Tapi Asna masih tidak percaya akan itu sebelum dirinya benar-benar bertemu dengan ibu kandungnya. Asna percaya pada Ayah dan tidak mungkin Ayah membohonginya.
" Tidak mungkin Bu.. Ayah saya sendiri yang bilang kalau ibu saya sudah meninggal saat saya lahir. " Ujar Asna.
" Tapi.. "
" Sudah.. Sekarang, ibu bisa gak? Antar kami berdua ke tempat tinggal nya Ibu Masitah? " Ujar Albhi memotong pembicaraan ibu itu.
" Ohh.. Bisa-bisa, tapi biasanya jam segini. Dia lagi ga ada dirumah. Kebunnya banyak, ya bisa dibilang dia orang paling kaya di desa ini. Saya sempat kaget waktu teteh nya bilang ibunya sudah almarhum." Jelas Ibu itu.
Asna masih menutup rapat - rapat telinganya. Ia tidak ingin mendengar pernyataan apapun soal ibunya. Ia hanya ingin bukti yang jelas.
KAMU SEDANG MEMBACA
Penakluk Iman & Hati ( END )
RomansaPenakluk Iman & Hati ( sudah di bukukkan ) BAGAIMANA JIKA SEORANG WANITA BEBAS, DI JODOHKAN DENGAN SEORANG ANAK DARI KELUARGA YANG TEKUN DALAM AGAMA? SERTA DIJADIKAN HARAPAN SATU-SATUNYA UNTUK MEMBERIKAN KETURUNAN LAKI-LAKI?? " Aku harus rela dan...