Kejadian tak terduga II

487 36 4
                                    

Albhi tengah sibuk mempersiapkan acara pernikahan Fatimah di hari esok. Meskipun kesedihan tetap dirasakan Fatimah karena dalam hari bahagianya, ayahnya tidak ada di sisinya. Tetapi, ia sangat senang karena ada Albhi yang menyaksikan dan menemani langsung. Bagi Fatimah, itu sudah lebih dari cukup.

" Terima kasih Albhi.. Aku tidak akan bisa menyelesaikan semua ini sendiri, jika bukan karenamu. "

" Sudahlah.. Aku ini sepupumu, bukan temanmu. Persiapkan dirimu! "

'Prakkkk...

" Ya Allah.. "

Saat Albhi ingin melangkah pergi, ia tidak sengaja menyenggol vas bunga hingga pecah. Semua orang terkejut mendengar itu.

" Albhi, kamu baik-baik saja nak? " Tanya Umi.

" Iya Umi, tidak ada masalah. " Jawabnya.

Sambil membersihkan pecahan vas bunga itu, Albhi tiba-tiba langsung memikirkan Asna. Perasaannya tidak enak. 'Ada apa ini? ' Hatinya bertanya.

Di sisi lain, Asna masih berusaha mengatur nafasnya. Perutnya kram karena kejadian tadi. Ka Sarah mendekati Asna, ia menunduk sambil mengelus perut Asna.

Ia pun berkata. " Apakah sesakit itu? Maafkan kami Asna, seharusnya kami lebih cepat menolong mu. Hah.. Kira-kira, para suami kita sedang apa di sana. Apakah mereka tidak memikirkan kita? Asna, bagaimana dengan Albhi. Apakah dia sudah mengabarimu?"

Asna mengeluarkan keringat yang begitu banyak, dirinya hanya terdiam saat iparnya itu sedang berbicara entah apa. Ka Jannah bingung apa yang sebenarnya Sarah ingin lakukan terhadap Asna.

" Kaka, ayo pulang.. Perutku sakit.. " Ucap Asna merintih kesakitan.

" Ya.. Yayaya,, kita akan pulang Asna. Tetapi, maafkan aku.. " Jawab Ka Sarah sambil mengeluarkan sebuah benda tajam dari bajunya. Tanpa berkata apapun Ka Sarah langsung menancapkan pisau itu ke perut Asna.

" Aaakkhhh... " Asna berteriak.

" Sarah!! " Seru Ka Jannah.

Bertepatan dengan itu. Irma, Ustadz Zakir dan Ibunda Asna baru saja sampai dan menyaksikan langsung apa yang Sarah lakukan terhadap Asna.

" ASNAAA!! " Teriak Ibunda Asna.

" Astaghfirullahalazim.. " Ucap Ustadz Zakir begitu terkejut melihat apa yang terjadi di hadapannya. Ia dan Ibunda Asna langsung berlari menghampiri ketiganya.

" Ahh.. Kaka.. Apa salahku.. "

Ka Sarah benar-benar sudah mati rasa. Ia hanya terdiam dengan tatapan kosong. Air matanya itu menetes karena perasaan puas yang sudah terpenuhi. Ka Jannah benar-benar tidak menyangka Sarah akan melakukan ini. Semua ini diluar rencana keduanya.

" Ustadz, tidak usah berkata apapun! Bantulah anakku.. Cepat bawa Asna ke Rumah Sakit!! "

" Iyaa Bu.. "

Dengan ragu, Ustadz Zakir terpaksa menggendong Asna. Ia merasa tidak enak harus menyentuh istri Gus Albhi jika bukan karena keadaan yang mendesak. Mereka tidak memperdulikan kedua ipar Albhi dan lebih mementingkan keselamatan Asna. Sementara Irma, sambil meneteskan air matanya, ia menatap ibu dan bibinya.

" Apa yang kalian lakukan pada istri ammu? "

" Sayang, ibu sudah berkata jangan katakan pada siapapun. Irma.. "

" IBU JAHATT!! KALIAN SEMUA JAHAT! Istri ammu adalah bibi yang baik. Kenapa bibi Sarah tega melukai perutnya, bukankah disana ada anak ammu?? Aku tidak akan berbicara dengan kalian lagi jika istri ammu dan anaknya tidak selamat! "

" Irma sayang.."

Irma langsung pergi begitu saja setelah melontarkan emosinya kepada Bibi dan ibunya itu. Ka Jannah menarik tangan Sarah dan menamparnya keras. Ia begitu kecewa atas apa yang Sarah lakukan. Ka Jannah juga sangat membenci Asna, tetapi dirinya tidak pernah berpikir untuk melukai Asna separah itu.

" Apa yang kamu lakukan Sarah? Anakku melihat semua ini. Bagaimana jika Irma membenci ku!??? "

" Biarlah.. "

" Sudah gila! Apa yang sebenarnya kamu pikirkan?? Biarkan saja tadi dia jatuh ke dalam jurang. Kita bisa mengatakan bahwa ini adalah sebuah kecelakaan. T-tapi.. Ini.. Hah!! "

" Mengapa dirimu begitu gelisah? Apakah kakak takut jika mereka melaporkan kita ke polisi? Aku tidak peduli dengan jeruji besi, aku tidak peduli jika suami dan Umi memarahiku, tapi.. Aku sangat lega bisa melukai Asna dan bayinya langsung dengan tanganku. Apakah mereka akan selamat? "

Tiba di sebuah rumah sakit, Asna langsung dilarikan ke ruang operasi. Pakaian Ustadz Zakir penuh dengan darah. Ibunda Asna begitu lemas melihat itu, ia terus menangis dan berdoa agar anak dan cucunya selamat. Sementara itu, Ustadz Zakir sedang berusaha menghubungi keluarga Albhi.

'Suara ponsel berdering. Albhi yang sedang menata bunga dengan susah payah mengangkatnya. Tidak pernah ustadz Zakir menelponnya, ini adalah hal yang langka.

" Assalamu'alaikum Gus Albhi.. "

" Waalaikumsalam, ada apa Ustadz? "

" Maafkan aku, harus memeberi mu sebuah kabar yang buruk. "

" Apa yang Ustadz maksud? "

" Istrimu, dia sedang berada di ruang operasi. ( menceritakan semua kejadian ) Pulanglah Gus.. Dia mungkin akan membutuhkan mu. "

'Prakkk.... Lagi dan lagi, Albhi memecahkan satu buah vas bunga yang sedang ia tata. Air matanya langsung menetes deras. Tubuhnya begitu lemas mendengar kabar ini. Umi dan semuanya pun datang menghampiri.

" Ada apa Albhi? Mengapa dirimu menangis? Apa semua baik-baik saja? "

" Tidak Umi.. "

" Apa yang kamu maksud Albhi? Katakan pada Umi.. Jangan berdiam diri sambil menangis seperti itu."

Fatimah yang baru saja mandi, langsung menghampiri Albhi untuk bertanya warna hijab apa yang cocok dengannya. Tetapi, Albhi memotong perkataan itu.

" Aku harus pulang. Maafkan aku Fatimah, aku tidak bisa menghadiri pernikahan mu esok. Istriku sedang membutuhkan ku.. " Ucap Albhi dan langsung pergi meninggalkan semua.

" Albhi..  " Lirih Fatimah.

Semuanya terkejut dengan apa yang Albhi katakan. Ada apa dengan Asna? Itu yang sedang menjadi pertanyaan dalam benak semua keluarga. Umi tidak bisa mendengar kabar buruk soal menantunya Asna. Semuanya langsung ikut dengan Albhi dan bersiap pergi.

" Maafkan aku Fatimah.. Doa terbaik akan selalu aku kirimkan untukmu. Kita semua harus pulang. Istriku sedang berjuang disana. Aku tidak akan mungkin meninggalkannya. " Ucap Albhi yang sudah siap dengan kopernya.

" Tidak masalah Albhi.. Jangan lupa kabari soal kondisi istrimu. Semuanya sudah kamu persiapkan, itu sudah cukup.. " Jawab Fatimah.

" Assalamu'alaikum.. "

" Waalaikumsalam.. "

Sebenarnya hati Fatimah begitu hancur, siapa lagi yang akan menemaninya esok. Tapi Fatimah tidak egois. Ia tahu istri Albhi lebih membutuhkan kehadiran suaminya disana. Musibah ini datang secara mendadak.











Penakluk Iman & Hati ( END ) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang