"Sebutlah Intan (Ingatan yang menyakitkan). Batu permata yang seharusnya menakjubkan itu malah menjadi mengerikan"
-etnan-
Gatha sampai dirumah dengan raut wajah yang semakin muram karena membicarakan perihal janji 10 detik yang tidak Etnan tepati.
"Lho, Gat, 10 detik itu akan lama kalau dihitungnya lambat"
"Udah intinya lo nggak bisa pegang janji lo sendiri. Pergi sana!"
"Yaudah seenggaknya gue anter lo pulang oke? Please"
"NO!"
"Kalau lo pingsan dijalan gimana? Ntar nggak ada yang nolongin"
"Oh, lo doain gue pingsan? Bagus!"
"Eh nggak gitu, Gat!"
"Lo denger nggak sih? Gue bilang pergi ya pergi!"
"Lo nggak punya hak nyuruh gue pergi"
"Gue punya hak untuk menjauh dari orang berbahaya kaya lo!"
"Berbahaya? Maksud lo?"
Kepala Gatha mau pecah rasanya. Lelaki itu benar-benar menyebalkan. Gatha hanya ingin hidup tenang tanpa harus berdebat dengan siapapun. Ia juga malas banyak bicara, apalagi dengan lelaki itu.
Ya. Ia pulang tanpa kendaraan apapun. Jalan kaki, sendiri. Ia ingin menenangkan pikirannya, namun malah semakin berantakan karena ulah lelaki kadal itu.
Gatha menatap ke bawah, melihat genangan air yang membasahi sepatunya. Genangan air itu ada karena Faya senang membasahi teras depan rumahnya, karena mereka juga butuh minum, katanya.
"Gatha!"
Gatha pun melihat siapa orang yang memanggil namanya itu. Dan ia langsung berlari. Berlari menuju Ayahnya sedangkan Ayahnya sudah membuka kedua tangannya untuk memeluk putrinya.
Kata orang, Ayah adalah cinta pertama anak perempuannya. Namun, entahlah, Gatha tidak ingin mengikuti 'kata orang' itu. Ia ingin bisa merasakannya dan membuktikannya sendiri.
"Ayah punya sesuatu buat kamu!"
Gatha senang. Senang mempunyai Ayah sepertinya. Namun, tidak bisa dibohongi, Gatha juga kecewa. Kesenangan itu bercampur dengan perasaan tidak enak lainnya. Namun, ia tetap harus menghormati Riyan--Ayahnya. Yang akan selalu menjadi Ayahnya.
Ia tahu, tidak mudah untuk memposisikan diri sebagai Ayah dan dapat menjadi 'Ayah'. Ayahnya selalu berusaha keras untuk dapat maaf dari Ibunya dan dirinya. Gatha memang mempunyai kesempatan kedua, tapi tidak dengan Ibunya.
Kata 'I love you' menjadi hilang maknanya, Tha. Percuma Ayahmu bilang itu. Karena 'You' yang dia maksud bukan hanya Mama. Tapi juga perempuan-perempuannya.
Kalimat itu jelas menusuk hatinya. Gatha tidak akan lupa Ibunya pernah berbicara seperti itu. Goresan yang Ayahnya buat pada hati Ibunya terlalu dalam dan permanen. Mungkin Ibunya telah memaafkan, namun tidak melupakan.
***
Gatha menatap langit-langit kamarnya. Tidak ada apa-apa, polos. Namun, ia senang melakukan hal itu.
Gatha pun mengambil penanda buku yang berbentuk bintang dan mengangkatnya ke atas seolah bintang itu menempel pada langit-langit kamarnya.
Bintangnya berwarna biru. Warna kesukaannya. Dan itu pemberian Ayahnya tadi. Ya. Ayahnya suka memberikannya hadiah yang random. Gatha tentu selalu menerimanya dengan senang hati. Ayahnya tidak pernah kehabisan ide untuk memberikan sesuatu kepadanya. Dan tiap Gatha bertanya alasannya, mengapa Ayahnya memberikan hadiah tersebut, Ayahnya selalu menjawab,

KAMU SEDANG MEMBACA
etnan
Подростковая литератураNamanya Etnan. Ia sangat suka coklat. Namun, kemanisan coklat itu tidak bisa mengubah kepahitan hidupnya. Tapi, ada yang lebih ia suka daripada coklat. Gatha. Seorang gadis yang membuat banyak halaman baru dalam hidupnya. Ia rela untuk tidak makan y...