17. Pintu & Kunci (Selected Visuals)

24 2 0
                                    

"Penyesalan menjadi musuh yang tidak terkalahkan. Tapi, menjadi teman jika mau memaafkan"

-etnan-

"Den, maaf, ini coklatnya mau di taruh di mana?"

Etnan menghela napas kasar, "Buang aja, Bi"

Feve tersentak, "Beneran, Den? Sayang banget kalau di buang, Ibu---"

"Yaudah terserah Bibi" Potong Etnan tanpa mau mendengarkan Feve menyelesaikan ucapannya.

Feve pun mengangguk kecil sambil menelan ludahnya lalu beranjak dari sana dengan perasaan yang sangat tidak enak.

Setelah itu, Etnan menutup pintu kamarnya dan menghampiri tempat sampah yang berada di belakang pintu lalu membuka tutupnya. Terlihat isi tempat sampah itu dipenuhi dengan coklat yang masih terbungkus rapi.

***

Hujan membasahi seluruh tubuhnya juga coklat yang sedang ia makan. Seolah ingin meminta coklat tersebut, ia tidak akan membiarkan itu terjadi. Meskipun tetesannya mengenai coklatnya, tidak membuatnya berhenti memakannya.

Air mata yang keluar berhasil tertutup rapi oleh hujan. Itulah mengapa ia bisa bernapas lega ketika menangis dibawah hujan. Karena pada saat itu tidak ada yang tahu bahwa ia sedang menangis. Dan ketika hujannya berhenti, tangisannya pun ikut berhenti. Agar orang tahunya ia habis terkena hujan, bukan habis menangis.

Hujan saat ini membiarkannya menangis cukup lama. Seolah membantu untuk menenangkannya, tapi kesedihan menguasai dirinya. Tidak ada perasaan yang nyata selain kecewa. Penyesalan terus menutupi dirinya dan tidak memberikannya oksigen.

Ia kecewa. Kecewa pada dirinya sendiri. Tidak ada yang bisa dilakukan selain menyalahkan dirinya sendiri. Dan waktu benar-benar mendukungnya akan hal itu.

Etnan menatap coklat yang berada di tangan kanannya dengan tatapan nanar lalu memakannya dengan lahap. Namun, lahapnya tidak berarti ia menikmati coklat itu. Coklat yang seharusnya manis jadi terasa sangat pahit saat sampai dimulutnya. Tapi, ia tetap menghabiskannya. Tanpa menyisakan sedikitpun.

Hanya itu yang bisa ia lakukan ketika semuanya membuatnya buntu. Sangat buntu.

Kepalanya terasa pusing, pandangannya mulai kabur dan mual. Untung jalanan tersebut sepi, karena ia tidak mau ditolong. Tidak. Jangan. Kalaupun ada orang yang lewat dan berniat menolongnya, orang itu harus mengurungkan niatnya dan menyesal. Menyesal karena telah membantu orang sepertinya.

"Aaaaaa!"

Hujan semakin deras, seolah membantunya menyamarkan teriakannya. Teriakan yang sampai kapanpun tidak akan membuat perasaannya lega atau sedikit terlepas. Teriakan itu menjadi sorakan untuk dirinya sendiri karena berhasil menjadi orang yang bodoh, payah, dan sampah. Bahkan lebih buruk dari itu.

Clara meninggalkannya tadi pagi. Tepat saat ia bangun tidur, Clara pun bangun. Namun, entah kemana. Mamanya tidak lagi membuka mata untuk dunia.

Seolah ada puluhan paku yang menancap dadanya dan lukanya tidak akan pernah sembuh. Ia bahkan belum sempat meminta maaf pada Mamanya. Dan Mamanya belum tahu bahwa sebenarnya ia menyayanginya, sekalipun Clara bukan wanita yang melahirkannya.

Tapi, bagaimanapun pandangannya terhadap Clara, Ibu kandungnya tetap lebih buruk. Ya. Ia sangat membenci wanita itu. Dan sekarang, ia membenci dirinya sendiri juga.

Ia telah menyia-nyiakan orang yang menyayanginya dan menganggapnya sebagai anak kandung. Hatinya begitu tertutup hingga sulit menerima yang baik. Jika Tuhan memberikannya kesempatan entah di dunia manapun, ia sangat ingin berterima kasih pada Clara yang mau mengurusinya dan sangat sabar terhadapnya. Clara memang bukan yang melahirkannya, tapi Etnan merasa terlahir karenanya.

etnanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang