20. Come On

14 1 0
                                    

"Perasaan itu tidak pernah mati. Ia hanya bersembunyi dan menipu dirinya sendiri"

-etnan-


Teater menjadi ekstrakurikuler paling diminati di SMA Radiza. Bukan hanya saat ada acara atau hari tertentu saja, mereka mengadakan pertunjukan tiap empat bulan sekali. Itu adalah usul dari Bu Rentari selaku pembimbing eskul teater sekaligus guru seni budaya. Para anak teater seperti dikejar eskul mereka sendiri. Tapi, mereka menjalaninya dengan senang hati. Kepala sekolah pun mendukung selagi tidak mengganggu pembelajaran mereka. Tidak berat sebelah, keduanya seimbang. Karena non-akademik pun sebenarnya menjadi faktor penting dalam pertumbuhan mereka. Menurutnya.

Untuk persyaratan masuk eskul teater pun simpel tapi tidak sepele, yaitu harus benar-benar ingin masuk. Bukan karena ikut teman atau karena alasan lain yang tidak menyangkut diri sendiri.

"Memang bagus jika ada orang yang berhasil membuatmu tertarik akan seni. Tapi, jangan sampai setelah itu kamu malah terus tertarik akan orang lain dan terus mengikuti seni orang lain. Karena jika begitu, kamu tidak akan pernah menemukan seni kamu sendiri. Dan saya jelas tidak mau dalam eskul teater ini ada anggota yang tidak dengan dirinya sendiri dalam menjalaninya. Lebih baik eskul ini dengan sedikit anggota tapi menurut kemauan dan hatinya sendiri. Daripada banyak anggota, namun hanya mengikuti ego semata" Ucap Bu Rentari saat awal eskul teater ini diciptakan. Bahkan kalimatnya itu dipajang di dinding--tempat hal penting, yang diingin, atau yang diperlukan berada.

Saat masuk ke ruangan eskul teater, dinding tersebut sudah menonjolkan dirinya sehingga orang-orang pasti dapat langsung melihatnya. Banyak murid yang menyukai kehadiran eskul teater ini sehingga bisa dilabeli 'paling diminati'. Tapi, bukan berarti semuanya ingin terjun dan menjadi bagian dari eskul teater ini, banyak dari mereka juga sebagai penikmat. Maka dari itu, teater di SMA Radiza tidak pernah sepi. Selalu ramai dengan penonton yang semuanya dalam lingkup sekolah.

Namun, untuk acara tertentu, mereka menyediakan teater untuk orang dari luar sekolah juga. Dengan harga tiket yang terjangkau dan pertunjukan yang tidak pernah membuat para penonton memalingkan pandangannya dari panggung. Mereka seolah dihipnotis untuk tetap mengarahkan pandangannya ke depan dan menikmati teater itu hingga selesai. Mereka membuka ponsel hanya untuk merekam atau memotret pertunjukan teater tersebut. Karena sangat disayangkan jika tidak diabadikan--ucap salah satu murid. Tapi, tidak sedikit juga yang cukup menonton tanpa mengabadikannya. Mereka punya caranya masing-masing untuk menyambut seni teater itu.

"Kayaknya dia masuk IPS 1 deh, padahal kalau ke kelas kita, bisa semangat belajar gue" Ucap Rine dengan raut wajah kecewa.

Sebenarnya, sudah dari tadi Rine berbicara panjang mengenai betapa sempurnanya murid baru yang mereka lihat, tapi Gatha hanya mendengarkannya dan tidak berniat menjawab.

Ini benar-benar aneh. Tidak mungkin kalau murid baru itu.. Kafka?

Tidak. Tidak. Jelas tidak mungkin! Kafka berbeda 3 tahun dengan Gatha. Jelas lelaki itu sudah kuliah dan mungkin juga sambil bekerja. Meskipun, Kafka tidak memberi tahu di mana ia kuliah dan bekerja.

Toh. Lelaki itu telah melanjutkan kehidupannya di Amerika. Gatha seharusnya tidak perlu mempertanyakan itu. Karena Kafka telah meninggalkannya lagi. Betapa bodohnya ia mempercayai ucapan lelaki itu.

Tapi, bagaimana bisa? Murid baru itu mirip sekali dengan Kafka. Mereka seperti kembar. Gatha tentu percaya tidak percaya dengan apa yang ia lihat. Kafka benar-benar begitu nyata dihadapannya.

Entah apa yang harus dikatakan, semuanya membuatnya bingung. Perasaannya campur aduk. Namun, Gatha sedikit bersyukur karena tidak sekelas dengannya. Yah. Untungnya. Bisa satu sekolah saja sudah membuatnya sulit sekali untuk mencerna apa yang sedang terjadi.

etnanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang