"Dunianya sekarang tidak lebih dari hal yang menyedihkan. Bahkan, jauh lebih buruk"
-etnan-
Beberapa hari telah berlalu sejak kepergian Ayahnya. Gatha mulai kembali masuk sekolah sekalipun ia sudah tidak begitu peduli dengan masa depannya. Ia tidak peduli jika harus tertinggal banyak pelajaran dan mendapat nilai jelek. Ia tidak peduli untuk datang terlambat ke sekolah. Ia tidak peduli akan apapun sekarang. Yang ia rasakan hanya hancur dan kosong.
"Tha? Mau gue beliin apa?" Ucap Rine pelan sambil menatap sahabatnya lekat. Rine benar-benar merasa bersalah karena tidak datang ke pemakaman Ayah Gatha karena ia sedang pergi bersama Ibunya dan tidak mendapat kabar dari siapapun saat itu.
"Ngga, Rin. Makasih" Jawab Gatha tanpa melihat ke arah sahabatnya dan terus menulis materi yang ada di papan tulis.
Gatha tidak mempermasalahkan jika ia tidak bisa datang dan menemaninya saat itu, tapi Rine tetap merasa bersalah. Ia juga tidak mau terus membahasnya karena pasti akan membuat Gatha semakin sedih. Maka dari itu, Rine bersikap seperti biasanya.
"Yaudah, gue ke kantin dulu ya, Tha"
Gatha membalasnya hanya dengan deheman. Ingin sekali rasanya ia mencoret semua isi bukunya dan merobeknya. Ingin sekali ia kabur sekarang dan pergi ke manapun. Ke tempat di mana tidak ada yang akan mengenalinya. Ke tempat di mana ia tidak ada.
Tiba-tiba seseorang masuk dengan cepat-cepat melangkah ke arah Gatha dan langsung memeluknya. Gatha tersentak dan terpaku selama beberapa detik.
"Maaf. Maaf gue nggak ada"
Kedua tangan Gatha pun bergerak membalas pelukan lelaki itu, "Gue baik-baik aja"
Etnan yang sedari tadi diam di belakang memperhatikan gadis itu hanya bisa diam. Memang apa yang bisa ia lakukan selain tidak bisa melakukan apa-apa? Ia bukan siapa-siapa dan tidak akan jadi siapa-siapa bagi Gatha. Entah kenapa rasanya sakit sekali melihat Gatha dengan mudah membalas pelukan Andra daripada ucapannya. Bahkan Gadis itu tidak sedikitpun menolak dan tidak meminta Andra untuk pergi.
"Makan, ya? Ayo kita ke kantin" Ucap Andra lembut dan langsung meraih tangan Gatha untuk ikut berdiri. Seperti terhipnotis, Gatha menurutinya dan mereka pun keluar dari kelas bersama.
Etnan menelan ludahnya kasar. Memang bodoh. Sudah jelas Gatha tidak akan pernah mau dengannya tapi kenapa ia masih bersih keras? Untuk apa? Untuk semakin membuka luka dan merasakan rasa sakit yang lebih dalam? Tapi, siapa yang mau? Siapa yang sangka akan jatuh cinta pada seseorang yang bahkan melihatnya sedikit saja tidak?
"Gue rasa sih tuh orang pelet Gatha. Percaya sama gue" Celetuk Sangga sambil memperhatikan arah mata Etnan yang menatap ambang pintu.
Etnan pun langsung menatap tajam Sangga sedangkan Sangga hanya menyengir tanpa dosa.
***
Berbagai bunga menghiasi tempat tidur terakhir Ayahnya. Air mata Gatha tidak bisa berhenti mengalir. Ia tenggelam dalam tangisan yang tak bersuara. Yang begitu menyakitkan dan seperti membunuhnya perlahan. Membunuh yang berada di dalam dirinya.
"Udah cukup, Dra"
Tangan Andra tidak berpindah dari pundak gadis yang rapuh itu. Terus mendekapnya--memberi kehangatan yang sulit menembus kedinginannya, "Kita bisa lebih lama kalau lo masih mau di sini"
Gatha menggeleng lalu bangkit perlahan. Ia tahu betul bahwa semakin lama di sana, semakin mematikannya. Seolah ia memiliki banyak nyawa, tapi tidak ada satupun yang membuatnya hidup.
Anggukan Andra menjadi jawaban dari permintaan Gatha. Hatinya ikut teriris melihat gadis yang ingin sekali ia bawa di setiap perjalanan hidupnya. Hidup yang tenang dan bahagia. Tapi, di mana?

KAMU SEDANG MEMBACA
etnan
Fiksi RemajaNamanya Etnan. Ia sangat suka coklat. Namun, kemanisan coklat itu tidak bisa mengubah kepahitan hidupnya. Tapi, ada yang lebih ia suka daripada coklat. Gatha. Seorang gadis yang membuat banyak halaman baru dalam hidupnya. Ia rela untuk tidak makan y...