19. Conscientia

21 1 2
                                    

"Kepahitan itu ia telan matang-matang dan kemanisan yang ia rasakan mentah-mentah"

-etnan-

"Boleh antar aku ke makam Bunda? Aku baru buka handphone barusan dan baru tau kalau Bunda---" Suara gadis itu melemah diujung ucapannya dan tidak sanggup untuk melanjutkannya. Matanya merah dan sembab. Seperti sudah menangis jauh sebelum menghubungi Etnan.

Etnan tidak menjawab apapun, ia hanya mengangguk kecil dengan ekspresi yang sulit untuk ditebak. Dan dibalik itu, Etnan berdoa agar hari ini cepat berakhir.

Namanya Catherine Alasia. Anak kandung satu-satunya Clara. Adik tiri Etnan. Tapi, Etnan lebih suka memanggilnya dengan orang yang ia kenal. Ia tidak mau menganggap gadis itu sebagai adik. Tidak pernah dan tidak akan.

Salah satu hal kenapa Etnan suka kesal dengan Clara adalah Catherine. Ya. Ia kesal pada Clara yang terus memuja Catherine padahal jelas-jelas anak tunggalnya itu pergi meninggalkannya. Tidak pernah bertanya kabar sekalipun, selalu Clara yang memulai. Seolah tidak ada sedikitpun rasa terima kasih karena telah dilahirkan, Catherine benar-benar membuatnya habis dimakan amarah.

Kurang beruntung apalagi? Catherine memiliki ibu yang sangat menyayanginya sekalipun Clara tau bahwa Catherine selalu acuh tak acuh padanya. Sedangkan ibu Etnan, sangat berbanding terbalik dengan Clara.

Entah kata apa yang pas untuk disampaikan bahwa Etnan benar-benar iri dengan Catherine. Mengapa gadis itu tidak bersyukur? Mengapa gadis itu menyia-nyiakan apa yang diberikan Tuhan? Gadis itu seharusnya sadar bahwa ada hal-hal yang bisa ia dapatkan dengan mudah tanpa berusaha sedangkan orang lain mati-matian untuk bisa mendapatkannya.

Catherine benar-benar keterlaluan. Etnan hanya bisa menyimpulkan kalimat itu untuknya. Itu kenapa ia sangat malas dan tidak pernah mau untuk bertemu dengan gadis berambut pirang itu.

Catherine memang tidak pernah membuatnya sakit hati, tapi jika ia menyakiti Clara, Etnan juga ikut merasakannya.

Walau begitu, Etnan juga menyesal dan benci pada dirinya sendiri karena tidak pernah jujur tentang apa yang dirasakannya pada Clara. Entah sedikit perkataan manis atau sebuah senyuman. Ia terlalu gengsi dan terus menelan egonya sendiri hingga sekarang. Semuanya sudah terlambat. Mereka sudah tidak ditempat yang sama.

Etnan benar-benar menyesal, ia ingin sekali Clara tahu bahwa ia sangat menyayanginya dan Clara tidak pernah gagal menjadi seorang ibu sekaligus orang tua. Tapi, hal yang Etnan tidak tahu adalah Clara sebenarnya tahu semua yang dirasakan Etnan. Clara sangat senang dan bersyukur bisa disayangi oleh anak yang bahkan tidak lahir dari rahimnya.

Tidak ada yang bisa dilakukan. Hanya doa yang terus hidup ketika mati. Terus tersambung ketika terputus. Etnan sangat berharap bahwa doa-doa itu benar-benar sampai pada Clara.

Kini mereka sudah keluar dari tempat pemakaman, dan Etnan sudah berada dalam mobilnya, sedangkan Catherine hanya berdiri mematung.

Etnan mungkin memang bukan lelaki yang baik dan membenci Catherine, tapi ia tidak sebrengsek itu untuk tega meninggalkan perempuan sendirian dengan kondisi yang mengkhawatirkan.

"Mau diantar kemana? Gue nggak punya banyak waktu" Tanya Etnan yang tentu sangat dingin.

Catherine menghela napas lemah lalu menatap lelaki itu, "Gausah, Ry. Makasih banyak udah antar aku ke Bunda. Habis ini aku nggak akan ganggu kamu lagi. Maafin aku juga"

etnanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang