25. Retak

13 2 4
                                    

"Jalan buntu itu ternyata memiliki pintu. Tapi, sayangnya bukan pintu yang bisa dimasuki. Melainkan pintu yang menyuruh pergi"

-etnan-

Bel pertanda pulang telah berbunyi. Seluruh murid bersorak gembira dan cepat-cepat membereskan buku lalu keluar dari kelas bersama-sama. Sudah pasti akan berdesakan dan Gatha malas dengan itu. Ia memilih untuk berdiam diri di dalam kelas sebentar agar bisa jalan keluar sekolah dengan tenang dan nyaman.

Gatha pun melihat seseorang yang berdiri di depan pintu tengah melambaikan tangan padanya. Lalu, lelaki itu masuk menghampirinya dan duduk berhadapan dengannya.

"Pulang bareng gue, ya?" Ucapnya sambil tersenyum dengan tatapan mata yang selalu Gatha cari di setiap lelaki. Tatapan yang tidak akan ia dapatkan dari siapapun. Tatapan yang selalu ia inginkan. Tatapan yang tidak bisa membuatnya berpaling. Tatapan yang hanya dimiliki Kafka.

Gatha terpaku, mulutnya membisu. Andra pun melambaikan tangannya depan mata gadis itu hingga tersadar.

"Eh.. maaf, Dra"

Andra masih mempertahankan senyumannya, "Yuk! Tapi, nggak langsung pulang, gapapa?"

Entah sengatan apa yang mengenai Gatha hingga ia dengan mudahnya bilang, "Gapapa"

Mereka pun keluar dari kelas dan berjalan sejajar di sepanjang koridor. Gatha seolah tidak peduli ada orang yang memperhatikannya sejak di kelas tadi. Orang yang seharusnya ia datangi untuk menyampaikan terima kasih. Tapi, apa yang ia lakukan sekarang?

"Gila ya tuh murid baru. Gercep" Ceplos Sangga yang berada disamping Etnan sambil memperhatikan Gatha dan Andra yang semakin jauh dari pandangan mereka.

Etnan pun tersenyum kecut, "Udah, ayo balik"

"Lo nggak nyerah, kan?"

"Nggak lah!"

"Bagus. Takutnya orang nyangka lo belok karena nempel sama gue terus. Gue juga nggak bisa nerima lo, sorry. Gue masih lurus dan akan tetap lurus"

Etnan pun menoyor kepala lelaki yang tidak bisa tidak membuatnya kesal, "Anjing, lo!"

"Guk, guk!"

***

"Enak nggak nasi gorengnya?" Tanya Andra dipertengahan jalan.

Gatha tidak begitu mendengar apa yang diucapkannya dan terpaksa sedikit mencondongkan badannya ke depan, "Kenapa, Dra? Maaf nggak kedengeran"

"Suka nggak nasi goreng buatan gue?"

"Oh, suka! Enak banget, hebat lo"

"Syukur kalau gitu. Gue sempet takut rasanya nggak cocok sama lidah lo"

"Emang kalau gue nggak suka, kenapa?"

"Ya.. masalah buat gue"

"Kenapa jadi masalah?"

"Karena gue bakal makin susah nyari rasa yang cocok buat lo"

Gatha tidak mengerti dengan apa yang sedang mereka bicarakan, "Maksud lo? Kenapa lo peduli sama apa yang gue suka?"

Andra tersenyum, senyuman yang jelas tidak bisa Gatha lihat, "Buat gue penting"

Gatha semakin tidak mengerti, "Penting?"

Bukan menjawab, Andra mengalihkan topik pembicaraan yang membuat Gatha terus mengikutinya seolah air yang mengalir. Komunikasinya dengan Andra terhitung bagus untuk orang yang baru saling mengenal. Terlebih Gatha sangat sulit berkomunikasi dengan orang lain. Tapi, Andra berbeda.

etnanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang